Regional

Melihat Koleksi Terbaru Prajaneco yang Terapkan Ecoprint Pounding di Inacraft 2024

thedesignweb.co.id, Jakarta – Prajaneko asal Yogyakarta menghadiri Inacraft 2024 di Lobby B No. 7 JCC pada Rabu hingga Minggu (2-6 Oktober 2024). Di antara stan pameran, serangkaian koleksi eco-print bertema Ginaris terbaru tampak menonjol.

Pakaian kasual yang terinspirasi dari resor ini menonjolkan warna dominan putih dan menampilkan garis-garis daun pinus udang.

“Ginaris hadir karena terinspirasi dari motif garis dan geometris. Setiap garis, lekukan, dan lekukan dibuat dari daun pinus udang dengan teknik ecoprint,” kata Matthius Indarto, pemilik Prajaneco.

Koleksi Prajaneco yang relatif teknis diluncurkan pada Inacraft 2024 mulai dari Rp 400.000.

Tius menceritakan cara membuat kain eco-print. Teknologi pembuatannya dibagi menjadi dua tahap: penyiapan kain dan penerapan motif.

 

Kain polos yang berdesain lurus tidak memilikinya, melainkan harus melalui proses pembersihan dan pengetsaan.

Pembersihan melibatkan merendam kain biasa dalam deterjen semalaman. Tujuannya adalah membersihkan residu untuk memastikan penyerapan warna yang baik selama proses eco-printing.

Setelah itu, kain dibilas dan dijemur hingga benar-benar kering. Untuk memaksimalkan penyerapan warna kain, diperlukan etsa.

Pada proses ini, kain yang sudah dibersihkan direndam dalam larutan tawas selama tiga hari, kemudian dicuci dan dijemur hingga benar-benar kering.

Hampir semua daun bisa digunakan untuk membuat motif eco-print. Prayaneko menggunakan dua cara untuk membuat eco-print, yakni menggosok atau mengetuk dan mengukus atau mengukus. Penyadapan melibatkan pemukulan daun pada kain hingga bekas warnanya menempel.

Dalam hal ini yang dikukus artinya daun ditaruh seperti ini di atas kain lalu dikukus selama tiga jam. Setelah itu kain dibuka, dijemur dan dibersihkan dari daun-daun yang menempel.

 

Pemukulan dan pengukusan tidak berhenti sampai di situ. Setelah kain bersih dari dedaunan, kedua cara tersebut harus melalui tahap setting untuk memastikan warnanya tetap terjaga dan tidak pudar. Kain kemudian dicuci dengan deterjen untuk menguji tahan luntur warna. Baru setelah itu kain tersebut dapat digunakan untuk membuat pakaian jadi atau untuk dijual.

“Ecoprint dinilai ramah lingkungan karena bahan yang digunakan menghasilkan limbah yang dapat terurai di alam,” kata Thius.

Selain itu, desain yang diterapkan pada setiap kain tidak boleh sama persis. Hal ini membuat produk batik ecoprint menjadi terbatas karena tidak bisa diproduksi secara massal.

Proses pembuatan kain ecoprint tidak bisa dilakukan secara instan. Dibutuhkan waktu kurang lebih dua minggu untuk menghasilkan kain dengan pola yang diinginkan.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *