Bos BTN: 24 Juta Orang Punya Rumah, tapi Tak Layak Huni
thedesignweb.co.id, Direktur Presiden Tabungan Negara (BTN) Jakarta, Nixon L.P. Napitupoulou mengungkapkan alasan mengapa lebih banyak keluarga tidak memiliki rumah. Permasalahan utamanya adalah pasokan perumahan yang sedang dibangun tidak mampu mengimbangi pertambahan keluarga baru setiap tahunnya.
Nixon menjelaskan, permasalahan ini bermula dari masalah perumahan yang belum terselesaikan selama bertahun-tahun. Ia mencatat, sejak era Presiden Soeharto, pasokan rumah meningkat dari 150.000 menjadi 300.000 unit per tahun.
“Kami selalu memantau besaran subsidi perumahan di BTN. Perumahan bersubsidi paling banyak sejak Pak Harto adalah 150 ribu hingga 300 ribu unit per tahun,” kata Nixon pada Forum Tematik Bakohumas BP Tapera 2024 di Jakarta. . (3/10/2024).
Namun, jumlah pasangan yang menikah dan memulai sebuah keluarga baru jauh lebih tinggi dari jumlah tersebut. Ia mencatat, setiap tahunnya bertambah sekitar 800 ribu hingga 1 juta keluarga baru.
“Itulah masalah kita. Kalau belum menikah, mungkin tidak jadi masalah. Tapi dengan adanya 800.000 hingga 1 juta pasangan baru setiap tahunnya, kebutuhan akan tempat tinggal tentu akan meningkat. Pernikahan menciptakan kebutuhan akan tempat tinggal. Jika Anda tidak menikah, orang tua bisa tinggal bersama, tapi setelah menikah biasanya ingin mandiri,” jelas minimnya tambahan rumah
Angka terkini menunjukkan bahwa tambahan perumahan yang disediakan pengembang adalah sekitar 400.000 hingga 500.000 unit per tahun. Jumlah tersebut belum cukup untuk mengimbangi pertambahan jumlah keluarga baru.
Sederhananya, terdapat kekurangan sekitar 300.000 hingga 500.000 rumah yang harus disediakan setiap tahun untuk memenuhi kekurangan perumahan.
“Masalahnya pasokan perumahan 400.000 hingga 500.000 unit per tahun, sehingga kita selalu merugi dan backlog perumahan semakin meningkat,” tambah Nixon.
“Sisi pasokan, sisi pengembang, sisi pasokan dapat melakukan banyak hal dengan tantangan yang berbeda-beda,” kata Nixon.
Sebelumnya diberitakan, Presiden terpilih Prabowo Subianto akan membentuk kembali Kementerian Perumahan Rakyat yang terpisah dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Pembentukan Kementerian Perumahan Rakyat merupakan langkah nyata pemerintah dalam mempercepat penyediaan perumahan nasional.
Namun mengingat rumitnya permasalahan perumahan, banyak pihak yang berharap kementerian dipimpin oleh menteri yang benar-benar memahami akar permasalahannya.
“Perumahan merupakan permasalahan yang kompleks sehingga tidak bisa dipelajari dengan cepat. Latar belakang, permasalahan pembiayaan perumahan dan keterjangkauan masyarakat khususnya generasi milenial harus segera diatasi dengan pendekatan yang tepat,” ujarnya di Knight Frank Indonesia; , Syarifa Syaukat, di Jakarta, Senin (9/9/2024).
Ia mengaku membutuhkan menteri yang memahami sejarah dan implementasi kebijakan tersebut serta mampu melakukan perubahan nyata terhadap perumahan, khususnya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (LMI). Jika memungkinkan, menteri mempunyai gagasan yang matang mengenai penanganan permasalahan perumahan secara terpadu.
“Akan lebih baik jika menteri memahami permasalahan perumahan karena akan membantu mempercepat akses perumahan yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat,” kata Sarifah yang juga dikenal sebagai senior Research Advisor Knight Frank Indonesia.
Martin Samuel Hutapea, kepala pengawas perkebunan, menambahkan bahwa menteri perumahan yang ditunjuk harus memahami prioritas dalam pengelolaan perumahan.
Faktor-faktor seperti kepadatan penduduk, daya beli, lapangan kerja, karakteristik lokasi dan ketersediaan lahan harus dipertimbangkan. Terutama bagi mereka yang, meski bekerja, kesulitan mendapatkan tempat tinggal.
“Siapa pun yang menjadi menteri perlu mengetahui isu-isu kunci dalam perumahan dan memantau pelaksanaannya. Oleh karena itu, diperlukan seseorang yang memiliki pendekatan konseptual dalam menyelesaikan permasalahan perumahan,” kata Martin.