Seleb

Teuku Rifnu Wikana Sebut Syuting Film Melukis Harapan di Langit India Seperti Liburan, Sering Cari Batu Cincin di Sungai

thedesignweb.co.id, Jakarta Ungkapan “minum air sambil menyelam” sepertinya cocok untuk Teuku Rifnu Wikana saat melakukan pemotretan di langit India. Rifnu menilai proses syutingnya seperti liburan karena mengambil lokasi di kawasan Kerinichi, Jambi.

Saat syuting film tersebut, Teuku Rifnu memanfaatkan waktu luangnya untuk berinteraksi dengan warga sekitar. Ia sering bermain di sungai yang konon mengandung batu alam dan emas.

“Untungnya, itu seperti perayaan selama kami tinggal. Setiap hari saya pergi ke sungai untuk mencari batu cincin. Emas terus mengalir. Saat saya mencari batu cincin saat salat, saya mendapat setumpuk emas,” kata Tengku Rifnu sambil tertawa di pusat gempa XXI di Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (12/10/2024).

“Kami benar-benar bersantai di sana, sungguh bahagia, keindahan alam. Jadi semoga energi yang kita terima bisa sampai ke penonton,” kata Teyuku Rifnu.

Berbicara mengenai peran, Teuku Rifnu memperlihatkan seluruh perannya dalam film ini. Meski tidak memiliki darah Minang, ia menggunakan aksen yang cukup kental untuk mencoba menjadi anggota suku tersebut.

“Tentunya, ketika Anda mendapatkan karakter apa pun, tanggung jawabnya bukan lagi bagaimana cara memainkannya. Tapi bagaimana saya bisa lupa kalau saya merasa berasal dari suku yang sama dengan Anda bermain,” kata Rifnu.

Menurut Rifnu, memerankan karakter dari latar belakang etnis tertentu bukanlah hal yang mudah. Ia mengenang sebuah film yang banyak dikritik karena dramanya tidak sesuai dengan pesan kesukuan.

“Pada dasarnya, ketika saya berperan mewakili suku tertentu, itu membawa tanggung jawab yang besar. Dulu ada film tentang daerah tersebut yang dramatisnya tidak tepat. “Di Kerenchi, saya setiap hari ngobrol dengan warga,” kata Rifnu.

Selain Teuku Rifnu, Atikah Hasiholan juga menjadi salah satu aktor yang tidak memiliki darah minang di film tersebut. Namun, dia mencoba yang terbaik, terus berlatih dan berbicara dengan sutradara, dan ternyata itu milik saya.

“Namanya forehand, tapi tidak harus sempurna. Solusinya praktik standar dengan sutradara milik saya,” kata Atika Hashiholan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *