Berita

Kejagung Pastikan Komitmen Dukung RUU Perampasan Aset

thedesignweb.co.id, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan komitmen negara terhadap kompensasi kerugian akibat pengungkapan tindak pidana korupsi dan pencucian uang (TPPU). Rancangan undang-undang penyitaan aset juga sedang dipertimbangkan untuk lebih memperkuat upaya ini.

“Ya, kami punya bukti bahwa kami sekarang memiliki lembaga pemulihan aset. Ya, sepertinya begitu. Kami punya lembaga pemulihan aset, artinya bisa ditentukan. Bagaimana kita terikat? Komitmen kami kuat, kata Kepala Jaksa Agung Pinkam Harley Srigar di Kejaksaan Agung Jakarta Selatan.

“Iya kalau disahkan menjadi undang-undang, saya kira akan kuat ya,” lanjutnya.

Harley mengaku belum mengetahui sejauh mana DPRI membahas RUU penyitaan aset tersebut. Namun Badan Pemulihan Aset (BPA) menjalankan tugas dan fungsinya untuk melindungi keuangan negara.

“Iya saya kira akan terus berlanjut, maksudnya apa kebijakan pemerintah.” Dan ya, saya tidak tahu di mana sekarang, tapi itu masih terjadi,” kata Harley.

Sebelumnya, Direktur Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Mancomham) Andy Agtas mengatakan pemerintah akan mengajukan kembali rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset pada tahun 2025 ke DPRI. Hingga saat ini, RUU tersebut belum pernah diperdebatkan meski sudah beredar sejak tahun 2012.

Kita lihat saja, karena paragraf pembukanya belum kita susun. Lagi-lagi pemerintah sekarang sudah melimpahkan ke DPR. Sebelumnya saya masih di sana dan menugaskan akademi untuk membahasnya. untuk masuk ke pembahasan waris, nanti kita akan hubungi lagi ke presiden, apakah diteruskan atau tidak,” kata Inde di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kanangan, Jakarta Selatan, pada Rabu. (18 September 2024).

Menurut Andy, pemerintah tengah membahas kelanjutan RUU penyitaan DPRI dalam Program Legislatif Nasional atau Proglanas 2025.

“Itulah yang sedang kami diskusikan saat ini,” kata Andy.

 

Wakil Ketua Komite III DPR RI Ahmed Sahroni mengungkapkan rancangan undang-undang (RUU) tentang perampasan aset akan banyak dibahas di DPR RI mendatang.

Meski Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta RUU tersebut segera diselesaikan, Sahruni menjelaskan sisa waktu sidang DPRI 2019-2024 sangat terbatas.

“Tinggal beberapa hari lagi masa uji coba ini berakhir, sehingga sangat mungkin pada masa uji coba berikutnya, pada fase baru,” kata Sohruni di Universitas Borobudur, Jakarta, Minggu (9/8/2024).

Sohruni diketahui memperoleh gelar doktor di Universitas Borobudur dengan tesis tentang korupsi. Menurutnya, hukuman penjara tidak akan efektif dalam memberantas tindak pidana korupsi.

Oleh karena itu, ia menilai prinsip ultimatum penyelesaian dalam penanganan perkara korupsi perlu dipatuhi agar dapat mengatasi kerugian negara sebesar-besarnya. Namun menurutnya, penyitaan harta benda dan tuntutan ganti kerugian negara merupakan dua hal yang berbeda.

Selain itu, kata dia, korupsi masih terjadi dimana-mana. Oleh karena itu, menurutnya, yang perlu dilakukan adalah melakukan upaya untuk meminimalisir kerugian negara serta memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan.

“Paling tidak (tesis) melakukan ini secara strategis, mungkin 5-10 tahun ke depan masyarakat akan mencoba, undang-undang menekankan pada proses ultimatum,” ujarnya.

 

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mendorong DPRI segera menuntaskan pembahasan dan pengesahan RUU penyitaan aset yang dinilainya mendesak.

“Saya mengapresiasi langkah cepat DPR dalam menyikapi situasi yang berkembang (kaji ulang undang-undang pilkada). Respon cepat adalah hal yang baik, sangat bagus dan saya harap bisa diterapkan pada persoalan-persoalan lain. Seperti hal-hal yang mendesak, tentang RUU “Aset” UU Penyitaan,” kata Jokowi pada Selasa, 27 Agustus 2024.

Ia mengatakan RUU Penyitaan Aset sangat penting untuk memberantas korupsi di Indonesia sehingga ia berharap RUU ini bisa segera diselesaikan melalui DPR.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *