Menteri Hanif Faisol Minta Pemulihan Tanah Tercemar Minyak di Riau Dikebut Menjadi 2026
thedesignweb.co.id, Batavia – Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Perlindungan Lingkungan Hidup (BPLH) Pemerintah Hanif Faisol Nurofik meminta percepatan remediasi Lahan Terkontaminasi Minyak (TTM) seluas 930 hektare di 250 titik di Kabupaten Siak, Provinsi Riau. . Hingga 2 tahun
Hal itu dilakukan Hanif Faisal pada Minggu (24/11/2024) saat mengunjungi Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Grande (Tahura), Provinsi Riau.
Dalam kunjungan tersebut, Hanif menekankan pentingnya mengatasi permasalahan pencemaran minyak akibat eksplorasi minyak era Chevron pada tahun 1950-an.
“Chevron secara teknis bertanggung jawab, namun sesuai prinsip ‘return to the cleaner’, pemerintah menggandeng Pertamina dalam upaya pemulihan ini. Saya minta roadmap tersebut dipercepat ke tahun 2026 yang semula ditargetkan selesai pada tahun 2030,” kata Hanif.
Menurut dia, proses pemulihan bisa dilakukan dengan teknik sederhana, tanpa perlu kajian jangka panjang, mengingat dana yang dibutuhkan sudah tersedia. Sekitar 930 hektar lahan telah diprioritaskan untuk restorasi, dan hal ini memerlukan tindakan segera.
“Kami memberikan rekomendasi untuk mempercepatnya sehingga pemulihan bisa lebih cepat karena banyak yang kami lakukan,” ujarnya.
Selain menggarap restorasi lingkungan, Hanif Tahura Sultan juga menekankan pada perlindungan habitat satwa liar di Syarif Hasyim. Tahura merupakan rumah bagi spesies langka seperti gajah, harimau, beruang, dan tapir.
“Hewan-hewan ini merupakan kebanggaan Indonesia. Kita perlu menjaga habitatnya dengan baik, bahkan beradaptasi dengan aktivitas manusia, seperti menunda panen jika berada di sekitar harimau atau gajah,” jelasnya.
Hanif juga mengkritisi luas perkebunan kelapa sawit di Riau yang mencapai hampir 4 juta hektar. Menurutnya, penilaian yang ketat harus dilakukan untuk menjamin kelestarian lingkungan.
“Perkebunan sawit harus mencapai standar hijau. Jika tidak memenuhi baku mutu lingkungan, kami akan menerapkan sanksi, termasuk pembatalan izin,” jelasnya.
Lebih lanjut, Hanif menekankan pentingnya sinergi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan untuk menjaga keanekaragaman hayati dan kestabilan ekosistem di Riau.
“Untuk sawit di Riau ini besar sekali, kita juga perhatikan industri tanpa perkebunan, kita coba lakukan registrasi. Kita lakukan, diminta atau tidak. Untuk menerapkannya, kita kita pastikan standar kualitasnya,” jelasnya. .
Menurutnya, alam di Indonesia sangat bagus, kata Hanif, saat ini kita perlu banyak berdoa secara samar-samar. Kalau memang perlu dihilangkan, hapus saja, karena jika setiap detailnya dihilangkan, bagaimana cara menjaga lingkungan, dapat merusak penampilan lingkungan.
“Kami sudah instruksikan kepada perwakilan PPKL untuk menetapkan standar terkait industri kelapa sawit yang tidak memiliki perkebunan, sehingga standar tersebut justru akan lebih rendah dari standar mutu yang kami tetapkan secara nasional,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa monokultur kelapa sawit dapat memberikan tekanan besar terhadap lingkungan sehingga memerlukan pengelolaan yang lebih hati-hati.
“Hampir 4 juta hektare hutan di Riau ditutupi kelapa sawit. Yang terpenting adalah menyelamatkan satwa di Riau karena masih banyak satwa besar yang terancam punah,” tutupnya.