THE NEWS Marak Situs Jastip Ilegal Barang Murah China, Pemerintah Bakal Investigasi
Liputan.com, JAKARTA – Penutupan lintas negara dan larangan impor barang yang dipesan melalui sistem e-commerce online senilai $100 telah membuka celah bagi oknum lain untuk mendatangkan barang impor ilegal dari luar negeri, khususnya Tiongkok.
Sejumlah akun media sosial dan situs bermunculan untuk layanan pemantauan (justtip) pembelian barang impor murah China. Mereka menyediakan layanan impor barang dari China dengan biaya rendah
Temuan ini dibenarkan oleh Temi Satya Parmana, Pj Deputi UKM Kementerian Koperasi dan UKM. Dia mengatakan barang-barang tersebut tidak masuk dalam jalur pemerintah dan tidak akan dikenakan pajak. Sehingga harga yang dihasilkan jauh lebih murah dibandingkan harga jual rata-rata dan berpotensi menggerogoti pasar dalam negeri
Tammy menjelaskan, mengakses platform penyampaian layanan ini sangat mudah, hanya dengan mencari link terkait maka akan langsung mengarah ke sebuah aplikasi. Barang yang dipesan kemudian langsung dibeli, dan dikirim dengan ongkos kirim yang relatif murah
“Nanti mereka beli. Dikirim dari Singapura misalnya. Ongkos kirimnya murah banget,” kata Temi saat sesi wawancara media di kantor Kemenkop UK, Jakarta, Kamis (3/10/2024).
Namun, dia menemukan bahwa barang yang biasanya dia cari di platform itu tidaklah penting, seperti kaos band yang harganya kurang dari $100.
“Mereka tidak bisa membelinya begitu perbatasan ditutup kemarin. Makanya kami tidak terlalu khawatir karena itu barang hobi yang kami cari,” ujarnya.
Meski demikian, ia menilai keberadaan situs-situs tersebut tidak terlalu mengkhawatirkan Sebab, trafik dan angka transaksinya terbatas Jika terjadi puncak lalu lintas, tim akan segera melakukan penyelidikan khusus.
“Tapi belum jadi perhatian, menurut saya masih barang hobby. Misalnya saya bisa beli kaos Iron Man atau kaos Gundam. Kalau di bawah batas $100, tidak boleh lagi,” ucapnya. .dijelaskan.
“Makanya kami tidak terlalu khawatir karena kami mencari barang-barang hobi. Tidak banyak, lalu lintas tidak terlalu ramai. Tentu, jika kami khawatir, kami akan melakukan pencarian khusus untuk itu.” dia menyimpulkan.
Sebelumnya, aplikasi TEMU kembali menjadi perbincangan di media sosial X usai mengulas pemaparan pembicara di expo e-commerce tentang bahaya aplikasi TEMU.
Menanggapi permasalahan tersebut, Staf Khusus Menteri Pemberdayaan Ekonomi Kreatif Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkopukum) mengatakan, pemerintah saat ini berkomitmen untuk memastikan aplikasi TEMU tidak sampai ke Indonesia.
“Kalau TEMU datang ke Indonesia, akan sangat berbahaya bagi UMKM dalam negeri. Apalagi, platform digital China yang bisa memfasilitasi transaksi langsung antara pabrik China dengan konsumen di negara tujuan akan mematikan UMKM,” kata Fiki dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu. (2/10/2024).
“Aplikasi TEMU mempunyai ide untuk menjual barang langsung dari pabrik ke pelanggan tanpa reseller, reseller, dropshipper atau rekanan sehingga tidak ada komisi yang flat,” kata Fiki. Dengan adanya subsidi yang diberikan oleh platform, berarti produk yang ada di aplikasi tersebut sangat murah
“Mereka sudah masuk ke Amerika (Amerika) dan Eropa dan sekarang mulai menyebar di kawasan Asia Tenggara, terutama di negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia. Jadi kita harus hati-hati jangan sampai masuk ke Indonesia,” kata Fiki. .
Dikatakan Fiki, sejak September 2022, TEMU sudah tiga kali mencoba mengajukan registrasi merek di Indonesia.
Bahkan, pada 22 Juli 2024, permohonan pendaftaran TEMU kembali diajukan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (KJN) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
“Aplikasi TEMU asal Tiongkok mencoba mendaftarkan merek, desain, dan lain-lain ke DJK, namun tidak bisa karena banyak perusahaan asal Indonesia yang memiliki nama dan KBLI yang sama. perlu hati-hati,” ujarnya.
Kemenkopukum berharap Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika serta pemangku kepentingan terkait dapat bekerja sama untuk mencegah masuknya pasar TEMU di Indonesia. “Ini hanya diperlukan untuk melindungi pelaku usaha swasta, khususnya UMKM,” ujarnya.