Lifestyle

Bantar Gebang Jadi Barometer Pengelolaan Sampah di Indonesia, Ditargetkan Jadi Ruang Terbuka Hijau dalam 2 Tahun Mendatang

thedesignweb.co.id, Jakarta – Siapa yang tak kenal Bantar Gebang? Tempat Pembuangan Akhir Akhir (TPA) warga Jakarta yang dikenal dengan nama Tempat Pengelolaan Sampah (TPST) merupakan proyek yang belum selesai meski ada beberapa pergantian pemerintahan.

Marah dengan buruknya pengelolaan sampah, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan akan mengubah lahan terbesar di Indonesia menjadi ruang hijau (RTH). Selain itu, ia mengatakan Bantar Gebang merupakan barometer pengelolaan sampah Indonesia.

“Mari kita tutup dulu, buat ruang hijau dulu. Tangkap metana… Saya berharap teman-teman delegasi juga mendukung kami dalam mengakhiri penangkapan metana. Taman Kota GBK Jakarta, Minggu 17 November 2024.

Dijelaskannya, bahaya yang ditimbulkan oleh gas metana sangat tinggi, konon kemampuannya menghancurkan atmosfer 28 kali lebih tinggi dibandingkan karbon dioksida (CO2). Gas metana seringkali dilepaskan dari tempat pembuangan sampah terbuka, seperti Bantar Gebang dan sebagian besar tempat pembuangan sampah di Indonesia.

“Itu juga kita umumkan (penangkapan gas metana) pada COP29 di Baku, Azerbaijan kemarin… Saya sangat ingin tentunya semua permasalahan sampah di Jakarta bisa diselesaikan, karena itu barometernya. Harapan saya dua tahun ke depan sudah bisa. akan rusak, bukan?

Hasil yang diharapkan adalah berkurangnya sampah yang masuk ke Bantar Gebang. Konon setiap harinya ada 8.000 ton sampah yang masuk ke Bantar Gebang, sedangkan sampahnya mencapai 55 juta ton atau setara dengan 40 meter sampah. “Indikatornya sederhana kawan, kalau kita mau penertiban lihat saja di Bantar Gebang, tapi kalau hanya turun 7 (8) malam berarti kita belum mengalami kemajuan,” ujarnya.

Tujuan utama penyelesaian permasalahan sampah Jakarta, kata Hanif, hingga saat ini belum bisa dicapai melalui cara konvensional. Hal ini memerlukan kerja sama di semua sektor, termasuk pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta.

Dari pihak pemerintah perlu menyiapkan tenaga pendamping yang mampu mengelola sampah dari lahan dengan baik. “Mulai dari pantai harus dipasang 4.000 tong sampah, dilatih gurunya, lalu pengangkutnya, lalu pemisahnya, pembelinya di pantai,” ujarnya.

Prinsip-prinsip ekonomi yang telah ditekankan dalam beberapa tahun terakhir akan diperkuat. Salah satunya adalah meminta sektor perhotelan (hotel, restoran, dan kafe) untuk menjaga sampah organik yang tidak bisa langsung dibuang di Bantar Gebang. Hal serupa juga terjadi pada rumah-rumah di Jakarta.

Dari 8.000 ton sampah yang dihasilkan Jakarta setiap harinya, 40 persennya merupakan sampah organik. Jika sampah organik dikumpulkan dengan baik, eco-preneur dapat berpartisipasi dalam pengelolaan sampah organik.

“Secara teknis sisa makanan ini bisa dimanfaatkan untuk berbagai hal yang saat ini sedang dikembangkan. Ada ecopreneur, black fly, tukang daging, pembuat kompos, dan lain-lain, yang bisa menghasilkan uang,” ujarnya.

 

Di sisi lain, terdapat peluang untuk menghasilkan uang dari sampah menjadi energi. Ia mengatakan, jika TPST Bantar Gebang bisa dikelola dengan baik, maka energi yang dihasilkan dari sampah bisa mencapai 100 megawatt per tahun.

“Dan dari karbon dioksida mampu menyerap setara 3,9 juta ton CO2,” kata Hanif.

Faktanya sepertiga atau seperempat sampah Jakarta masuk ke Bantar Gebang untuk didaur ulang melalui insinerasi atau ke RDF. Oleh karena itu, sampah terakhir yang diolah di TPA sebaiknya untuk RDF atau pembakaran sampah, ujarnya.

Sekaligus, dia meminta para produsen yang menyediakan sampah untuk pengelolaan sampah segera membuat peta jalan. Pihaknya telah mengirimkan surat resmi kepada 613 produsen di Indonesia, meminta mereka segera membuat peta jalan untuk mengurangi limbah yang dihasilkan produsen.

“Sesuai Keputusan Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.

 

Di sisi lain, Hanif menilai penegakan hukum terhadap isu lingkungan hidup, termasuk sampah, masih lemah. Oleh karena itu, pihak lain memutuskan untuk menggunakan aplikasi dua jalur dan inspeksi lini kedua sesuai undang-undang Kementerian Lingkungan Hidup.

Atas kejadian di Jakarta dan sekitarnya, Kementerian Lingkungan Hidup menyebut 2-3 orang terlibat dalam pengelolaan lahan yang buruk. Menurut penuturannya, ada sekitar 60 lapangan terbuka di Jakarta yang akan digugat dan segera ditutup.

“Saya akan mengejar orang yang membuang sampah ke tanah. Ada obat yang tidak boleh berhenti sampai di situ, oleh karena itu kita akan melihat lagi orang-orang yang membuang sampah ke tanah. penguburan yang layak,” katanya.

Di luar Jakarta, timnya menjajaki upaya pemerintah daerah yang terus menciptakan TPA yang berpikiran terbuka. Ia mengaku sudah menyurati Kepala Dinas 306 yang rutin menghasilkan sampah terbuka agar segera diperbaiki sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

“Segera perbaiki pengelolaan lahan dengan menggunakan lahan bersih atau setidaknya lahan lindung… Dan kepatuhan terhadap penegakan hukum jika diperlukan.” Ini akan menarik banyak perhatian masyarakat untuk menjalankan negara,” kata Hanif.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *