THE DESIGN WEB

Seputar berita tentang liputan nusantara

Regional

Sesalkan Putusan PK Mardani H Maming, Mantan Ketua MK: Batalkan Putusan Pengadilan Tipikor

thedesignweb.co.id, Jakarta – Putusan Peninjauan Kembali (PK) pada Mahkamah Agung (MA) kasus Mardani H Maming yang baru saja keluar masih jauh dari sempurna, mengingat yang bersangkutan bukanlah oknum koruptor.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Hamdan Zoelva menilai putusan tersebut belum sempurna karena putusan tingkat pertama hingga tingkat kasasi jelas mengandung sejumlah kesalahan penerapan hukum, kekeliruan, dan pertentangan antar putusan.

Hamdan Zoelva mencontohkan, putusan tersebut mengandung tiga kontradiksi, antara lain terkait penerapan hukum yang salah, ketentuan Art. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara sebagaimana tertuang dalam dakwaan dan gugatan, tidak bisa diterapkan dalam kasus ini.

“Dalam urusan pengambilan keputusan akhir dalam suatu negara hukum administrasi berlaku asas “het vermoeden van rechtmatigheid atau presumtio justea causa” (asas praduga rectamatig), yang berarti setiap keputusan yang dikeluarkan oleh pejabat administrasi publik dianggap sah sampai dengan ditetapkannya asas tersebut. sebaliknya dibuktikan sebagai bagian dari tata usaha negara atau prosedur peradilan,” ujarnya dalam keterangan resmi.

Ia juga mencatat adanya kekeliruan terkait tindak pidana penerimaan suap berupa tidak adanya pembuktian kesepakatan antara pemberi dan penerima (Mardani H Maming) mengenai unsur “menerima hadiah” dalam Pasal. 12 menyala. b UU Pemberantasan Korupsi.

Oleh karena itu terdapat pertentangan antara putusan Pengadilan Tipikor dengan putusan Pengadilan Niaga. Pertentangan dengan putusan tersebut, berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor, Mardani H Maming dinyatakan bersalah menerima “hadiah” berupa dividen dan royalti. Meskipun putusan Pengadilan Niaga menunjukkan bahwa uang yang ditransfer oleh PT. PCN untuk hubungan bisnis.

“Putusan yang kontradiktif ini seharusnya menjadi dasar yang kuat untuk membatalkan putusan Pengadilan Tipikor. Menggabungkan dua peristiwa dengan ritme dan sebab yang berbeda merupakan kesalahan logika,” tuturnya.

Ia menemukan adanya indikasi pelanggaran prinsip imparsialitas, seperti temuan majelis hakim hanya berdasarkan keterangan saksi.

Sehingga melanggar asas unus testis nulus testis, pertimbangan hukumnya hanya berdasarkan testimoni pemeriksaan dan putusan pengadilan dalam perkara pidana korupsi ini, sejumlah fakta seolah dikonstruksikan sebagai bukti tidak langsung, meski tidak sinkron dengan satu sama lain.

“Padahal, peradilan yang tidak memihak untuk memahami supremasi hukum adalah suatu keharusan. Oleh karena itu, majelis hakim harus melihat kejanggalan yang terjadi dalam perkara ini dari sudut pandang yang jelas dan obyektif, tanpa adanya intervensi dari pihak manapun. Hal ini merupakan inti dari independensi peradilan, sehingga keadilan benar-benar dapat ditegakkan dengan seadil-adilnya. jalan bagi yang mencarinya,” jelasnya.

Senada dengan itu, Guru Besar Hukum UII, Prof. Hanafi Amrani menilai dalam kasus Mardani H. Maming terdapat kesalahan penerapan hukum yang mengakibatkan fakta hukum diabaikan dalam persidangan. Menurutnya, pertimbangan hakim merupakan pemikiran yang tidak dapat diterima dan tidak dapat dibuktikan di pengadilan.

Lebih tegasnya, Profesor Dr Todung Mulya Lubis mengatakan, hakim dalam kasus ini dipenjara oleh beberapa pihak. Anggapan tersebut mengacu pada miscarriage of justice atau keguguran keadilan yang menurut Todung disebabkan oleh sikap hakim yang bias dalam menangani perkara tersebut.

Menurut dia, dalam mengambil keputusan, pengadilan hanya mempertimbangkan keterangan saksi yang tidak hadir. Sedangkan saksi lain yang memberikan keterangan berbeda tidak dihiraukan.

“Menurut saya, hakim terjebak dalam kasus ini,” imbuhnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *