Kesehatan

THE NEWS Autoimun dan Alergi, Gangguan Antibodi yang Tidak Bisa Sembuh tapi Bisa Dikendalikan

thedesignweb.co.id, Jakarta Apa jadinya jika sistem imun tubuh yang terlalu aktif menyerang sel baik atau tubuh itu sendiri? Sekilas inilah yang disebut dengan autoimun dan alergi, jenisnya ada ratusan dan bisa menyerang siapa saja.

Prof.Ph.D. Selaku Ketua Pusat Merkuri atau Alergi, Imunologi, Autoimun dan Vaksin Eka Hospital, Iris Renganis, Sp.PD-KAI menjelaskan perbedaan penyakit autoimun dan alergi, yang sama-sama menyerang imunitas tubuh.

“Kalau alergi, antibodi jenis IgE-nya overaktif, berlebihan. Jadi penampakannya seperti sensasi gatal, asma, dan lain-lain. karena alergi,” kata Iris. Hal ini juga perlu dilakukan pemeriksaan atau tes.”

IgE adalah kadar imunoglobulin E yang merupakan salah satu jenis antibodi dalam tubuh.

Sedangkan pada autoimun, antibodi yang terlalu aktif adalah jenis IgG. IgG adalah sejenis antibodi yang biasanya ditemukan dalam darah dan cairan tubuh lainnya. 

Selain terlalu aktif, pasien autoimun juga mengalami kesalahan pada antibodi IgG. Antibodi dianggap dapat melindungi tubuh dari penyakit, virus, bakteri, dan lain-lain, namun pada pasien autoimun, antibodi tersebut justru menyerang tubuh itu sendiri.

 “Jadi dia salah mengira tubuh itu musuh, virus, yang menyerang sel-sel sehat. “Bisa di sel hati, ginjal, kulit, apa saja,” kata Iris.

Sayangnya, kedua masalah antibodi ini, baik alergi maupun autoimun, tidak dapat disembuhkan. Namun, hal ini dapat dikendalikan.

Apakah alergi dan autoimun bisa disembuhkan atau tidak? “Ini mirip dengan diabetes dan tekanan darah tinggi, yang tidak bisa disembuhkan, tapi bisa dikelola dan dikendalikan,” kata Iris.

Cara mengendalikannya adalah dengan mengenali pemicunya, mengobatinya, dan menjalani terapi untuk menetralisir antibodi IgE atau IgG. Artinya, pasien dapat menjalani kehidupan normal dengan melakukan aktivitas normal.

 

Iris menjelaskan, siapa pun bisa menderita penyakit autoimun, namun orang dengan faktor genetiklah yang paling rentan.

“Genetika, faktor keturunan. Kemungkinannya biasanya 8 atau 9 banding 1, karena perempuan punya lebih banyak hormon estrogen. Sementara kita tahu, hormon aneh ini berperan menyebabkan penyakit autoimun,” kata Iris. yang lalu. 

Faktor lain yang berperan adalah lingkungan dan asupan makanan. Ilmu pengetahuan terkini menyebutkan bahwa asupan makanan dapat mempengaruhi seseorang terkena penyakit autoimun. Misalnya terlalu banyak mengonsumsi MSG, pewarna, dan gluten.

“Jadi kalau ada yang terkena penyakit autoimun, ada juga pola makan khusus untuk itu, terutama gluten. Semua jenis gluten harus diganti, bisa coba tepung tapioka, tepung sagu, tepung beras,” kata Iris banyak produk bagus sekarang.”

 

 

Iris menyebutkan autoimun dan alergi tidak bisa disembuhkan oleh tubuh. Begitu sampai di sana, ia akan tinggal di sana selamanya.

Katanya, “Cari tahu apa faktor pemicunya, minumlah obat, meski tidak bisa disembuhkan sepenuhnya, agar penyakitnya kita tidurkan, lemahkan dan pasien bisa hidup normal.” 

Iris mengatakan penderita autoimun dan alergi dapat menghentikan penggunaan obat tersebut setelah jangka waktu yang lama. Asalkan Anda memperhatikan faktor pemicunya. Jika Anda mengetahui penyebabnya sejak awal, hindarilah sebisa mungkin, jangan sampai kambuh lagi dan membuat penyakitnya kambuh lagi. 

“Misalnya tiba-tiba makan yang salah, terlalu banyak makan gluten, pasti badan akan terasa sakit. Jadi mulai diet, kembali ke kualitas hidup yang lebih baik,” ujarnya.

Saat ini, Eka Hospital memiliki Clinic for Allergic Immunology, Autoimmune and Vaccines (ALIVE), sebuah fasilitas kesehatan yang khusus menangani diagnosis, pengobatan dan penyembuhan kondisi alergi, imunologi, autoimun, serta pusat vaksin.

“Klinik Alergi Imunologi untuk Autoimun dan Vaksin (ALIVE) hadir menjawab permintaan dalam upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat. “ALIVE bertujuan untuk menjadi pusat unggulan dalam pengobatan penyakit alergi, imunologi dan autoimun serta memberikan layanan vaksinasi yang optimal,” kata Dr. Reena Setiawati, Chief Operating Officer (COO) Eka Hospital Group.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *