Proyek SIHT Miliaran Rupiah Sarat Masalah, Kejari Kudus Desak Rekanan Diputus Kontrak
thedesignweb.co.id, Jakarta – Perjuangan Pemerintah Daerah Kudus Jawa Tengah meraih penghargaan program promosi antikorupsi yang diberikan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) pada 11 Juli 2024 kini ternoda. munculnya skandal korupsi.
Kasus dugaan korupsi yang kini ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Kudus adalah tentang pelanggaran pelaksanaan proyek pembangunan Sentra Industri Tembakau (SIHT) di Kabupaten Jekulo Kudus.
Proyek yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kudus tahun 2023 ini berada di bawah naungan Dinas Koperasi Industri dan UKM (Disnakerperinkop dan UKM) Kudus.
Keberadaan proyek SIHT menarik perhatian masyarakat Kudus di Jawa Tengah. Sebab, rancangan APBD sebelumnya penuh permasalahan.
Sebab, ada dugaan skandal korupsi terjadi pada proyek bernilai lebih dari 9 miliar dram tersebut. Kejaksaan Kudu menetapkan dua orang sebagai tersangka: mitra pemrograman dan mitra pelaksana proyek.
Meski terkendala, Pemkab Kudus tetap melanjutkan proyek SIHT dengan melakukan realokasi anggaran sebesar Rp12 miliar dari APBD Perubahan 2024.
Ada 12 paket pekerjaan dalam proyek SIHT yang terletak di sebelah barat Polres Kudus tersebut, meliputi pembangunan empat gedung produksi, pembangunan hanggar bea cukai, dan pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL).
Pembangunan pagar tambahan keliling, pintu gerbang (gate), sumur rembesan, sumur dalam, penerangan jalan umum dan berbagai proyek pembangunan lainnya.
Namun hingga akhir tahun 2024, mitra pelaksana proyek SIHT belum dapat menyelesaikan pekerjaannya sesuai jangka waktu yang ditentukan.
Atas kondisi tersebut, Kejaksaan Kudu yang memberikan dukungan terhadap proyek tersebut menyarankan kepada Dinas Tenaga Kerja, Koperasi, dan UKM setempat untuk memutus kontrak dengan masing-masing pelaksana.
Tonton video unggulan ini:
Kepala Kejaksaan Kudus Henriadi V Putro mengaku sengaja meminta Dinas Tenaga Kerja dan Koperasi UKM Kudus untuk memutus kontrak sejumlah mitra pelaksana proyek SIHT.
Henriadi mengatakan, pemutusan kontrak kerja karena kontraktor gagal menyelesaikan pekerjaan sesuai jadwal yang ada.
“Kami meminta keputusan karena pemasok tidak bisa menyelesaikannya sesuai jadwal perkembangan. “Ada beberapa paket pekerjaan yang kami minta untuk diputus kontraknya,” kata Kajari Henriadi kepada wartawan, Minggu (29/12/2024).
Dalam pemutusan kontrak kerja, Henriadi mengatakan, masing-masing mitra pelaksana akan dibayar sesuai dengan kemajuan pekerjaan yang dihasilkannya.
Tak hanya itu, tambah Henriadi, sejumlah mitra proyek SIHT juga terancam sanksi administratif yakni berupa daftar hitam karena perusahaan tersebut tidak bisa menjadi penyedia selama lima tahun.
“Sanksi administratif terhadap perusahaan tidak dapat digunakan untuk mendapatkan pekerjaan lain selama lima tahun. Sedangkan sisa anggaran yang tidak terserap akan menjadi Silpa dan akan dianggarkan pada tahun depan, ujarnya.
(Arief Pramono)