4 Tantangan Utama Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia, Bagaimana Mengatasinya?
Riputan6.com, Jakarta – Tuberkulosis (TB) telah menjadi masalah kesehatan global selama berabad-abad, termasuk di Indonesia. Infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis yang umumnya menyebabkan batuk. Penyakit ini ditularkan melalui bersin dan pembicaraan penderita tuberkulosis aktif.
Menurut ahli epidemiologi Dicky Budiman, setidaknya ada empat tantangan pengendalian tuberkulosis di Indonesia. Deteksi dini masih rendah: Kasus TBC masih belum terdiagnosis karena terbatasnya akses terhadap layanan kesehatan. Ketidakpatuhan pengobatan: Banyak pasien TBC yang tidak menyelesaikan pengobatan, sehingga meningkatkan risiko resistensi obat. Fasilitas Kesehatan yang Terbatas: Beberapa daerah kekurangan fasilitas kesehatan yang memadai untuk diagnosis dan pengobatan tuberkulosis. Beban ganda: HIV/AIDS; komplikasi tuberkulosis, seperti diabetes dan gangguan kejiwaan, mempersulit pengobatan dan penanganan kasus.
Jadi bagaimana kita bisa mengatasi tantangan-tantangan ini?
Menurut Dickey, langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi tantangan tersebut antara lain: meningkatkan deteksi dini
Program skrining yang lebih intensif harus dilaksanakan di semua fasilitas kesehatan, terutama di daerah dengan tingkat infeksi tinggi. pendidikan masyarakat
Kampanye kesehatan yang lebih luas diperlukan untuk mengurangi stigma terhadap penderita TBC dan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pengobatan yang tepat. Akses terhadap pengobatan membaik.
Pemerintah perlu memastikan bahwa semua pasien TBC, termasuk pasien yang resistan terhadap obat, menerima pengobatan yang tepat tanpa hambatan biaya.
Langkah-langkah lain untuk mengatasi tantangan tuberkulosis meliputi: Pencegahan infeksi di tempat umum
Penggunaan masker untuk mencegah penyebaran TBC. Mematuhi penggunaan ventilasi yang baik dan protokol kebersihan sangatlah penting. Penerapan teknologi
Deteksi genetik berbasis teknologi baru akan mempercepat identifikasi kasus tuberkulosis dan tuberkulosis resistan obat (TB-MDR), sehingga lebih mudah diobati dan dilacak. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Lingkungan yang bersih dan sehat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Anda bisa mulai dengan air dan udara. Hal ini berarti pengentasan kemiskinan dan penguatan pembangunan yang adil di seluruh lapisan masyarakat.
Pengobatan tuberkulosis melibatkan kombinasi antibiotik yang diminum secara teratur selama 6 sampai 9 bulan.
Pengobatan ini harus dilanjutkan untuk mencegah resistensi obat. TBC yang tidak diobati atau diobati secara tidak memadai dapat menyebabkan komplikasi serius seperti TBC yang resistan terhadap obat, yang memerlukan pengobatan yang lebih lama dan kompleks.
Pencegahan tuberkulosis: vaksinasi Bacillus Calmette-Guérin (BCG) pada anak untuk mencegah tuberkulosis parah. Pendidikan kesehatan masyarakat tentang etika batuk dan pentingnya kebersihan pernafasan. Pemeriksaan rutin terhadap kelompok berisiko tinggi seperti petugas kesehatan dan penghuni rumah tangga tuberkulosis.
Pengendalian tuberkulosis di Indonesia mempunyai beban penyakit yang tinggi. Dickie tidak memungkiri bahwa hal ini merupakan tantangan yang kompleks, mengingat meningkatnya resistensi obat dan dampak pandemi COVID-19.
Namun, dengan strategi yang tepat seperti deteksi dini dan peningkatan akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan masyarakat, Indonesia memiliki peluang untuk mengurangi beban tuberkulosis di masa depan.
Penggunaan teknologi modern dan kerja sama antarlembaga merupakan kunci untuk memutus rantai infeksi dan mencapai tujuan pemberantasan tuberkulosis pada tahun 2030.