Kekayaan Prajogo Pangestu Kalahkan 7 Miliarder Malaysia, Ini Buktinya
thedesignweb.co.id, Jakarta Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia, bahkan di dunia. Gelar orang terkaya di Indonesia kini dipegang oleh pengusaha industri petrokimia, Prajogo Pangestu.
Berdasarkan data Forbes pada Rabu (30/10/2024), Prajogo Pangestu kini memiliki kekayaan bersih sebesar $39 miliar atau Rp614 triliun.
Dengan kekayaannya tersebut, Prajogo tak hanya memimpin daftar miliarder di Indonesia, tapi juga orang terkaya ke-26 di dunia.
Sementara tetangga terdekat Indonesia, Malaysia, memiliki Robert Kuok sebagai orang terkaya dengan kekayaan bersih $11,4 miliar. Pengusaha berusia 99 tahun ini menduduki peringkat 176 dalam daftar orang terkaya di dunia.
Kuok dikenal sebagai pemilik Kuok Group yang bergerak di berbagai sektor termasuk hotel, real estate, dan kelapa sawit.
Kesenjangan kekayaan yang sangat besar antara Prajogo dan Kuok bahkan membuat kekayaan Prajogo melebihi tujuh miliarder Malaysia sekaligus. Keberuntungan di Prajogo Pangestu: Kekayaan $39 Miliar Tujuh Miliarder Malaysia
Berikut daftar orang terkaya di Malaysia: Robert Kuok: $11,4 miliar QuekLeng Chan: $8,8 miliar Ananda Krishnan: Kooon Poh Keong $4,9 miliar Amerika Serikat: Lee Yeow Chor $3,7 miliar: Lee Yeow Seng $3,1 miliar: Lim Kok Thai $2,3 miliar: $2,3 miliar
Prajogo Pangestu dikenal sebagai pemilik beberapa perusahaan besar di Indonesia, antara lain Barito Pacific Group, antara lain PT Barito Pacific Tbk, PT Barito Renewables Energy, PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk dan Tbk, PT Chandra Asri Pacific Tbk.
Sebagian besar bisnis Prajogo Pangestu bergerak di bidang perusahaan petrokimia dan energi terbarukan.
Prajogo Pangestu sebenarnya tidak terlahir dari keluarga kaya raya. Bahkan, kemiskinan membuat orang tuanya tidak bisa menyekolahkan Prajogo hingga SMA.
Jalan menuju kehidupan yang layak belum tercapai. Prajogo tidak pernah mendapatkan pekerjaan. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya di Kalimantan.
Untuk mencari nafkah, Prajogo bekerja sebagai sopir angkutan umum. Ia bergabung dengan profesi ini pada tahun 1960. Menjadi sopir angkutan umum sudah menjadi sebuah langkah dalam hidupnya.
Saat mengemudi, Prajogo bertemu dengan pria bernama Bon Sun On alias Burhan Uray. Pria tersebut adalah seorang kontraktor kayu asal Malaysia. Pertemuan itulah yang mengubah hidupnya.
Ia kemudian bekerja sebagai karyawan Burhan Uray yang dikenal sebagai pendiri PT Djajanti Group pada tahun 1969. Burhan Uray bekerja keras di sana selama tujuh tahun dan menunjuk Prajogo sebagai General Manager (GM) pabrik Nusantara Plywood di Gresik Timur. Jawa.
Setelah itu, Prajogo mencoba membuka usaha sendiri. Langkah pertama yang dilakukan adalah meminjam modal melalui BRI untuk mengakuisisi perusahaan perkayuan bernama CV Pacific Lumber Coy.
Perusahaan sedang mengalami kesulitan keuangan pada saat itu. CV Pacific Lumber Coy juga dimiliki sepenuhnya oleh Prajogo. Berbekal pengalaman dan naluri bisnis yang baik, CV berganti nama menjadi PT Barito Pacific.
Saat itu, perusahaan mengelola konsesi lahan seluas 6 juta hektar di seluruh Indonesia. Sedangkan produk yang diproduksi perusahaan ini berupa kayu lapis, chipboard, dan produk kayu. Produknya juga diekspor ke luar negeri seperti Eropa dan Amerika.
Barito Pasifik berkembang pesat. Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, Prajogo banyak menjalin kerja sama dengan perusahaan-perusahaan anak-anaknya dan rekan-rekan Soeharto. Sebelum tahun 2000, usaha pengolahan kayu mengalami keterpurukan. Hal ini ditandai dengan ditutupnya beberapa pabrik pengolahan kayu milik perseroan pada tahun 2004 hingga 2007.
Prajogo kemudian mengalihkan fokusnya ke bisnis petrokimia dan energi sejak tahun 2007. Pada tahun yang sama, ia memiliki lebih dari 70 persen perusahaan petrokimia bernama PT Chandra Asri.
Pada tahun 2011, Chandra Asri dan Tri Polyta Indonesia melakukan penggabungan atau merger. Hal ini menjadikan perusahaan milik Prajogo Pangestu ini menjadi perusahaan petrokimia terbesar di Indonesia.