Lifestyle

Seputar Sertifikat Halal Self Declare, Bagaimana Mencegahnya Jadi Celah Tidak Taat Aturan?

thedesignweb.co.id, Batavia – Beberapa waktu kemudian Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) memperkenalkan sertifikat halal yang dideklarasikan sendiri. Apa itu dan apa bedanya dengan sertifikat halal biasa yang menjamin kehalalan pekerjaan dapur?

Kepala BPJPH, Haikal Hassan menjelaskan, sertifikat halal yang dimilikinya merupakan sertifikat halal yang dideklarasikan sendiri berdasarkan deklarasi pelaku usaha independen terhadap produk berisiko tinggi. Dengan kata lain, titik kritis suatu produk halal sangat rendah, sehingga halal dapat dipertahankan.

“Pemerintah memberikan kepastian agar pelaku usaha bisa melakukan deklarasi mandiri (deklarasi mandiri sertifikat halal),” ujarnya dalam pesan Lifestyle thedesignweb.co.id, Sabtu, 9 November 2024. Diskriminasi dengan sertifikat halal biasa; Haikal mengatakan, hal itu merupakan penegasan validasi mandiri deklarasi halal yang dilakukan Proses Produk Halal (PPH).

Sedangkan sertifikat halal reguler dari Auditor Halal Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) ada untuk produk dengan titik kritis tinggi. Dia mengatakan, sertifikat halal mandiri hanya diperuntukkan bagi usaha kecil dan mikro (UKM) yang memproduksi makanan dan minuman sederhana.

Produk yang dimaksud juga bisa bersertifikat halal, yaitu menggunakan bahan-bahan yang bersertifikat halal. Haikal mengatakan, “Sertifikat halal diterbitkan oleh BPJPH dan tetap berlaku selama tidak ada perubahan bahan dan/atau proses produk halal.”

“Dalam aturan baru akan dilakukan pemeriksaan kepatuhan penerapan SJPH (Sistem Jaminan Produk Halal). Kalau sesuai (sertifikat halal) tetap berlaku. Kalau tidak sesuai bisa dicabut. , “tambahnya. Apakah bagi mereka yang tidak menaati perintah-perintah untuk memberitahukannya?

Haikal mengatakan, “BPJPH terus memperbarui peraturan dan sistem. Saat ini, beberapa pemeriksaan difokuskan pada kualitas sertifikasi halal yang dideklarasikan sendiri. Pemeriksaan oleh petugas PPH, pemeriksaan oleh organisasi pendamping, dan pemeriksaan oleh verifikator sedang diperiksa. Fatwanya juga telah diperiksa. dibentuk. Komite.”

Ia mengaku banyak menemui pelaku usaha kuliner yang tidak melakukan deklarasi halal secara mandiri. “Jika ternyata tidak sesuai dengan deklarasinya, maka tidak diperlukan proses sertifikasi,” ujarnya. “Kalau perbedaannya masih sebatas penamaan produk misalnya, kami minta diperbaiki.”

Pengajuan yang menggunakan mekanisme self deklarasi dibatasi pada kriteria tertentu, baik dari skala usaha maupun bentuk usaha dan produk yang diajukan. Apabila BPJPH menemukan permohonan yang tidak memenuhi kriteria tersebut, tim verifikasi kami dan Komite Fatwa akan segera memusnahkannya, membenarkan bahwa permohonan tersebut tidak memenuhi kriteria tersebut.

Ia mengatakan saat ini, terdapat 1.980.322 label halal yang mendeklarasikan diri mencakup 3,4 juta produk. Langkah-langkah untuk mengajukan sertifikat halal mandiri adalah: Daftar di website ptsp.halal.go.id. Buat dan pindahkan akun. Masuk dengan nama pengguna dan kata sandi yang terdaftar. Pilih asal usaha dan isi Nomor Induk Berusaha (NIB). Isikan data pelaku usaha. Pilih jenis pendaftaran “Deklarasi Mandiri” dan masukkan kode fasilitasi. Lengkapi data dan dokumen yang diperlukan. Kirimkan aplikasi pendaftaran mandiri.

Menurut para pencipta produk gaya hidup dan kuliner halal, sertifikasi halal Anca dinyatakan sebagai pedang bermata dua. “Di sisi lain, hal ini membantu UMKM untuk mendapatkan sertifikasi halal yang sah dengan lebih mudah, baik dari segi proses maupun biaya. Namun ada beberapa kasus di negara di mana mereka menemukan deklarasi halal berpotensi menimbulkan resistensi di sana. permohonan sertifikat halal,” ujarnya dalam siaran pers, Sabtu.

“Misalnya kejadian kemarin yang viral,” Anca mencontohkan. “Deklarasi mandiri halal ternyata merupakan penunjukan produk yang tidak sesuai dengan fatwa MUI, namun lolos. Hal ini akan merugikan kepercayaan masyarakat terhadap sertifikasi halal, karena masyarakat mulai lebih sadar akan proses sertifikasi halal tersebut.”

“P3H (Pendamping Pengolahan Produk Halal) juga harus memahami tanggung jawabnya dalam mendengarkan UMKM yang akan (menerima) sertifikat halal. Mereka tidak hanya mengejar sertifikat halal karena yang penting sertifikat halalnya lolos,” imbuhnya.

Saat ditanya apakah ia merasa aman dan nyaman saat makan di usaha dapur yang menyatakan sertifikat halal, Anca menjawab: “Sebagai umat Islam, kita belajar tentang titik-titik kritis dalam makanan, sehingga kita bisa memastikan apakah makanan tersebut halal atau tidak.”

Anca berkata: “Di taman.” “Kita tidak bisa membedakan hasil dengan sertifikat halal tertentu atau deklarasi mandiri. Ya, saya selalu merasa aman dan nyaman karena saya menjalani hudznuzon semua proses sesuai standar halal Indonesia.”

Sebagai penulis konten, ia mengakui adanya kesulitan dalam mengedukasi masyarakat tentang sertifikat pernyataan mandiri halal, karena “kita harus berharap para ahli kode BPJPH belum tentu memahami masyarakat umum”. “Sekarang yang bisa saya lakukan adalah data produk halalnya ada di website BPJPH,” ujarnya.

“sangat mudah,” menurut Anca. “Periksa peruntukan produk. Jangan sampai ada yang tidak memenuhi standar Fatwa Halal MUI dan terus mengedukasi pengikutnya tentang aspek-aspek kritis pangan.”

Anca mengatakan, sertifikat halal merupakan legalitas yang membantu umat Islam merasa lebih nyaman dalam mengonsumsi produknya. “Halal bukan hanya tentang dunia ini, tapi juga masa depan. Jadi kami berharap produsen dan P3H bisa mengingat bahwa halal itu sangat penting bagi umat Islam.”

“Sekarang mereka lebih tahu, kenapa faktor sertifikasi halal, karena tanggung jawab produsen dan P3H, bukan dipaksakan,” jelasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *