Hebat! Aplikasi Oculab Buatan Siswa Apple Developer Academy Deteksi TB 10 Kali Lebih Cepat
thedesignweb.co.id, Jakarta – Sejak pertama kali didirikan di Jakarta pada tahun 2018, Apple Developer Academy telah “menghasilkan” lebih dari 200 developer iOS berbakat.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, para mahasiswa Apple Developer Academy yang menyelesaikan program 9 bulan di akademi tersebut akhirnya mempresentasikan aplikasi tugas akhir mereka sebagai tanda kelulusan.
Di Jakarta, banyak siswa akademi yang berlokasi di Green Office Park, BSD, Tangsel, fokus pada proyek kesehatan.
Selain kesehatan, banyak mahasiswa yang mengerjakan proyek besar mereka untuk meningkatkan aksesibilitas bagi mereka yang memiliki kondisi kesehatan atau untuk mengatasi tantangan yang dihadapi oleh para profesional medis. Aplikasi Oculab, apa itu?
Salah satu proyek mahasiswa yang menjadi sorotan tahun ini adalah Oculab, sebuah aplikasi berbasis kecerdasan buatan (AI) yang bertujuan membantu tenaga medis mendeteksi bakteri tuberkulosis (TB) dalam sampel dahak.
Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia memiliki jumlah kasus tuberkulosis tertinggi kedua di dunia (Global TB Report, 2023).
“Salah satu tantangan utama dalam pengobatan TBC adalah proses pemeriksaan dahak yang memakan waktu antara 45 menit hingga 2 jam,” kata Luthfi Misbachul Munir, CTO tim pengembang Full Stack thedesignweb.co.id.
Ia menambahkan, “Dengan aplikasi Oculab ini, teknisi medis di puskesmas atau rumah sakit dapat mempersingkat prosesnya menjadi hanya 5-10 menit.”
Berbeda dengan metode konvensional yang mengharuskan teknisi laboratorium memeriksa 100 bidang pandang mikroskop secara manual, Oculab menggunakan video mikroskop dan teknologi kecerdasan buatan untuk mempercepat proses identifikasi.
“Kami menggunakan video, bukan gambar statis. Teknisi laboratorium hanya perlu mencatat perubahan bidang pandang, kemudian kecerdasan buatan akan menganalisisnya,” jelas Luthfi.
Setelah memproses video, aplikasi secara otomatis menghitung jumlah bakteri TBC dan menampilkan anotasi visual. Hasilnya diserahkan dalam format PDF untuk digunakan oleh laboratorium untuk pengujian lebih lanjut.
Kecepatan pengujian menjadi salah satu keunggulan utama aplikasi Luthfi dkk dibandingkan cara manual yang digunakan saat ini.
Dengan cara manual, teknisi harus melihat 100 bidang pandang satu per satu, yang tidak hanya memakan waktu tetapi juga proses yang membosankan.
“Proses manual bisa menyebabkan sakit leher dan ketegangan mata,” kata Luthfi. “Dengan Oculab, dari 45 menit menjadi 2 jam, kini hanya membutuhkan waktu 5 hingga 10 menit.”
Untuk menjamin keakuratan dan validasi medis, pengembang Okulab bekerja sama dengan beberapa institusi terkemuka, seperti: Laboratorium Mikrobiologi IMERI FKUI FKUI Eka Hospital BSD
Kolaborasi ini memungkinkan pengembang mengambil data dari 371 sampel dan lebih dari 1.000 anotasi bakteri untuk melatih model AI mereka.
“Kami juga mendapat banyak masukan dari para mentor dan dokter,” kata salah satu pengembang. “Kami ingin memastikan aplikasi ini memenuhi standar WHO dan Kementerian Kesehatan.”
Okulab memiliki potensi besar untuk diterapkan di seluruh Puskesmas dan Rumah Sakit di Indonesia. Langkah awal yang dilakukan adalah menguji aplikasi ini di wilayah Tangsel sebelum menyebar secara nasional.
Selain itu, pengembang juga berencana menjalin kerja sama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) agar aplikasi ini dapat digunakan secara resmi di institusi pelayanan kesehatan milik negara.