WHO: Perubahan Iklim dan Banjir Meningkatkan Risiko Gigitan Ular Mematikan
thedesignweb.co.id, New Delhi – Masalah gigitan ular, yang menewaskan puluhan ribu orang setiap tahunnya, semakin memburuk akibat banjir yang disebabkan oleh perubahan iklim di negara-negara yang tidak memiliki cukup akses terhadap obat penawarnya.
Peringatan ini disampaikan pada Selasa (17 September 2024) oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Setiap tahunnya, sekitar 2,7 juta orang meninggal karena gigitan ular berbisa, dan sekitar 138.000 orang meninggal karena gigitan ular berbisa.
David Williams, pakar gigitan ular di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mengatakan kepada wartawan di Jenewa, Kamis (19/9), seperti dikutip Voice of America Indonesia, ada seseorang yang meninggal akibat gigitan ular setiap empat hingga enam menit.
Williams menambahkan, sekitar 240.000 korban gigitan ular menderita cacat permanen setiap tahunnya.
Bisa ular dapat menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian, gangguan pendarahan yang dapat mengakibatkan pendarahan fatal, gagal ginjal, dan kerusakan jaringan yang dapat mengakibatkan cacat permanen dan kehilangan anggota tubuh.
Dr Williams menekankan bahwa tidak hanya individu yang menjadi cacat akibat gigitan ular, namun seluruh keluarga bisa jatuh miskin karena mahalnya biaya pengobatan.
Misalnya, di Afrika Sub-Sahara, hanya tersedia 2,5% dari jumlah antivenom ular yang dibutuhkan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pada tahun 2019 bahwa banyak perusahaan farmasi telah berhenti memproduksi obat penawar racun yang dapat menyelamatkan nyawa sejak tahun 1980-an, sehingga menyebabkan kelangkaan yang parah di Afrika dan banyak negara Asia.
India adalah negara yang paling terkena dampaknya di dunia, dengan sekitar 58.000 orang meninggal akibat gigitan ular setiap tahunnya. Negara-negara tetangga seperti Bangladesh dan Pakistan juga terkena dampak signifikan.
Ketika banjir besar-besaran terjadi di negara-negara seperti Pakistan, Myanmar, Bangladesh, dan Sudan Selatan, jumlah gigitan ular juga meningkat.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah memperingatkan bahwa perubahan iklim kemungkinan akan menyebarkan ular berbisa ke wilayah yang sebelumnya tidak terkena dampak, sehingga meningkatkan risiko gigitan ular di negara-negara tersebut.