Badai PHK Bisa Bikin Daya Beli Masyarakat Loyo, Ini Bahayanya
thedesignweb.co.id, Jakarta Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Darmawan Junaidi memperkirakan daya beli masyarakat akan menurun, salah satunya karena banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK).
Darmawan menyadari, kondisi perekonomian global dan nasional menjadi faktor yang perlu diwaspadai, terutama terkait dengan daya beli masyarakat.
“Faktor internal yang patut kita perkirakan adalah menurunnya daya beli masyarakat,” kata Darmawan dalam rapat dengar pendapat di Komisi VI DPR RI di Jakarta, Rabu (13/11/2024).
Darmawan menegaskan, menurunnya daya beli masyarakat harus menjadi perhatian bersama. Salah satu solusi yang ia usulkan adalah dengan memberikan dorongan kepada para pengusaha UMKM untuk membantu mereka mengembangkan usahanya.
“Perhatian khusus perlu kita berikan terutama kepada masyarakat kelas bawah. “Pentingnya mempertahankan pertumbuhan dengan mendukung UMKM agar dapat terus mengembangkan usahanya,” jelas Darmawan. PMI manufaktur negatif
Darmawan juga prihatin dengan tren penurunan Indeks Manajer Pembelian (PMI) manufaktur yang menunjukkan angka negatif selama empat bulan terakhir, sebagai indikasi kemungkinan penurunan daya beli akibat PHK di beberapa sektor.
“PMI manufaktur masih berada pada level yang mengancam untuk menopang pertumbuhan. Selama empat bulan berturut-turut, angka tersebut terus menunjukkan tren negatif,” kata Darmawan.
Ia juga menyoroti risiko penurunan daya beli yang dapat dipengaruhi oleh banyaknya PHK di berbagai sektor usaha.
Sementara itu, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Sunarso mengaku siap menghadapi dampak kebijakan ekonomi yang diambil Donald Trump pasca terpilih menjadi presiden Amerika Serikat (AS). Kebijakan proteksionisme Trump diyakini dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Sunarso menjelaskan, China bisa menyikapi kebijakan tersebut dengan perang dagang. Jika hal ini terjadi, dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa terhambat.
“Kita sudah melakukan analisa dampaknya ke Indonesia. Kalau China merespons perang dagang, bisa menyebabkan pertumbuhan ekonomi kita antara 4,7 hingga 5,03 persen,” kata Sunarso dalam rapat dengar pendapat di hadapan Komisi VI DPR RI, Rabu. (13/11/2024).
Sunarso mengingatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa semakin suram jika negara lain juga menerapkan kebijakan proteksionis serupa.
“Jika negara lain secara bersamaan melakukan pembalasan terhadap proteksionisme AS, dampaknya akan lebih buruk dan pertumbuhan ekonomi kita kemungkinan hanya akan berada pada kisaran 4,6 hingga 4,9 persen. “Hal ini perlu kita antisipasi,” tambah Sunarso. Dampak pelemahan perekonomian global terhadap Indonesia
Sunarso juga memaparkan data terkait hubungan ekonomi Indonesia dengan Tiongkok dan Amerika Serikat. Data yang diperolehnya menunjukkan bahwa Indonesia lebih rentan terhadap transformasi ekonomi Tiongkok dibandingkan Amerika Serikat.
“Data terakhir menunjukkan korelasi perdagangan kita dengan China lebih kuat dengan indeks korelasi 0,351. Sedangkan indeks korelasi di Amerika Serikat turun menjadi 0,347. Artinya, peningkatan atau penurunan pertumbuhan ekonomi di Tiongkok memberikan dampak yang lebih besar bagi Indonesia dibandingkan perubahan pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat, jelas Sunarso.
“Oleh karena itu, kita harus berhati-hati. “Jika Amerika Serikat menerapkan proteksionisme dan Tiongkok merespons dengan perang dagang, maka dampaknya terhadap Indonesia bisa sangat signifikan,” tutup Sunarso.