Berita

Majelis Hakim Ingatkan JPU untuk Imbang dalam Sidang Kasus Dugaan Korupsi Timah

Liputan6.com, Jakarta – Majelis Hakim dalam lanjutan sidang kasus dugaan korupsi timah mengingatkan Kejaksaan (JPU) agar berimbang dalam menyajikan keterangan terkait alat bukti.

Pasalnya, dalam persidangan dengan terdakwa Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi, jaksa tidak mampu memaparkan laporan kerugian negara sebesar Rp300 triliun dari hasil Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Pertama, Kuasa Hukum (PH) Riza, Junaedi Saibih mengungkapkan, pihaknya tidak pernah dihadirkan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dan tidak dilampirkan dalam berkas perkara.

“Akibatnya tidak pernah diperlihatkan dan tidak dilampirkan dalam catatan perkara. Kami sebagai konsultan hukum tidak mampu menganalisis laporan tersebut,” kata Junaedi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis, 7 November 2024.

Junaedi pun bertanya kepada Pakar Hukum Bisnis Negara bidang Hukum Lingkungan Hidup, Kartono, apakah sudah diperlihatkan laporan pemeriksaan BPKP.

“Apakah para ahli pernah diperlihatkan hasil perhitungan BPKP tentang kerugian negara ketika para ahli dimintai keterangan dalam penyidikan?”

“Tidak pernah,” jawab Kartono.

Junaedi memastikan, jika laporan kerugian negara BPKP tidak dilampirkan pada berkas dan daftar alat bukti, maka jaksa tidak bisa menggunakan laporan BPKP sebagai alat bukti.

“Ini berakibat fatal. Karena laporan pemeriksaan BPKP belum pernah kita lihat, maka kita tidak bisa menjelaskannya kepada ahli, atau informasinya bisa menjadi bahan sengketa, padahal itu hasil perhitungan kerugian negara sebesar Rp. triliunan di sana,” jelas Junaedi.

 

Majelis Hakim juga mengingatkan Jaksa Penuntut Umum agar penyampaian keterangan alat bukti harus berimbang. Sebab, informasi tersebut tidak hanya diketahui oleh Jaksa Penuntut Umum, sedangkan penasihat hukumnya juga tidak memiliki laporan.

Majelis mengingatkan, laporan pemeriksaan BPKP penting untuk nasihat hukum sebagai bahan pembelaan dan merupakan hak terdakwa.

“Anda berhak mengetahui karena ini sidang umum, tidak ada yang ditutup-tutupi,” kata Hakim Rianto Adam Pontoh.

Pada persidangan sebelumnya, jaksa juga bungkam saat ditanya hakim soal kerugian lingkungan sebesar Rp 271 miliar dalam kasus dugaan korupsi timah.

Hakim menanyakan kepada Jaksa Penuntut Umum apakah kerusakan lingkungan akibat dugaan korupsi tersebut termasuk dalam wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT RBT.

“Rp 300 triliun Jaksa Penuntut Umum untuk kerusakan lingkungan hidup, dampak lingkungan hidup Rp 271 triliun masuk dalam IUP RBT,” kata Hakim, Rabu, 23 Oktober 2024.

 

Hakim juga mempertanyakan apakah perhitungan kerugian lingkungan sebesar Rp271 sudah termasuk kerusakan pada IUP PT RBT.

“Apakah perhitungannya semua IUP yang ada atau bagaimana kita bisa berpedoman? Karena yang dijelaskan itu IUP PT RBT,” tanya hakim kepada Kementerian Umum.

Saat ditanya hakim mengenai hal tersebut, jaksa hanya bungkam dan tidak menjawab pertanyaan yang diajukan hakim.

“Jadi perhitungan ahli ada beberapa kriteria, termasuk di luar IUP PT Timah, tapi ada keterkaitannya, nanti ahli akan menjelaskannya,” kata Kementerian Umum.

Kuasa hukum terdakwa pun menjawab akan mengkaji keterangan ahli yang menyatakan kerugian lingkungan sekitar 271 miliar rupiah.

Nanti bisa juga diuji di forensik, tapi yang kita lihat di sana berdasarkan laporan penindakan, dikatakan ada IUP mulia dan bukan IUP, jelas penasehat hukumnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *