Bisnis

Jadi Pukulan Telak, Pedagang Kelontong Keberatan Aturan Baru Penjualan Rokok

Liputan6.com, Jakarta Para pedagang makanan menolak keras program kemasan rokok seragam tanpa merek sebagai salah satu peraturan yang diusulkan dalam proyek regulasi Menteri Kesehatan (proyek Permenkes).

Hingga saat ini, pendapatan toko kelontong sebagian besar berasal dari produk tembakau, sehingga akan mengakibatkan penurunan omzet yang signifikan jika diterapkan.

Junaidi, Ketua Umum Persatuan Pedagang Kelontong Sumenep (PPKSI) se-Indonesia, mengatakan penolakan tersebut sudah disampaikan ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) beberapa bulan lalu karena dinilai tidak adil bagi pedagang dan pedagang.

Junaidi menjelaskan, hampir 50% penjualannya berasal dari rokok, sehingga aturan ini akan menurunkan omzet mereka dan menyulitkan praktik penjualan mereka di daerah tersebut.

“Bukan hanya kami yang didiskriminasi, kenyataannya kami Madura akan membuat kekacauan di lapangan dengan retorika keseragaman kemasan rokok ini. Tapi bagaimana kami menjual berbagai jenis rokok? Kemenkes harusnya punya kebijaksanaan. ujarnya, Selasa (26/11/2024) dikutip.

Junaidi mengatakan, pihaknya dan pedagang lainnya serentak menolak peraturan tersebut, mulai dari PP No. 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) dan penggantinya, rancangan peraturan Menteri Kesehatan yang akan mempersulit penjualan rokok. di lapangan.

Junaidi juga menegaskan, alasan berbagai pembatasan produk rokok legal adalah karena rokok ilegal semakin banyak beredar di pasaran.

“Apalagi produk rokok ini legal, sudah ada yang mengujinya di Mahkamah Konstitusi, itu produk legal, jadi tidak boleh dilakukan pembatasan.” Omzet kita pasti akan berkurang karena rokok ini menarik produk lain untuk dijual. “Kalau penjualan rokok turun, yang lainnya pasti turun,” tutupnya.

 

Senada, I Ketut Budhyman, Ketua Umum Asosiasi Tembakau Indonesia (AMTI), mengatakan ada jutaan orang yang secara langsung maupun tidak langsung bergantung pada industri tembakau.

Dengan kontribusinya yang sangat besar selama ini, inisiatif Kementerian Kesehatan berpotensi mengatasi dampak ekonomi sebesar Rp308 triliun dan akan mengganggu banyak sektor terkait.

“Ini bertentangan dengan Asta Cita Presiden Prabowo yang target pertumbuhan ekonominya 8% dan tarif pajaknya akan terganggu. Jika peraturan ini disetujui, maka 2,2 juta pekerjaan akan hilang. “Kami berharap pemerintahan baru akan lebih memperhatikan sektor tembakau dan menghentikan perdebatan serta mempertimbangkannya terlebih dahulu.

 

Budhyman juga menegaskan, penurunan target cukai rokok pada tahun sebelumnya merupakan dampak dari tekanan pemerintah terhadap daya dukung industri tembakau.

Kemasan rokok yang seragam dan tidak bermerek akan semakin memberikan tekanan pada berbagai sektor industri tembakau, tidak hanya pada produsen, namun juga pada konsumen yang akan kehilangan hak atas informasi mengenai produk yang dijual.

“Tidak hanya produsen dan pekerja, tapi juga konsumen karena tidak bisa mengenali merek sehingga akan membuat produk legal dan ilegal terlihat sama.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *