Deflasi 5 Bulan Beruntun: Emak-Emak Lebih Irit Belanja
thedesignweb.co.id, Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penurunan inflasi selama 5 bulan yang mencerminkan minimnya pembelian rumah tangga di pasar tradisional.
Sekretaris Jenderal Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Reinaldi Sarijovan mengatakan, transaksi di pasar tradisional masih terus berlangsung, terutama untuk kebutuhan pokok.
Hal ini menunjukkan daya beli mampu bekerja meski dalam kondisi deflasi selama 5 bulan berturut-turut.
Artinya, kebutuhan bahan pokok masih terserap oleh rumah tangga sehingga pengisian stok rumah tangga perlu dilakukan, kata Reinaldi kepada thedesignweb.co.id, Senin (10/7/2021). ).
Barang-barang yang dibeli sebagian berkisar pada kebutuhan pokok seperti beras, cabai, gula pasir, dan minyak goreng yang masih dibeli oleh ibu-ibu rumah tangga, ujarnya.
Namun Reinaldi mencatat volume pembelian lebih rendah dari biasanya.
“Namun volume pembeliannya sedikit menurun karena sebelum deflasi, rumah tangga biasa mendapatkan minyak goreng dalam kemasan biasa: kantong 2 liter, botol 2 liter,” jelasnya.
Ia menyebutkan, ibu-ibu yang berjualan di pasar kini hanya membeli minyak sebanyak 1 liter. Bahkan ada pula yang hanya mampu membeli paket kecil.
“Sekarang beli dalam jumlah besar hanya bisa 1 liter, 1 liter, atau bahkan seperempat liter. Nah, ini yang menurut kami (harus) kita fokuskan,” tutupnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sinta V. Kamdani mengatakan konsumsi dalam negeri cenderung melambat, dibuktikan dengan inflasi tahunan sebesar 1,84 persen pada September 2024.
Pada September 2024, inflasi bulanan juga sebesar 0,12 persen. Jumlah ini mengalami penurunan selama 5 bulan berturut-turut.
Shinta menilai inflasi tahunan sebesar 1,84 persen menunjukkan konsumsi rumah tangga melambat.
“Inflasi sebesar 1,84 persen jelas menunjukkan pertumbuhan konsumsi dalam negeri sangat lambat,” kata Shinta kepada thedesignweb.co.id, Senin (7 Oktober 2024).
Menurut dia, situasi tersebut dapat mengancam tren pertumbuhan ekonomi nasional di atas 5 persen. Selain itu, ada target serupa hingga akhir tahun 2024.
“Jika tingkat inflasi tetap terlalu rendah, maka bisa menjadi beban pemerintah untuk mencapai pertumbuhan di atas 5 persen pada akhir tahun,” ujarnya.
“Perlu disadari bahwa pertumbuhan perekonomian nasional sangat bergantung pada angka konsumsi dalam negeri. Jika tingkat konsumsi dalam negeri rendah, tentu akan sulit untuk merangsang pertumbuhan,” tambah Cinta.
Di sisi lain, para pelaku industri akan cenderung menahan langkah bisnisnya (wait and see) seiring dengan ekspansi bisnis. Para pemasar industri khawatir produknya tidak akan terserap oleh pasar konsumsi yang rendah.
“Jadi kami berharap pemerintah bisa menciptakan insentif-insentif yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja pasar,” pintanya.
Cinta menjelaskan, ada beberapa cara yang bisa dilakukan pemerintah untuk meningkatkan konsumsi, seperti dengan menurunkan suku bunga acuan.
Kita kemudian dapat mengembangkan kebijakan terobosan untuk menciptakan produktivitas industri, termasuk memfasilitasi investasi.
Khususnya dalam hal kemudahan penanaman modal, peningkatan kinerja ekspor, penguatan posisi UMKM dan upaya transformasi sektor ekonomi informal menjadi sektor ekonomi formal, sehingga pekerja di sektor informal mempunyai tingkat produktivitas dan kesejahteraan yang lebih baik (pembelian). power), sehingga pertumbuhan pasar dalam negeri semakin terpacu, akan sangat mendukung terciptanya tingkat pertumbuhan yang diinginkan,” jelasnya.