Jalin Asmara di Usia Belia, Ini Surga dan Petaka yang Mengintai Remaja
thedesignweb.co.id, Jakarta – Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada masa ini, remaja usia dewasa (ABG) mulai merasakan getaran cinta.
Tak jarang, kisah cinta di sekolah mulai mengalir ke hubungan romantis. Namun, di balik indahnya cinta, terdapat masalah bagi kaum muda.
Kepala SMKN 1 Dawan, Subang, Jawa Barat, R. Menurut Eris Garini, hal itu baru diumumkan di media sosial.
Dalam video yang diunggah di akun TikTok SMKN 1 Dawuan, Eris membahas tentang pacaran di depan siswa sebagai direktur festival di masa mudanya. Menurutnya, berpacaran di usia muda adalah pilihan yang buruk. Sebab kontak non fisik bisa menimbulkan berbagai masalah.
“Nak, pikirkanlah tentang punya tujuan, jika kamu tetap bersosialisasi apakah tujuanmu akan tercapai? Itu tidak bisa dilakukan karena pacarmu sudah mengurungmu sejak kamu mulai berkencan, kamu tidak bisa berkencan, kamu harus selalu muncul, kamu bosan seperti itu, lho, ya sayang?” Eris kata murid-muridnya dalam sebuah video yang ditonton 2,4 juta kali pada hari Senin. (25/11/2024).
Hal tersebut mendapat jawaban dari psikolog anak Seto Mulyadi yang menurutnya bisa melihat hubungan tersebut dari beberapa sudut pandang.
“Dari sudut pandang tertentu, tidak benar jika dikatakan masuk Islam itu salah karena mendekatkan diri pada keburukan dan sebagainya. Buatlah teman yang istimewa,” kata seseorang yang akrab dengan Kak Seto dalam panggilan Liputan6 Kesehatan. com. Sabtu (23/11/2024).
Dengan kata lain, jika generasi muda menggambarkan hubungan tersebut sebagai persahabatan yang baik dan baik, maka itu bagus.
“Di masa mudanya, seseorang butuh teman dekat, sahabat, tapi juga teman yang bisa dipercaya, untuk mengurangi stres dan berbagi masalah,” kata Kak Seto.
Sementara Kak Seto melanjutkan ucapan Eris dalam video tersebut sebagai contoh kontak non fisik.
“Jadi yang diutarakan dalam video itu adalah contoh over (pacaran) yang selalu bergantung pada satu orang, lalu tidak mau berinteraksi dengan orang lain, itu sulit, terlarang, harusnya ditampilkan dengan buruk.”
Oleh karena itu, lanjut Kak Seto, meski silaturahmi bernuansa silaturahmi, ada batasannya, ada kesamaannya, dan bisa berkomunikasi dengan teman lain, tanpa saling melarang, ada unsur kesehatan mental. . .
Hubungan yang sehat antar generasi muda dapat membangun rasa percaya diri, mengurangi kecemasan atau depresi, serta menumbuhkan semangat belajar.
“Ada juga sebagian orang yang dekat karena ada yang termotivasi oleh kekasihnya sehingga selalu melakukan kegiatan keagamaan, saat salat, puasa, bersedekah, dan lain-lain.”
Menurut Kak Seto, Haniwa Hasna, pengacara senior sekaligus pelaku kejahatan tersebut.
Menurutnya, ada sisi positif dalam menjalin hubungan antar remaja jika dilakukan di bawah bimbingan dan pengawasan orang tua.
“Hubungan remaja bisa membuahkan hasil yang positif jika dilakukan dengan baik, dengan batasan yang jelas serta bimbingan dan pengawasan orang tua. Tentu saja dalam menjalin hubungan, remaja belajar membangun hubungan dengan orang lain,” ujar perempuan bernama Iva itu kepada Health thedesignweb.co.id dalam keterangannya. ditulis pada hari Sabtu (23/11/2024).
Hubungan yang sehat dan positif merupakan salah satu cara generasi muda membangun kepercayaan, berdebat, dan belajar menghargai satu sama lain. Situasi ini membantu generasi muda untuk memahami dinamika hubungan antarmanusia.
Hubungan yang kuat dan suportif juga membantu mengembangkan keterampilan komunikasi, mengungkapkan ide, mendengarkan pendapat orang lain, dan menyelesaikan konflik.
“Keterampilan komunikasi ini berguna untuk kehidupan sosial mereka di masa depan,” kata Iva.
Aspek positif lainnya adalah penanaman rasa cinta dan perhatian, serta motivasi pengembangan diri. Sebab dalam hubungan yang sehat terdapat rasa saling mendukung dalam mencapai tujuan dalam kegiatan pendidikan dan rekreasi.
Ingat, situasi ini sangat sulit karena generasi muda tidak tertarik pada pendidikan dan pengembangan diri.
“Anak-anak muda terbaik bertekad mencari jati dirinya lewat prestasi, karena gagal dalam bekerja membuat patah hati, apalagi gagal meraih prestasi dengan perjuangan, teman-teman itu sangat melukai perasaan,” kata Eva.
Sebaliknya jika hubungan tersebut dilakukan dengan cara yang negatif maka dapat menimbulkan dampak buruk bagi remaja.
Inilah yang ditakuti oleh orang tua dan guru dan mengapa mereka melarang remaja mereka untuk bersosialisasi.
Menurut Eva, masa remaja merupakan masa pertumbuhan dimana pikiran mereka belum matang dan rentan terhadap pengaruh negatif.
“Masa remaja merupakan masa pertumbuhan dimana mereka sedang mencari jati diri, belum matang secara emosi dan membawa dampak negatif,” jelas Eva.
Eva menambahkan, jika anak muda mulai berkencan, banyak konsekuensi yang bisa ditimbulkan:
Stres, depresi, dan perilaku destruktif bergantung pada sifat emosi.
Mengganggu proses belajar, karena fokusnya beralih ke membangun hubungan, membangun kepercayaan, percaya diri, menjalin ikatan dan menjaga permainan, yang sungguh menguras pikiran.
Ada perubahan dalam tanggung jawab sosial dan keseimbangan hidup, karena kaum muda lebih fokus pada hubungan daripada keluarga, teman, hobi, dan perilaku ini mempengaruhi keseimbangan hidup dan termasuk hubungan.
Hubungan cinta yang dibangun di usia muda tidak akan bertahan lama karena belum adanya landasan yang kokoh, belum adanya kedewasaan pikiran, perasaan maupun saling pengertian.
Selain kekurangan di masa lalu, interaksi sosial juga diyakini akan mendorong terjadinya tindakan kriminal.
Menurut Eva, ada beberapa faktor meski tidak selalu yang dapat menimbulkan situasi yang mengarah pada kejahatan, seperti:
Hal ini dapat menyebabkan hubungan yang buruk atau bahkan kekerasan karena ketidakstabilan emosi. Gaya komunikasi yang buruk atau pengaruh sosial yang negatif menyebabkan kekerasan (fisik, verbal atau seksual).
“Hal ini bisa jadi disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang hubungan yang sehat,” kata Eva. Impuls yang tidak terkendali
Dalam hubungan emosional, ada konflik yang disebabkan oleh rasa cemburu atau ekspresi tidak cinta. Hal ini dapat menyebabkan perselisihan, kekerasan dan perusakan harta benda.
“Karena generasi muda tidak bisa menyelesaikan konflik, mereka bisa melakukan pekerjaan yang serius.” Pelecehan seksual
Media game mungkin merupakan tempat salah satu pihak merasa terhubung dengan hubungan karena hormon yang kuat dan keinginan untuk mencoba hal baru.
“Kalau tidak dikendalikan, akan mengarah pada pelecehan dan kekerasan. Ya, di era komputer ini, lebih mudah melakukan kejahatan yang berkaitan dengan perempuan. Saat ini, separuh remaja melakukan sexting dan memposting hal-hal pribadi.”
Biasanya hal ini terjadi jika hubungan berakhir buruk, pihak yang menjadi korban bisa membagikan foto atau video pribadi sebagai bentuk hukumannya, perilaku tersebut masuk dalam ranah pidana, jelas Iva.
Selain itu, kontak non fisik bisa membuat generasi muda cuek dan marah, kata Kak Seto.
“Anak muda menjadi ceroboh, mudah marah, atau mengarah pada lebih banyak hal yang tidak pada waktunya.”
Dalam video viral tersebut, Eris mengatakan, anak yang tidak memilih berkencan lebih baik dalam berpikir.
“Anak-anak yang memilih tidak bersosialisasi di usia sekolah lebih sehat. Lihat teman dekatnya, mereka mengeluh. Dia sakit jiwa, jangan sayang, jangan gila,” kata Eris.
Menanggapi hal tersebut, Kak Seto mengatakan bahwa cara berpikir anak muda tentang pacaran tidak bisa dilebih-lebihkan.
Menurutnya, jika generasi muda terus belajar, bersosialisasi dengan banyak teman, maka kesehatan mentalnya akan tetap terjaga.
Dengan kata lain, konteksnya tidak relevan.
Sebaliknya, generasi muda yang kurang bersosialisasi tidak selalu berada dalam kondisi mental terbaik. Misalnya anak muda tidak bersosialisasi tetapi tidak melakukan aktivitas tertentu, dan hanya menghabiskan waktu dengan gadget atau ahlinya, maka itu tidak baik.
“Kalau tidak dilakukan, berarti tidak sehat. Dia sibuk, terpaku pada peralatannya, tidak belajar, tidak mau berusaha untuk masa depannya, itu saja. Jadi tidak ada bandingannya.”
“Kalau anak muda tidak punya teman, tapi tetap punya kreativitas dan minat belajar, itu bagus. Tidak ada tandingannya,” jelas Kak Seto.
Menurut Kock Seto, Eva mengatakan, kondisi mental seorang remaja bergantung pada banyak faktor.
“Masa remaja bukan tentang kondisi mental yang baik, tapi tergantung banyak faktor seperti pola asuh dan hubungan dengan orang tua, hubungan sosial, sikap positif dan kepercayaan pada diri sendiri,” kata Eva.
“Jadi, tidak semua anak muda menderita penyakit jiwa, dan tidak semua anak muda sehat jasmani.”
Setidaknya Hawa sukses, generasi muda tidak terhubung untuk menghindari konflik emosional dengan pasangannya, lebih fokus pada pengembangan diri, mengurangi risiko depresi, memiliki media sosial, dan analisis informasi pribadi.
Menavigasi masa remajanya, remaja membutuhkan bimbingan orang tuanya. Orang tua hendaknya menjadi sahabat remaja ketika mereka mulai mengetahui apa artinya mencintai seorang pria.
“Orang tua memandang dirinya sebagai sahabat, jadi selain dekat sama dia, kamu juga dekat dengan bapak dan ibu. untuk ibunya,'” jelas Kak Seto. .
“Interaksi sosial dalam konteks positif membuat mereka sehat mental, menumbuhkan semangat belajar, mewujudkan impian, mempersiapkan masa depan.”
Oleh karena itu, lanjutnya, orang tua mempunyai peran penting tidak hanya sebagai sahabat anak, namun juga sebagai sahabat yang memberikan bimbingan melalui diskusi dan cara-cara demokratis lainnya.
“Jangan stres, jangan memaksa, harus ada komunikasi yang baik dalam keluarga,” tutupnya.