Saham

9,48 Juta Kelas Menengah Turun Kelas Jadi Miskin, Sektor Apa Saja Paling Tekor?

thedesignweb.co.id, Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, mencatat jumlah kelompok kelas menengah di Indonesia terus mengalami penurunan selama 5 tahun terakhir. Sekitar 9,48 juta masyarakat kelas menengah berisiko menjadi bagian dari “kasta bawah” dibandingkan dengan kelas menengah yang tidak berdaya dan kelompok miskin yang tidak berdaya.

Bahkan, data BPS juga menunjukkan bahwa kelompok kelas menengah di Indonesia saat ini didominasi oleh masyarakat usia kerja. Yakni Generasi Y atau Milenial, Generasi Z, serta Pasca Generasi Z atau Generasi Alfa.

Pengamat pasar modal Lanjar Nafi memperkirakan sektor yang paling besar dampaknya terhadap penurunan jumlah kelompok kelas menengah adalah sektor konsumen siklis, sektor ritel, sektor real estate, dan sektor otomotif.

“Hal ini akan berdampak pada sektor konsumen siklis seperti barang elektronik, fashion, dan hiburan lainnya karena produknya biasanya dikonsumsi oleh masyarakat kelas menengah yang memiliki daya beli tinggi. Sektor ritel juga sedang mengalami hal ini,” kata Lanjar kepada Liputan6. com, Rabu (04/09/2024). Sektor real estat tertekan

Sektor real estat yang berfokus pada segmen menengah dan atas juga mungkin mengalami penurunan permintaan terhadap rumah susun, apartemen, dan properti komersial. Untuk sektor otomotif, menurunnya daya beli masyarakat kelas menengah juga dapat menurunkan penjualan kendaraan LCGC, MVP, dan SUV yang biasanya banyak dibeli oleh masyarakat kelas menengah.

“Dampaknya bagi emiten yang pastinya penurunan penjualan dan pendapatan, peningkatan persediaan barang yang tidak terjual, pada akhirnya akan berdampak pada pengurangan belanja modal atau belanja modal untuk ekspansi dan akibatnya margin keuntungan akan turun secara signifikan. ,” jelas Lanjar.

Di sisi lain, sektor-sektor tersebut juga cukup sensitif terhadap kebijakan suku bunga acuan. Menurut Lanjar, sektor-sektor yang terkena dampak berkurangnya jumlah kelas menengah masih bisa menarik jika suku bunga dasar turun. Sebaliknya, jika suku bunga tetap tinggi, maka sektor-sektor tersebut juga akan terus mengalami tekanan.

“Masih menarik jika acuan BI Rate diturunkan… karena hal ini dapat menurunkan cost of fund bagi konsumen dan produsen. Jika suku bunga tetap tinggi pada level saat ini, hal ini akan menjadi tantangan bagi prospek saham emiten tersebut,” tambah Lanjar.

 

Senada, analis ekuitas Kanaka Hita Solvera dan Andhika Cipta Labora memperkirakan penurunan kelas menengah berdampak besar pada sektor ritel.

Hal ini masuk akal karena penurunan kelas ekonomi berarti menurunnya kemampuan dan daya beli masyarakat.

“Kinerja emiten akan terpuruk akibat menurunnya daya beli masyarakat. Nah untuk sektor retail karena harganya sedang turun, murah dan menarik untuk dibeli dalam jangka panjang,” kata Andhika.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *