Mengenal 3 Strategi Investasi di Pasar Saham
thedesignweb.co.id, Jakarta – Ketiga strategi investasi saham yang biasa disebut strategi nilai, pertumbuhan, dan momentum memiliki kelebihan dan risiko. Namun, strategi investasi ini seringkali bergantung pada tujuan investasi dan profil risiko masing-masing investor.
Mengutip riset PT Ashmore Asset Management Indonesia, strategi investasi nilai biasanya melibatkan pencarian saham-saham yang undervalued. Artinya saham tersebut diperdagangkan pada harga rendah dan terdapat opsi beli dengan keyakinan bahwa pasar akan mengapresiasi harga saham tersebut karena mekanisme pasar.
Investor terkenal yang menggunakan strategi ini adalah miliarder Warren Buffett. Secara historis, strategi ini menawarkan hasil investasi jangka panjang yang menarik. Strategi investasi ini cenderung memiliki kinerja yang lebih baik dalam jangka panjang, namun bisa menjadi lebih lemah selama periode pertumbuhan ekonomi yang pesat dan investor lebih memilih saham-saham yang lebih berisiko dan memiliki pertumbuhan yang lebih tinggi.
Pada saat yang sama, strategi investasi pertumbuhan sering kali dicari oleh perusahaan dengan potensi pertumbuhan yang signifikan. Perusahaan biasanya menginvestasikan kembali keuntungannya dibandingkan membagikan dividen.
“Valuasinya cenderung lebih mahal karena investor tetap optimis terhadap perusahaan-perusahaan tersebut, artinya investor akan membeli saham meski dengan harga tinggi secara historis dengan keyakinan bahwa pertumbuhan pesat akan terus berlanjut di masa depan,” ujarnya.
Contoh investor yang menggunakan strategi ini adalah Cathie Wood, pendiri dan CEO ARK Invest, yang berfokus pada investasi pada perusahaan yang inovatif dan berkembang tinggi.
Strategi investasi ini biasanya berhasil dengan baik di pasar negara berkembang, namun cenderung lebih fluktuatif selama krisis ekonomi dan terbatasnya likuiditas.
Terakhir, strategi investasi yang dipercepat ini berbeda, artinya penilaian dan analisis fundamental kurang berperan, dan investor dengan gaya ini lebih mengandalkan analisis teknis.
Hal ini terjadi dengan asumsi bahwa harga saham mengikuti tren tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh investor. Gaya investasi ini sering kali mengarah pada banyak perdagangan sampingan. Salah satu investor yang menggunakan strategi ini adalah Richard Driehaus yang sering disebut sebagai bapak investasi leverage.
“Strategi investasi ini mungkin lebih menguntungkan dalam jangka pendek, namun paling berisiko di antara strategi lainnya,” ujarnya.
Meskipun pasar saham yang meningkat dapat memberikan keuntungan besar, hal sebaliknya juga terjadi. Selama bertahun-tahun, ketiga strategi investasi ini telah menunjukkan hasil yang berbeda dalam siklus yang berbeda.
Ashmore mencontohkan, dengan melihat 10 tahun terakhir di pasar saham AS, Anda bisa melihat perbedaan dalam strategi investasi ini. Dari tahun 2014 hingga 2019, strategi pertumbuhan moderat ditandai dengan suku bunga rendah dan tren digitalisasi global, dengan saham FAANG yang mendorong sebagian besar keuntungan dan strategi investasi baru yang memimpin.
Pada tahun 2019-2021, stimulus fiskal dan keuangan yang besar-besaran akibat penyebaran penyakit Covid-19 dan kondisi suku bunga yang sangat rendah menyebabkan reli saham yang kuat dan strategi investasi pertumbuhan yang tidak efektif.
Sedangkan pada tahun 2022 akan terjadi penyesuaian pasar saham karena tingkat suku bunga, selain ketegangan geografis yang mengurangi risiko pasar, bibit juga meningkat pesat. “Strategi investasi nilai lebih baik saat ini,” ujarnya.
Sejak resolusi tahun 2022, pasar saham menguat sebagian besar karena antusiasme terhadap teknologi kecerdasan buatan. Strategi investasi pertumbuhan lebih baik dalam hal ini.
Ashmore melihat pasar mengharapkan penurunan suku bunga ke depan dan melihat situasi yang lemah kemungkinan besar terjadi karena investor mungkin mencari kualitas dan nilai seiring dengan melambatnya perekonomian AS.