Saham

PPN 12 Persen Berlaku Mulai Januari 2025, Bursa Beberkan Dampaknya ke Transaksi Saham

thedesignweb.co.id, Jakarta – Pemerintah akan menerapkan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen mulai 1 Januari 2025. Kebijakan ini merupakan amanat Undang-Undang Unifikasi Pajak (UU HPP). Di pasar modal, kebijakan ini berdampak pada biaya transaksi.

Kepala Departemen Riset Bursa Efek Indonesia (BEI) Verdi Ikhwan menjelaskan kenaikan PPN sebelumnya tidak banyak berpengaruh terhadap transaksi di Bursa. Namun terkait penerapan PPN 12 persen pada tahun 2025, Verdi mengatakan Bursa masih menunggu undang-undang lain untuk penerapan kebijakan tersebut.

“Kalau kita lihat tahun 2022, saat PPN 10% hingga 11%, aktivitas di pasar akan banyak. Bahkan saat itu sama saja dengan kenaikan harga dari transaksi Rp 6.000 menjadi Rp 10.000 di waktu itu tidak akan turun,” kata Verdi dalam pengarahan kepada wartawan pasar modal, Kamis. (19/12/2024).

Pada tahun 2021, Presiden ketujuh Joko Widodo mengundangkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Pemantapan Undang-Undang Perpajakan pada tanggal 29 Oktober 2021. Undang-undang ini menggantikan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Peraturan Perpajakan dan Kepabeanan.

Ada sembilan bab dalam UU Perlindungan Ketenagalistrikan dan enam bagian undang-undang. Antara lain Peraturan dan Tata Cara Umum Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Program Deklarasi Sukarela (PPS), Pajak Karbon, dan Pajak Cukai.

Setiap lokasi mempunyai waktu penerapan kebijakan yang berbeda-beda. Dalam UU PPN, kenaikan tarif dari 10 persen menjadi 11 persen berlaku mulai 1 April 2022. Kemudian dinaikkan lagi menjadi 12 persen paling lambat 1 Januari 2025.

“Jadi pertama-tama kita harus melihat inflasi di tahun 2025. Tapi kalau kita lihat yang terjadi di masa lalu, sejauh ini investornya baik-baik saja. Maksud saya investornya masih bekerja. Bahkan, diharapkan ke depan” Menaikkan PPN menjadi 12% tidak akan berpengaruh signifikan terhadap penurunan transaksi dan kesediaan investor kepada kami,” kata Verdi.

Verdi menunjukkan sejumlah peluang investasi pada tahun 2025. Menurut dia, perekonomian Indonesia lebih stabil dibandingkan negara lain dalam fluktuasi perekonomian dunia. Hal ini tercermin dari pertumbuhan ekonomi sebesar 4,9%-5% dan tingkat inflasi yang terkendali sepanjang tahun.

Cara lainnya adalah terkait dengan proyek-proyek baru Pemerintah. Dewan pemerintah yang baru sedang bersiap untuk melaksanakan program-program inovatif, seperti pembagian tanah gratis dan pembangunan tiga juta rumah. Proyek ini diharapkan sangat menguntungkan perekonomian, dengan tingkat keekonomian hingga 8%. Dunia. Pelonggaran kebijakan moneter oleh Federal Reserve merupakan keuntungan bagi pasar modal India.

Federal Reserve memutuskan untuk menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada bulan November, dan diperkirakan akan terus menurunkannya hingga akhir tahun.

“Kebijakan ini diharapkan dapat memperkuat pasar dalam beberapa bulan mendatang,” kata Verdi.

Dari sisi permintaan, jumlah investor di pasar modal diperkirakan akan meningkat yang akan berdampak positif terhadap pertumbuhan penanaman modal dan pasar secara umum. Faktor lainnya adalah pengembangan produk investasi baru dan lebih beragam, yang diharapkan dapat terus menumbuhkan iklim investasi positif di Indonesia.

 

Bersamaan dengan peluang tersebut, Verdi juga memaparkan sederet tantangan yang akan terjadi pada tahun 2025. Salah satunya adalah hasil pemilu Amerika.

Kemenangan Donald Trump dalam pemilu AS baru-baru ini akan mempengaruhi prospek perekonomian Indonesia dan aliran keuangan internasional. Hal ini terutama terkait dengan kebijakan perdagangan, kriteria ESG, aliran modal ke pasar mata uang digital, dan pergerakan harga. Di sisi lain, perekonomian Tiongkok sedang melambat.

Perekonomian Tiongkok kemungkinan akan melemah pada tahun 2024 karena banyak faktor, seperti krisis sumber daya, tingginya pengangguran, dan lain-lain. Sebagai salah satu mitra dagang terbesar Tiongkok, Indonesia bisa saja berada dalam masalah serius.

Fluktuasi harga komoditas global, dimana terdapat perbedaan harga internasional dan penurunan permintaan global diperkirakan akan memberikan tekanan pada perdagangan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Sementara itu, konflik geopolitik yang berkepanjangan, khususnya di Timur Tengah dan Eropa, akan mempengaruhi stabilitas perekonomian dunia. “Menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Rencana pemerintah Indonesia menaikkan PPN pada awal tahun depan akan menekan daya beli masyarakat,” tutupnya Verdi.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *