Australia Larang Anak di Bawah 16 Tahun Main Media Sosial, Efektifkah?
thedesignweb.co.id, Jakarta – Australia akan membuat aturan baru yang melarang anak di bawah 16 tahun menggunakan media sosial seperti TikTok, Instagram, Snapchat, dan X.
RUU ini sudah lolos di Senat dan tinggal menunggu persetujuan akhir di DPR yang diperkirakan akan lolos dengan lancar karena mayoritas mendukung aturan tersebut.
Jika aturan ini diterapkan, perusahaan seperti TikTok dan Instagram harus menggunakan teknologi untuk memverifikasi usia pengguna.
Dikutip dari Engagdet, Jumat (29/11/2024), pemerintah Australia menjamin proses ini tidak memerlukan dokumen pribadi seperti paspor atau SIM. Namun beberapa platform game seperti Fortnite, Roblox, dan aplikasi pendidikan akan dikecualikan .
Platform yang melanggar akan didenda hingga AUD 49,5 juta (sekitar R500 miliar). Aturan ini hanya akan berlaku dalam 12 bulan ke depan, sehingga memberikan waktu bagi platform digital untuk bersiap.
Tantangan dan Kritik
Meski terkesan kuat, namun banyak pihak yang mempertanyakan efektivitas aturan ini. Remaja yang paham teknologi dapat menggunakan VPN untuk melewati batasan. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa peraturan ini mungkin memiliki dampak yang lebih kecil terhadap perlindungan privasi dalam proses verifikasi usia.
Jika aturan ini diterapkan, Australia akan memiliki batasan usia pengguna jejaring sosial tertinggi di dunia. Beberapa negara, seperti Prancis, Norwegia, dan Inggris, juga mempertimbangkan langkah serupa.
Khususnya di Amerika Serikat, beberapa negara bagian telah menerapkan peraturan serupa, namun banyak yang mengalami masalah hukum.
Sementara itu, aplikasi berbagi video terpopuler di dunia, TikTok, kini diminta untuk menutup operasinya di Kanada.
Mengutip Engadget, TikTok diminta menghentikan operasinya pada Kamis (7/11/2024) setelah pemerintah Kanada menganggap aplikasi tersebut dan perusahaan induknya, ByteDance, merupakan ancaman keamanan nasional.
Menteri Inovasi, Sains dan Industri Kanada Francois-Philippe mengungkapkan bahwa “keputusan ini didasarkan pada bukti yang dikumpulkan selama proses peninjauan, serta rekomendasi dari komunitas keamanan dan intelijen Kanada.”
Pengumuman ini muncul di tengah meningkatnya kekhawatiran atas potensi pengumpulan data pengguna TikTok, yang diyakini dapat diakses oleh pemerintah Tiongkok.
Sebelumnya, Kanada melarang pegawai pemerintahnya mengunduh TikTok di perangkat pribadi mereka, kebijakan serupa juga diadopsi oleh Amerika Serikat.
Hingga saat ini, TikTok melalui juru bicaranya telah mengumumkan akan menentang kebijakan tersebut. “Menutup kantor TikTok di Kanada dan kehilangan ratusan pekerjaan bukanlah solusi yang adil,” kata juru bicara perusahaan.
Dia juga menambahkan, “kami akan menantang perintah ini di pengadilan.” Langkah Kanada ini merupakan babak baru dalam kontroversi global terkait TikTok.
Tak hanya itu, keputusan ini juga bisa berdampak pada banyak pembuat konten yang mengandalkan platform tersebut sebagai sarana berekspresi dan sumber pendapatan.
Sebagai referensi, tujuh keluarga di Prancis telah mengajukan gugatan terhadap raksasa jejaring sosial TikTok, menuduh platform tersebut memaparkan konten berbahaya kepada remaja.
Dikutip dari Reuters, Selasa (5/11/2024), konten tersebut diduga menjadi penyebab dua orang di antaranya bunuh diri di usia 15 tahun.
“Gugatan tersebut menuduh bahwa algoritma TikTok memaparkan tujuh remaja pada video yang mempromosikan bunuh diri, menyakiti diri sendiri, dan gangguan makan,” kata pengacara Lor Boutron-Marmion.
Keluarga tersebut mengajukan permohonan bersama di pengadilan Kreta. Boutron-Marmion mengatakan ini merupakan kasus cluster pertama di Eropa.
“Orang tua ingin tanggung jawab hukum TikTok diakui di pengadilan. Ini adalah perusahaan komersial yang menawarkan produk kepada konsumen yang juga di bawah umur. Oleh karena itu, mereka harus bertanggung jawab atas cacat produk,” tegas Lohr.