Kesehatan

Darurat Kesehatan Global Mpox, Epidemiolog: Sebelum Ditetapkan WHO pun Memang Sudah Jadi Silent Epidemic

thedesignweb.co.id, Jakarta – Meningkatnya kasus cacar di Afrika, khususnya di Kongo, memicu penetapan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai Public Health Emergency of Concern (PHEIC).

“Hari ini (14/8) Komite Darurat #mpox bertemu dan memberi tahu saya bahwa menurut mereka situasinya adalah Darurat Kesehatan Masyarakat yang Menjadi Kepedulian Internasional (PHEIC). Saya menerima saran ini,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus. dalam tweetnya di X pada Rabu 14 Agustus 2024 waktu setempat.

Keputusan ini mendapat tanggapan dari ahli epidemiologi Dicky Budiman. Menurutnya, bahkan sebelum Mpox kembali dinyatakan sebagai darurat internasional, penyakit tersebut belum benar-benar hilang.

“Setelah (keadaan darurat) dicabut pada Mei 2023, Mpox secara efektif akan menjadi epidemi diam-diam, artinya penyakit ini tidak akan hilang dan kemungkinan akan terus tumbuh dan menyebar.” “Dan tidak mengherankan jika akhirnya bermutasi menjadi strain yang kini memimpin penyebaran berikutnya,” kata Dicky kepada Health thedesignweb.co.id melalui pesan suara, Sabtu (17/8/2024).

Strain, varian, atau klad baru Mpox dapat menyebabkan penyakit yang lebih parah, dengan tingkat keparahan atau kematian hingga 10%.

“Sebelumnya berlokasi di Kongo dan sekitarnya. Namun kini sepertinya sudah menyebar karena gejala penyakit seperti ini, sehingga penyakit yang berkaitan dengan kebiasaan (perilaku) sehari-hari cenderung sulit diberantas, jelas Dicky.

Organisasi Kesehatan Dunia menjelaskan di situs resminya bahwa sebelum memberikan nasihat kepada Tedros, Komite Darurat Mpox meninjau data dari para ahli di WHO dan negara-negara yang terkena dampak.

Dengan menganalisis data yang ada, Komite Darurat Mpox melihat kemungkinan penyebaran lebih lanjut ke negara-negara di Afrika dan mungkin di luar Afrika. Oleh karena itu, status Mpox direkomendasikan sebagai PHEIC, sebagaimana disebutkan di situs resmi WHO.

Mendeklarasikan status Mpox sebagai PHEIC, Tedros mengatakan penyebaran penyakit yang menyerang area kulit ini sangat cepat di Kongo bagian timur. Selain itu, laporan dari beberapa negara Kongo juga mengkhawatirkan.

Oleh karena itu, koordinasi internasional diperlukan untuk mencegah penyebaran epidemi semakin meluas.

Tedros menambahkan, penyebaran penyakit Mpox atau yang dulu disebut cacar monyet (monkeypox) kini semakin pesat dan sangat memprihatinkan.

“Munculnya jenis mpox baru, penyebarannya yang cepat di DRC bagian timur (Republik Demokratik Kongo) dan pelaporan kasus di beberapa negara tetangga merupakan hal yang sangat memprihatinkan,” kata Tedros.

“Dengan munculnya jenis virus Mpox lainnya di Kongo dan negara-negara Afrika lainnya, jelas bahwa respons internasional yang terkoordinasi diperlukan untuk menghentikan wabah ini dan menyelamatkan nyawa,” tambahnya.

Direktur Regional WHO untuk Afrika, Dr. Matshidiso Moeti. Ia mengatakan, seiring dengan terus meluasnya penyebaran virus, pihaknya akan terus meningkatkan koordinasi internasional untuk mengakhiri wabah tersebut.

Dalam keterangan yang sama, Ketua Panitia, Prof Dimie Ogoina mengatakan, peningkatan kasus mpox yang terjadi saat ini di beberapa wilayah Afrika merupakan keadaan darurat tidak hanya bagi Afrika, tetapi juga bagi seluruh dunia.

“Mpox yang berasal dari Afrika kemudian menimbulkan pandemi pada tahun 2022. Sudah saatnya bertindak tegas untuk mencegah terulangnya sejarah,” kata Dimie Ogoina.

Pada tahun 2022, Indonesia juga akan mengalami kasus Mpox pertama. Kasus cacar monyet pertama terkonfirmasi pada Jumat malam 19 Agustus 2022.

Kasus cacar monyet pertama di Indonesia terjadi pada seorang warga negara Indonesia (WNI) laki-laki dengan riwayat perjalanan ke luar negeri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *