Kesehatan

THE NEWS Mengenal Wetland Virus alias WELV, Pertama Kali Ditemukan di China pada 2019

thedesignweb.co.id, Jakarta Para ilmuwan memperingatkan adanya virus baru bernama Wetland Virus (WELV) di China. Virus ini menular ke manusia melalui gigitan kutu dan berpotensi menyebabkan gangguan otak.

WELV pertama kali diidentifikasi pada seorang pria berusia 61 tahun yang digigit kutu di sebuah taman lahan basah besar di Tiongkok utara.

“Pasien yang tidak disebutkan namanya mengalami demam, sakit kepala, dan muntah lima hari setelah mengunjungi (taman),” lapor Live Science, mengutip New York Post, Selasa (10/9/2024). WELV pertama kali ditemukan pada tahun 2019

Terkait virus ini, ahli epidemiologi Dickie Budiman menjelaskan Wetland Virus atau WELV merupakan virus baru yang ditemukan di China pada tahun 2019.

Virus ini merupakan anggota keluarga Nairoviridae, yang juga termasuk virus yang ditularkan melalui kutu seperti demam berdarah Krimea-Kongo (CCHF).

WELV pertama kali ditemukan setelah seorang pasien di Tiongkok mengalami demam dan kegagalan organ setelah digigit kutu di taman rawa. Virus ini mampu menginfeksi manusia dan menyebabkan penyakit dengan gejala mulai dari demam, pusing, sakit kepala hingga gejala neurologis yang parah.

Kasus WELV pertama diidentifikasi pada Juni 2019 ketika seorang pasien di Mongolia Dalam mengalami gejala demam dan kerusakan organ setelah digigit kutu. Investigasi epidemiologi lebih lanjut mengungkapkan keberadaan virus tersebut di provinsi Heilongjiang, Jilin, dan Liaoning di Tiongkok.

WELV terdeteksi pada kutu dan beberapa spesies hewan seperti domba, kuda, babi, dan tikus Transbaikal (Myospalax psilurus), kata Dickey.

“Hal ini menunjukkan bahwa WELV memiliki reservoir hewan yang besar dan dapat menular melalui kutu yang berperan sebagai vektor,” kata Dicky dalam keterangan tertulis yang diperoleh Health thedesignweb.co.id, Rabu (10/9/2024).

WELV ditularkan melalui gigitan kutu, khususnya spesies Haemaphysalis concinna yang dapat menularkan virus (dari induk ke keturunannya). Setelah terinfeksi, orang mungkin mengalami gejala umum seperti demam, pusing, nyeri otot, radang sendi, dan nyeri punggung.

Dalam kasus yang lebih parah, mungkin terjadi penurunan jumlah sel darah putih (leukopenia) dan trombosit (trombositopenia), serta peningkatan kadar enzim laktat dehidrogenase dan D-dimer.

Beberapa pasien juga mengalami gejala neurologis seperti koma, dengan tingginya kadar sel darah putih, terutama mempengaruhi otak dan sumsum tulang belakang.

Pencegahan WELV terutama melibatkan pengendalian kutu dan perlindungan diri terhadap gigitan kutu. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain: Menghindari kawasan yang banyak dihinggapi kutu, terutama rawa atau kawasan yang banyak populasi hewan yang menjadi sarang kutu. Gunakan pakaian pelindung dan obat nyamuk ketika berada di daerah yang banyak terdapat kutu. Gunakan obat nyamuk yang mengandung DEET atau bahan aktif lain yang efektif untuk mencegah gigitan kutu. Lakukan pemeriksaan seluruh tubuh setelah beraktivitas di luar ruangan untuk mendeteksi gigitan kutu.

Indonesia, sebagai negara dengan ekosistem dan populasi kutu yang berbeda-beda di berbagai wilayah, berpotensi mempengaruhi penyebaran virus yang ditularkan melalui kutu seperti WELV.

“Meski belum ada laporan kasus WELV di Indonesia, namun kita harus waspada karena pergerakan hewan atau orang yang tertular dari negara lain dapat membawa vektor atau virus ini.”

“Jika WELV menyebar ke Indonesia, potensi epidemi bergantung pada kemampuan kita mengendalikan populasi kutu, memantau infeksi, dan membatasi penyebarannya. Namun karena WELV memiliki gejala yang mirip dengan infeksi virus lainnya, seperti demam dan gejala yang tidak spesifik, maka tantangan terbesarnya adalah deteksi dini dan respons yang cepat, jelas Dickey.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *