Bisnis

AFPI Edukasi Fintech Lending ke100 Pekerja Migran Indonesia di Hong Kong

thedesignweb.co.id, Jakarta Asosiasi Fintech Indonesia (AFPI) menegaskan misinya untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat, khususnya pekerja migran Indonesia. Kali ini, AFPI diminta mengikuti acara orientasi pekerja migran Indonesia untuk mengedukasi lebih dari 100 pekerja migran tentang dasar-dasar fintech lending.

Bertempat pada tanggal 29 Oktober 2024 di kantor KJRI Hong Kong, kegiatan edukasi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman komprehensif kepada pekerja migran mengenai layanan keuangan digital, khususnya fintech lending. Materi yang disampaikan antara lain cara memilih penyedia layanan fintech pinjaman terpercaya, tips mencegah penipuan, manfaat dan risiko menggunakan layanan ini.

“Kami memahami bahwa pekerja migran memiliki kontribusi yang besar terhadap perekonomian Indonesia, sehingga kami diminta untuk memberikan mereka pendidikan keuangan yang tepat agar mereka dapat menggunakan teknologi keuangan secara bijak dan bertanggung jawab,” kata Kepala Pendidikan, Literasi dan Penelitian AFPI, Marcella. Wijayanti. Senin (4/11/2024).

Harapannya, para pekerja migran dengan keterampilan yang memadai dapat terhindar dari bahaya penggunaan jasa keuangan yang tidak bertanggung jawab, lanjutnya.

KBRI Hong Kong menyambut baik inisiatif AFPI. Mereka sangat mengapresiasi upaya AFPI dalam mendidik pekerja migran dan berharap dapat melanjutkan kerja sama tersebut.

AFPI berencana mendistribusikan materi pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan pekerja migran Indonesia ke KJRI Hong Kong. Ke depan, AFPI bersedia bekerja sama dengan KBRI atau KJRI untuk mendukung edukasi teknologi dan kegiatan literasi keuangan bagi pekerja migran Indonesia.

Partisipasi AFPI dalam Hong Kong Fintech Week menunjukkan bahwa industri fintech Indonesia telah mengalami kemajuan yang signifikan. Dengan dukungan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pemerintah, serta komitmen tinggi para anggota fintech lending, sektor fintech Indonesia terus berinovasi dan memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian nasional, sekaligus menjadi yang terbaik di dunia. dunia. mempraktikkan pinjaman fintech.

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui pinjaman online ilegal (pinjol) dan perjudian online (judol) masih marak di Indonesia. Sebab, literasi keuangan digital masih rendah.

Djoko Kurnijanto, Kepala Departemen Pengaturan dan Perizinan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD), menjelaskan, berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2024, meskipun ada adalah mengalami peningkatan, masih tergolong rendah

Hasil SNLIK tahun 2024 menunjukkan indeks literasi keuangan penduduk Indonesia baru mencapai 65,43 persen, dan indeks inklusi keuangan sebesar 75,02 persen.

“Sumber permasalahan di media saat ini adalah karena rendahnya literasi keuangan digital. Mereka menggunakan aplikasi Judol, banyak masyarakat yang menerima, misalnya pinjol ilegal dan aplikasi lainnya. Perlu berbenah,” kata Djoko dalam acara National Media Gathering Bulan Fintech, Jakarta, Senin (4/11/2024).

Teknologi digital yang pesat saat ini membuat masyarakat dapat dengan mudah melakukan transaksi keuangannya hanya dengan menggunakan smartphone. Namun hal tersebut tidak diimbangi dengan memahami risiko yang mungkin timbul jika Anda melakukan transaksi, baik itu pinjaman atau hal lainnya.

“Satu-satunya pertanyaan adalah, apakah penyedia layanan bertanggung jawab atas telepon seluler ini? Dan sebaliknya, apakah kita, orang-orang yang menggunakannya, tanpa memandang usia atau jenis kelamin, memahami implikasi risiko yang kita ambil dengan telepon kita?”

Selain itu, ia kembali menegaskan bahwa kemudahan melakukan transaksi keuangan melalui teknologi seperti kecerdasan buatan, blockchain, dan cryptocurrency menawarkan peluang besar di era digital modern. Namun dibalik kemudahan tersebut terdapat bahaya yang patut Anda waspadai. Inilah sebabnya mengapa meningkatkan literasi keuangan digital sangatlah penting.

“Bagaimana kita meningkatkan literasi keuangan digital? Itu yang paling penting. Kalau kita bicara digital, maka kemungkinan besar ada orang yang disalahgunakan atau dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Jadi uang digital itu hilang. Kita ingin mengikutinya. dalam BFN kali ini, ‘Kita bisa saling mengingatkan bahwa AI, blockchain, dll di balik kenyamanan keberadaannya, masih ada kemungkinan risiko yang harus diketahui bersama. Itulah cara kita berbenah,’ tutupnya.

Sejumlah mahasiswa Universitas Gunadarma terjebak utang pinjaman online (Pinjol). Hal ini terlihat saat para korban mengadukan nasib tersangka berinisial IM yang merupakan teman sekelasnya di Perguruan Tinggi Gunadarma, Depok.

Di antara para korban, Farikh menceritakan bahwa awalnya ia mengenal korban I.M. seperti teman sekelas yang merupakan murid berprestasi. IM meminta bantuan korban dalam memberikan informasi korban saat berinteraksi dengan platform digital.

“Saya memberikan informasi itu karena saya percaya, dia sering membantu saya soal kuliah, dan akhirnya saya bantu tanpa sukarela,” kata Farikh, Senin (28/10/2024).

Tampaknya tersangka memanfaatkan kebaikan korban dengan menggunakan informasinya untuk meminjam uang. Korban disuruh tersangka mengunduh limit kredit Rp 2 juta dan mengajukan permohonan.

“Jadi caranya mengaku punya proyek lalu butuh informasi investigasi baru. “Dia temanku, jadi aku membantunya,” kata Farikh.

Korban mempertanyakan uang tersebut dan ternyata itu adalah pinjaman. Meski tersangka berjanji akan membayar pinjaman tersebut dengan mencicil setiap bulan, namun ia tidak memenuhi tenggat waktu.

“Saya terpaksa menutup akun saya, saya masih terlibat di dalamnya,” jelas Farikh.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *