Pria Disabilitas di NTB Jadi Tersangka Pelecehan Seksual, Bagaimana Modusnya?
thedesignweb.co.id, Mataram – Seorang penderita lumpuh berinisial IWAS ditetapkan sebagai tersangka kasus pelecehan seksual. Tim Reserse Kriminal Nasional (Bareskrim) mendatangi Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) untuk menilai penanganan kasus pencabulan tersebut.
Dirreskrimum Polda NTB Kombes Pol Syarif Hidayat di Mataram, Selasa (12/4/2024) membenarkan, timnya telah berangkat dari Bareskrim Polri untuk melihat penanganan kasus tersebut.
“Ya itu benar. Kami kedatangan tamu dari Bareskrim Polri. Kami menyambut mereka dan menjelaskan detail kegiatan kami,” kata Syarif.
Dia mengatakan, pihaknya menjelaskan kepada Bareskrim Polri mengenai proses penanganan kasus tersebut mulai dari tahap penyidikan hingga penetapan IWAS sebagai tersangka, dan kini berkasnya sudah memasuki proses penyerahan ke jaksa penyidik. .
“Apakah operasi yang kami lakukan sudah sesuai aturan dan dilaksanakan? Apa saja langkah-langkahnya? Itu yang jadi pertanyaan tim Bareskrim yang datang,” ujarnya.
Selain itu, Syarif mengatakan pihaknya akan terbuka kepada publik dan lembaga yang mengawasi kerja penegakan hukum internal dan eksternal dalam menangani kasus ini.
Bahkan, dalam pemeriksaan, polisi menghubungi Komite Penyandang Disabilitas (KDD) setempat dan meminta bantuan karena mereka yakin yang dituduh dalam kasus ini adalah penyandang disabilitas.
Ia memastikan pihaknya mendukung kewenangan tersebut dan melihatnya sebagai peluang terciptanya transparansi permasalahan hukum yang ditangani sesuai prosedur.
Makanya kami tidak mencarinya di sini karena sebenarnya itu adalah laporan yang dilaporkan oleh korban dan perempuan korban dilindungi hak-haknya yang juga diatur dalam undang-undang, ”ujarnya. .
Begitu pula opini masyarakat di media sosial mengenai tata cara kasus ini mendapat heboh setelah terungkap adanya penyandang disabilitas tanpa dua tangan yang bisa dijadikan tersangka kasus pelecehan seksual.
Syarif memandang komentar-komentar tersebut sebagai alat untuk meningkatkan kinerja kepolisian, khususnya dalam menangani kasus-kasus IWAS yang muncul belakangan ini di Indonesia.
“Kami melihat (komentar) ini sebagai koreksi bagi kami, pelengkap dan penyemangat bagi kami,” ujarnya.
Ia yakin polisi harus belajar dari kasus ini dengan memberikan informasi sederhana yang bisa dipahami masyarakat.
IWAS yang kini kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Mataram menjadi tersangka kasus pelecehan seksual, berdasarkan hasil persidangan ditemukan sedikitnya dua alat bukti.
Barang bukti tersebut diperoleh dari hasil pemeriksaan kedua korban, saksi, hasil otopsi korban dan keterangan psikolog Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI).
Penyidik dalam berkas perkara mengatakan, tersangka IWAS yang merupakan seorang tunadaksa melakukan tindak pidana asusila dengan menggunakan metode komunikasi verbal yang mampu mempengaruhi emosi dan pikiran korban yang diserang.
Oleh karena itu, dalam berkasnya, penyidik mengandalkan dakwaan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Pencabulan (TPKS) seksual.
Sementara itu, penyidik Polda NTB memperpanjang masa penahanan tersangka kasus kekerasan seksual berinisial IWAS yang merupakan penyandang disabilitas fisik.
Jadi tersangka IWAS menjalani tahanan rumah, berakhir hari ini, nanti akan kami perpanjang, kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB, Kombes Pol. Syarif Hidayat di Mataram, Selasa.
Dengan adanya pasal tersebut, maka penyidik akan memperpanjang masa penahanan tersangka IWAS yang ditangkap di rumah tersebut hingga 40 hari ke depan.
Terkait perkembangan kasus tersebut, Syarif mengatakan pihaknya masih menunggu hasil penyidikan jaksa penuntut umum terhadap berkas tersebut.
Setelah berkas dinyatakan lengkap, dia memastikan penyidikan segera dilanjutkan dengan menyerahkan tersangka dan barang bukti ke jaksa penuntut umum.
Dia membenarkan, kasus IWAS yang kini masuk berkas kejaksaan itu berdasarkan laporan korban yang berstatus pelajar.
Dalam kasus ini, Syarif menyebut ada dua orang korban yang memberikan keterangan dan mengisi berkas.
Ada pula bukti lanjutan berupa hasil interogasi terhadap almarhum, saksi dari rekan korban dan tersangka, serta pemilik wisma.
Bukti tersebut juga didukung oleh informasi dari psikolog dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI).
Dalam berkasnya, penyidik juga menjelaskan cara IWAS yang dilakukan tersangka sebagai penyandang disabilitas fisik dengan melakukan tindak pidana asusila terhadap korban. Cara ini mengandalkan komunikasi verbal yang dapat mempengaruhi emosi dan pikiran korbannya.
Oleh karena itu, dalam berkasnya, penyidik mengandalkan dakwaan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Pencabulan (TPKS) seksual.
Komisi Disabilitas Provinsi Nusa Tenggara Barat menyatakan menemukan video aksi seorang penyandang lumpuh berinisial IWAS melakukan kekerasan seksual terhadap korbannya.
Ketua Komisi Disabilitas Kabupaten NTB (KDD) Joko Jumadi, Selasa, mengatakan pihaknya telah menerima rekaman video seorang perempuan lanjut usia yang mengaku menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan IWAS.
“Rekaman videonya ada, tapi kami tidak bisa membukanya. Nanti akan ditambah bukti-bukti polisi,” kata Joko.
Ia mengatakan, perempuan yang mengaku sebagai korban sekaligus pemilik rekaman video tersebut sedang diperiksa oleh Polres NTB.
“Yang jelas (korban dewasa) yang sedang dalam BAP (laporan penyidikan) ini adalah korban baru yang mengikuti proses reformasi kepolisian dan bukan tiga korban pertama,” ujarnya.
Selain rekaman video orang dewasa yang diserang, menurut Joko, ada juga rekaman video anak-anak yang diserang.
“Ada (rekaman video) anak-anak ini. Kami belum menemukannya karena kejadiannya sudah lama terjadi pada tahun 2022,” ujarnya.
Joko menjelaskan, dari sepuluh korban yang melapor ke KDD Provinsi NTB, dua orang sedang diinterogasi Polda NTB. Kedua korban adalah orang dewasa.
“Bagi sebagian korban, hal ini masih menjadi perjuangan, mau melapor ke polisi atau tidak. Yang jelas hari ini ada dua korban dewasa yang ingin bersaksi di hadapan Polres NTB. Sedangkan untuk ketiga anak tersebut tidak demikian, sedang diproses oleh LPA (Lembaga Perlindungan Anak),” kata Joko.