Bisnis

Rupiah Dibuka Loyo dari Dolar AS, Investor Menanti Data Tenaga Kerja AS

 

Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah diperkirakan melemah terhadap dolar AS pada perdagangan Jumat. Pelemahan rupee sejalan dengan ekspektasi laporan ketenagakerjaan Non-Farm Payments (NFP) AS yang menunjukkan penguatan signifikan.

Pada awal perdagangan, rupee melemah 97 poin atau 0,63 persen menjadi Rp 15.526 per dolar AS dibandingkan penutupan sebelumnya sebesar Rp 15.429.

Analis Vori Brother Bank, Roli Nova dikutip Antara mengatakan, “Penurunan rupee hari ini didorong oleh data ketenagakerjaan AS yang positif dan penguatan indeks dolar di tengah ketegangan yang sedang berlangsung di kawasan Timur Tengah.” Jumat (10.04.2024).

Data non-farm payrolls (NFP) AS hari ini diperkirakan meningkat 150.000 di bulan September, dari 142.000 di bulan Agustus.

Sementara itu, ADP melaporkan sektor bisnis swasta AS menambah 143.000 pekerjaan pada September 2024, terbesar dalam tiga bulan. Jumlah tersebut juga melampaui ekspektasi sebesar 120.000 pekerjaan setelah kenaikan sebesar 103.000 pada bulan Agustus. Nuansa Timur Tengah

Selain faktor eksternal, ketegangan geopolitik yang sedang berlangsung di Timur Tengah turut berkontribusi terhadap apresiasi rupee, tambah Rowley.

Kurangnya sentimen positif di dalam negeri membebani Rs. Data penting seperti cadangan devisa dan survei konsumen baru akan dirilis minggu depan, sehingga tidak akan banyak berdampak pada pergerakan mata uang.

Roli memperkirakan rupee hari ini akan berfluktuasi antara Rp 15.400 dan 15.475 per dolar.

Bank Indonesia (BI), Badan Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) resmi meluncurkan Central Counterparty (CCP) baru pada Senin, 30 September 2024. 

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiu CPC telah mengumumkan rencana untuk meningkatkan transaksi non-delivery forward (DNDF) domestik dari saat ini $100 juta per hari menjadi $1 miliar per hari pada tahun 2030, atau 900%. Sebagai catatan, transaksi DNDF merupakan transaksi derivatif mata uang asing di pasar domestik dalam bentuk kontrak forward dengan mekanisme tetap.

“DNDF saat ini hanya $100 juta per hari, jadi kita seharusnya malu pada diri kita sendiri. Mari kita tingkatkan menjadi $1 miliar per hari dalam lima tahun,” kata Perry pada peluncuran Central Counterparty (CCP). Pada Senin (30/9/2024).

Sedangkan transaksi repurchase agreement atau repo pasca BPK akan meningkat dari saat ini sekitar Rp 14 triliun menjadi Rp 30 triliun dalam lima tahun ke depan atau 114,28%.

“Dari Rp14 triliun menjadi Rp30 triliun per hari pada tahun 2030,” jelas Perry.

Parry juga mencatat bahwa peningkatan transaksi DNDF dan Repo akan meningkatkan aktivitas transaksi karena risiko yang terlibat dalam berbagai transaksi dengan CCP akan lebih rendah dibandingkan skema anti-pemalsuan yang dilakukan sektor keuangan saat ini.

“Karena terpusat dengan penyelesaian tertutup, kita bisa mengurangi risiko antar pihak, yaitu risiko kredit yang sangat tinggi.”

CPC merupakan organisasi yang melakukan penyelesaian dan pembaharuan pinjaman (renewal) dalam transaksi para anggotanya. CPC ini dibentuk berdasarkan amanat Pembinaan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) UU 4 Tahun 2023 dan amanah yang diberikan kepada anggota Dewan Stabilitas Keuangan G20.

8 bank yang menjadi pemegang modal utama dan penyimpan CPC adalah CPC Mandiri, BRI, BNI, BCA, CIMB Niaga, Danamon, Maybank dan Permata. Pada Agustus 2024, mereka sepakat untuk membentuk central counterparty (CCP) di pasar uang dan pasar valuta asing (PUVA).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *