Tujuh Pengusaha Jadi Miliarder Berkat Ledakan IPO India pada 2024
thedesignweb.co.id, Jakarta – Tahun 2024 menjadi tahun yang tepat untuk Initial Public Offering (IPO) di India yang berhasil menjadikan tujuh pengusaha menjadi miliarder. Diantaranya adalah pionir di sektor energi terbarukan yang saat ini berkembang pesat di India.
Menurut Indiatimes, Senin (6/1/2025), salah satu tokoh terkemuka adalah pendiri Premier Energies, Chiranjeev Singh Saluja. Perusahaan ini awalnya bernama Premier Solar, didirikan pada tahun 1995 oleh ayah Saluja untuk membantu desa-desa terpencil yang memiliki sedikit akses terhadap listrik.
“Ayah saya mencoba memberikan pompa tangan ke desa-desa terpencil,” kata Saluja.
“Dia melihat akses listrik di wilayah ini sangat terbatas, sehingga dia akhirnya mendirikan Premier Solar.”
Saat ini, Premier Energies merupakan produsen modul tenaga surya dan seluler terbesar kedua di India setelah Adani Group. Saham Premier naik hampir tiga kali lipat sejak IPO September 2024, memberi nilai perusahaan sebesar $7 miliar.
Saluja tidak sendirian. Tiga pengusaha energi terbarukan lainnya juga menikmati kekayaan tersebut: Hitech C Doshi dari Waaree Group (pembuat modul surya), Bhavish Aggarwal dari Ola Electric Mobility Ltd (pembuat kendaraan listrik), Manoj K Upadhyaya dari Acme Solar Holdings Ltd (produsen pembangkit listrik matahari) .
Besarnya peluang di sektor ini tergambar dari rencana India untuk menambah kapasitas tenaga surya sebesar 100 GW selama empat tahun ke depan. Namun, Saluja memperingatkan tantangan ke depan.
“Di sektor ini pasti ada konsolidasi, jadi yang bertahan hanya yang punya skala,” ujarnya.
Pada tahun 2024, IPO di India mencatatkan rekor dengan jumlah pendanaan sebesar Rp 1,66 triliun atau sekitar Rp 19,82 miliar. Jika dirupiahkan, angkanya mencapai Rp 321 triliun, bukan angka yang kecil.
Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan periode IPO tahun sebelumnya yang hanya mencapai Rp 650 miliar. Sedangkan untuk tahun ini atau 2025 diperkirakan ada 85 perusahaan yang tercatat di Bursa India dengan target biaya sebesar Rp 1,53 triliun atau sekitar 18 miliar dollar AS.
Namun tantangan seperti perlambatan ekonomi, lemahnya pendapatan perusahaan, stabilnya rupee dan kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump dapat mempengaruhi tren IPO.
Kunal Rambhia, fund manager di Mumbai, memperingatkan kemungkinan koreksi pasar.
“Tren IPO akan berlanjut pada paruh pertama tahun 2025, namun mungkin melambat pada paruh kedua karena kemungkinan krisis likuiditas,” ujarnya.
Meski begitu, Himanshu Kohli, salah satu pendiri Client Associates, tetap optimis. “Pasar IPO India tidak lagi bergantung pada investor asing karena investor dalam negeri punya cukup uang,” ujarnya.
Perusahaan-perusahaan besar yang diprediksi akan melakukan IPO tahun ini antara lain: Zepto (perusahaan e-grocery), Flipkart (raksasa e-commerce yang didukung Walmart), PayU (perusahaan pembayaran milik Prosus NV), Pine Labs (saingan PayU).
Reliance Industries Ltd milik Mukesh Ambani juga diperkirakan akan memisahkan bisnis ritel dan telekomunikasinya menjadi perusahaan publik.
Menurut CEO Stock Knocks Vishnu Agarwal, banyak pemilik usaha kecil di India tidak mau ketinggalan tren ini. “Lebih baik memiliki 75% dari perusahaan publik senilai $100 juta daripada memiliki 100% dari perusahaan senilai $10 juta,” katanya.
Dengan semangat para pendiri untuk terus berkembang, tahun 2025 diperkirakan akan menjadi tahun yang sibuk bagi pasar IPO India. “Akan ada banyak sekali kesepakatan tahun depan karena para pendiri haus akan pertumbuhan,” kata Agarwal.