Kesehatan

BPOM Perkuat Kolaborasi Nasional Cegah Ancaman Resistansi Antimikroba

thedesignweb.co.id, Jakarta Direktur Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Acarar menekankan pentingnya penggunaan antimikroba secara bijak untuk mengatasi resistensi antimikroba (AMR) di Indonesia. Pengumuman tersebut disampaikan pada Jumat (29/11/2024) Live Action untuk Pengendalian Antimikroba pada acara Resistensi di Auditorium Gedung Merah Putih BPOM.

Acara ini diselenggarakan sebagai bagian dari Pekan Kesadaran AMR Sedunia (WAAW) 2024 yang pada tahun ini mengusung tema “Educate, Protect, Act Now” (WHO) sejak diluncurkan pada tahun 2015, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan AMR dan mendorong perilaku perubahan di kalangan petugas kesehatan dan di kalangan pedagang dan pengusaha. Organisasi profesional.

Trona Ikar dalam sambutannya menjelaskan bahwa resistensi antimikroba merupakan ancaman serius bagi kesehatan global. Berdasarkan data WHO, AMR bertanggung jawab langsung atas 1,27 juta kematian di seluruh dunia pada tahun 2019, dan berkontribusi terhadap 4,95 juta kematian lainnya.

“Penyebab utama AMR antara lain adalah penggunaan antimikroba yang tidak tepat atau berlebihan, pencemaran lingkungan, dan kurangnya diagnosis dan vaksinasi yang tepat,” kata Tarona. Penggunaan antibiotik yang dijual bebas masih tinggi.

BPOM memantau penggunaan antibiotik di fasilitas pelayanan kefarmasian, seperti apotek. Data menunjukkan tren penurunan persentase apotek yang menjual antibiotik tanpa resep dokter, dari 79,57% pada tahun 2021 menjadi 70,75% pada tahun 2023. “Meski trennya melambat, namun rata-rata nasional masih tergolong tinggi dan perlu kita waspadai,” jelas Taruna.

Ia juga mencontohkan pengobatan sendiri yang tidak tepat, seringkali meninggalkan residu obat yang digunakan sembarangan. Proyek ini bertujuan untuk mengelola limbah obat masyarakat, termasuk antibiotik, yang berkontribusi terhadap AMR. 

 

Pertemuan tersebut dihadiri oleh sejumlah kementerian/lembaga, organisasi profesi kesehatan, perusahaan farmasi, serta mitra internasional seperti WHO, Food and Agriculture Organization (FAO) dan Fleming Foundation.

Sebagai bagian dari upaya nasional, BPOM memperluas cakupan program SIM ABSO ke seluruh wilayah di Indonesia. Pedoman program ini telah diserahkan secara simbolis kepada Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) dan Ikatan Pengusaha Farmasi Indonesia (GP Farmasi). .

“Melalui kemitraan ini, kami mendorong dunia usaha untuk berpartisipasi aktif dalam upaya pencegahan AMR, termasuk melalui skema tanggung jawab sosial perusahaan (CSR),” tambah Tarona.

 

Sebagai wujud komitmen, seluruh peserta kegiatan mengambil ikrar penatagunaan antimikroba yang telah didaftarkan komitmennya oleh Museum Rekor Indonesia (MURI) dengan jumlah peserta yang banyak.

“Membaca janji AMR bukan sekedar formalitas, namun harus menjadi insentif untuk meningkatkan komitmen dan peran aktif kita dalam pengendalian AMR,” kata Trona.

 

Kegiatan tersebut juga mencakup diskusi panel interaktif mengenai risiko AMR dan upaya pengendalian yang dilakukan oleh regulator, penyedia layanan kesehatan, dan pelaku komersial. Kepala BPOM menekankan bahwa pengendalian AMR memerlukan kolaborasi lintas sektor untuk melindungi kesehatan masyarakat dan generasi mendatang dengan antimikroba dari ancaman resistensi .

“AMR tidak hanya berdampak pada kesehatan, tapi juga perekonomian. Infeksi yang sulit diobati meningkatkan biaya perawatan dan menurunkan produktivitas. Oleh karena itu, pengendalian AMR adalah tanggung jawab bersama,” tutupnya. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *