Wisata Cruise Janji Bakal Pakai Bahan Bakar Nol Emisi pada 2050, Overtourism Tetap Jadi Ancaman
thedesignweb.co.id, Jakarta – Industri pelayaran global menghadapi tantangan besar di tengah pemulihan yang cepat pasca pandemi. Dengan komitmen untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2050, perusahaan pelayaran berupaya mengurangi dampak lingkungannya.
Namun permasalahan overtourism atau overtourism masih menjadi ancaman serius yang mengancam masa depan industri pelayaran. Menurut laporan State of the Industry 2024 dari Cruise Lines International Association (CLIA), jumlah penumpang kapal pesiar pada tahun 2023 akan melampaui angka sebelum pandemi dengan mencatat 31,7 juta penumpang.
Merujuk Euro News, Selasa (11 Mei 2024), menunjukkan kebangkitan kuat industri ini, dengan 84% generasi Baby Boomer dan Gen X serta 81% generasi Milenial berencana kembali ke laut. Namun, para pemimpin industri harus mengatasi masalah keberlanjutan penumpang dan dampak lingkungan dari kapal pesiar.
Beberapa destinasi populer telah melarang kapal pesiar berlabuh, seperti Venesia, yang kini mengarahkan kapal ke kota tetangga seperti Trieste atau Ravenna. Kota-kota seperti Juneau, Alaska, Santorini, Yunani menghadapi tekanan besar dari pariwisata.
Juneau, yang menerima 1,6 juta pengunjung setiap tahunnya, berencana membatasi jumlah penumpang kapal pesiar harian pada tahun 2026. Sementara itu, Santorini membatasi jumlah kapal yang diizinkan berlabuh setiap hari untuk meredakan ketegangan dengan masyarakat setempat.
Di beberapa tempat, penumpang kapal pesiar menghadapi amukan warga setempat yang kewalahan dengan banyaknya wisatawan yang datang. Di Barcelona misalnya, sejumlah warga menyemprotkan air untuk memaksa wisatawan menjauh dari tempat wisata utama.
Selain overtourism, industri pelayaran juga dituding merusak saluran air dan mengancam ekosistem. Kapal pesiar yang lebih besar dikatakan meningkatkan kerusakan lingkungan, yang menjadi perhatian utama para aktivis lingkungan.
Untuk mengatasi tantangan ini, beberapa perusahaan pelayaran mulai menerapkan strategi berkelanjutan. Salah satu caranya adalah dengan menjadwalkan kapal tiba secara bergiliran di pelabuhan-pelabuhan yang sering sibuk.
Misalnya, di Mykonos, kapal-kapal mengubah waktu kedatangannya untuk mengurangi jumlah penumpang. Selain itu, beberapa perusahaan pelayaran membeli pulau-pulau tersebut dan menambahkan pemberhentian ini ke rencana perjalanan terpopuler mereka.
Tidak hanya memberikan pengalaman unik bagi pengunjung, namun juga membantu mengurangi dampak pariwisata terhadap destinasi utama. Perusahaan seperti Disney, Carnival Corporation, dan Royal Caribbean telah mengembangkan pulau-pulau pribadi di Bahama, menawarkan pengalaman eksklusif kepada penumpangnya. Hal ini merupakan cara untuk mengurangi tekanan pada destinasi utama dan memberikan alternatif yang menarik bagi wisatawan.
Industri pelayaran saat ini fokus pada inovasi teknologi untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2050. CLIA menyoroti berbagai proyek percontohan dan inisiatif kolaboratif yang sedang berlangsung dengan operator produksi bahan bakar dan perusahaan manufaktur mesin.
Tujuannya adalah untuk menguji bahan bakar berkelanjutan dan teknologi yang membantu mengurangi dampak industri terhadap lingkungan. Salah satu inisiatif utamanya adalah penerapan Sistem Pengolahan Air Limbah Tingkat Lanjut (AWTS) oleh perusahaan pelayaran CLIA.
Dengan sistem ini, mereka memastikan bahwa tidak ada limbah yang tidak diolah yang dihasilkan selama operasi sehari-hari, sebuah langkah penting menuju keberlanjutan. Meskipun tantangan pariwisata dan dampak lingkungan masih ada, komitmen industri pariwisata untuk beralih ke bahan bakar tanpa emisi pada tahun 2050 menjanjikan masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.
Namun upaya tersebut harus terus didukung oleh kebijakan yang tepat dan kesadaran lingkungan dari seluruh pemangku kepentingan. Sistem AWTS berteknologi tinggi ini seringkali melebihi standar yang ditetapkan oleh kota-kota pesisir dan peraturan internasional.
Beberapa perusahaan pelayaran menggunakan infrastruktur canggih untuk memproduksi hingga 90% air di kapal. Sistem ini mengurangi kebutuhan untuk mengambil air dari daerah dengan sumber daya terbatas.
Untuk meminimalkan dampak terhadap kehidupan laut, anggota CLIA mengurangi kecepatan di area sensitif dan menggunakan teknologi untuk mengurangi kebisingan dan getaran di bawah air. Beberapa kapal berisi ilmuwan untuk membantu penelitian kehidupan laut.
Beberapa kapal mendaur ulang semua limbah, menggunakan panas berlebih dari mesin untuk memanaskan air dan mengurangi limbah makanan dengan sistem biodigester. Mengenai bahan bakar ramah lingkungan, kapal dengan sistem propulsi fleksibel memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan bio-LNG, LNG sintetik, atau metanol seiring dengan semakin tersedianya bahan bakar ini.
Namun apakah penggunaan teknologi benar-benar efektif? Meskipun hal ini masih jauh, wilayah seperti Amsterdam berencana melarang kapal pesiar memasuki pusat kota Belanda mulai tahun 2035.