Kemenag Perkuat Program Ketahanan Keluarga, Upaya Tekan Angka Perceraian hingga Stunting
thedesignweb.co.id, Jakarta – Mulai dari perceraian hingga stunting, permasalahan keluarga menjadi tanggung jawab banyak pihak.
Untuk mengatasi banyak masalah ini, berbagai departemen, kantor, dan komunitas mempunyai tanggung jawab masing-masing. termasuk Kementerian Agama (Kemenag).
Untuk itu, Kementerian Agama bersama Gerakan Keluarga Nahdlatul Ulama Maslahat (GKMNU) tengah memperkuat program keluarga untuk mengatasi permasalahan perceraian, pernikahan dini, dan stunting.
Kamaruddin Amin, Direktur Departemen Keadilan Sosial (Dirjen Bimas Islam) Kementerian Agama, menekankan pentingnya kerja sama antara pemerintah, organisasi keagamaan di masyarakat (Ormas) dan masyarakat dalam mengatasi permasalahan keluarga.
Tingginya angka perceraian, kasus perkawinan anak dan angka kejadian kurang dari 20% merupakan permasalahan serius, kata Kamaruddin saat menjadi pembicara pada Program Ketahanan Keluarga di Makassar, Kamis (12 Mei 2024).Situs web keagamaan.
Program tersebut meliputi Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten/Kota (PWNU Sulsel), Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten/Kota (PCNU), dan Unit Otonom (Banom) NU.
Kamaruddin memuji peran NU dalam mendukung berbagai kebijakan pemerintah. “Dukungan NU terhadap proyek pemerintah di berbagai bidang, termasuk pendidikan dan pekerjaan sosial, menjamin pertumbuhan dan kesejahteraan masyarakat,” jelasnya.
Sementara itu, Presiden PBNU KH. Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya mendorong GKMNU membentuk satuan tugas (Satgas) dari kabupaten hingga desa. Beliau menekankan pentingnya pembangunan keluarga sebagai titik awal keberhasilan pembangunan.
Katanya, “Membangun kesuksesan harus dimulai dari rumah.”
Gus Yahya juga meminta Satgas Nasional GKMNU memperkuat kerja sama dengan Kementerian Agama untuk mempercepat program bagi keluarga.
“GKMNU hendaknya terus bekerja sama dengan Kementerian Agama untuk mendukung visi Presiden Prabowo, khususnya dalam program gizi untuk mengatasi stunting,” tutupnya.
Pada kesempatan lain, Wihaji, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga sekaligus Kepala BKKBN, mengatakan permasalahan keluarga seringkali bermula dari keluarga. Oleh karena itu, keluarga harus menyelesaikan masalahnya, dan penyelesaiannya harus kembali ke keluarga.
Menurutnya, kunci penyelesaian permasalahan keluarga adalah komunikasi dengan pasangan dan anak.
“Jangan biarkan anak-anak ‘ngobrol’ di ponsel seharian,” kata Wihaji saat ditemui Menteri Barmenina di Poshandu Kenanga II di Karawang, Jawa Barat, Rabu (12 April 2024) siang.
Kami juga mengajarkan generasi muda untuk menghindari kebiasaan-kebiasaan buruk seperti pernikahan dini, pergaulan bebas, narkoba, dan lain-lain. Sebab hal ini akan berdampak buruk bagi kehidupan generasi muda di kemudian hari. Bahkan bisa melahirkan generasi baru yang pertumbuhannya terhambat.
Perlu diingat bahwa Presiden Wihaji menganjurkan agar seluruh masyarakat bekerja sama untuk mencegah stunting.
Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, prevalensi stunting dilaporkan sebesar 21,5%. Pada tahun 2025, angka ini harus diturunkan menjadi 18%. Diketahui saat ini terdapat 8,7 juta keluarga berisiko stunting (KRS).
Untuk itu, Dr Wihaji mengingatkan agar intervensi pencegahan stunting harus lebih tepat sasaran. Empat bidang spesifik: makanan, air bersih, tempat tinggal, dan pendidikan.
“Kami punya informasi nama demi nama dari alamat KRS. Kami hanya ingin mencari orang tua kandungnya,” kata Wihaji yang meluncurkan Layanan Perlindungan Ibu di GENTING, Kamis (12 Mei 2024).
Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menjelaskan banyak hal yang bisa menimbulkan rasa tidak aman, termasuk merokok.
Orang tua yang merokok menyebabkan penyakit tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi anak-anaknya. Selain menyerang paru-paru, kebiasaan merokok menimbulkan dampak jangka panjang pada anak, seperti pertumbuhan terhambat.
Menurut Siti Nadia Tarmizi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Departemen Kesehatan, anak-anak dari orang tua yang merokok berisiko tinggi mengalami stunting.
“Setengah dari perokok memulai kebiasaan ini pada usia 15 hingga 19 tahun. Masalah lainnya, tingginya angka stunting juga bersumber dari kebiasaan merokok. Anak-anak dari orang tua yang merokok memiliki risiko 5,5% lebih tinggi terkena stunting dibandingkan anak-anak dari orang tua yang merokok. orang tua yang tidak merokok,” kata Nadia pada Indonesia Youth Summit on Tobacco Control (IYSTC) yang digelar di Jakarta, Selasa (12 Maret). 2024).
Oleh karena itu, untuk menurunkan angka kejadian stunting, kita harus mengendalikan dulu penyebabnya, salah satunya adalah kebiasaan merokok, ”pungkasnya.