Kesehatan

THE NEWS Kisah Sedih di UGM, Orangtua Maba dari Sumut Sambangi Kelas Perkuliahan Wakili Anak yang Sudah Tiada

thedesignweb.co.id, Jakarta – Kisah duka datang dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

Pada hari Rabu, 14 Agustus 2024, sepasang suami istri duduk di kursi paling depan di antara mahasiswa baru (maba) program studi manajemen.

Bukan tanpa alasan, suami Sebastian Hutabarat dan istri Imelda Tiourniari Napituplou datang ke kelas mewakili anaknya yang akan menginap bersama teman barunya hari itu.

Nak, Marchia R.M. Di Hutabarat, ia diumumkan sebagai mahasiswa UGM, namun meninggal pada 17 Juni 2024, sebelum kehidupan kuliahnya dimulai.

Gadis asal Sankarnihuta, Balige, Toba, Sumatera Utara ini meninggal karena sakit sehingga tak sempat terburu-buru atau membicarakan pendaftaran siswa baru.

Kehadiran Sebastian dan sang istri berhenti sejenak untuk merasakan pidato yang dilontarkan untuk momen haru pagi itu. Sebastian diberi kesempatan untuk menceritakan kisah putrinya dan mengaku selalu membayangkan putrinya bisa duduk di kursi kampus tersebut.

Seperti dikutip laman UGM, Rabu (21/8/2024), ia berkata dengan suara gemetar dan mata berkaca-kaca, “Saya membayangkan Marcia duduk di antara kalian.”

Sebastian mengatakan Marcia lahir pada tahun 2006 dan tumbuh menjadi pribadi yang cerdas dan cakap. Seorang putri selalu memenangkan kelasnya. Berkat prestasinya, Marchia diterima di UGM melalui jalur Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP).

Sebastian dan istrinya tidak pernah menyangka akan berpisah dari putri mereka secepat ini. Ia merasakan kehilangan yang sangat mendalam karena ia menyadari bahwa ia tidak bisa selalu ada untuk Marcia di setiap momen hidupnya.

Saat itulah istri saya menelepon. Dia mulai bilang, jangan kaget, Marchia sudah meninggal. Tiba-tiba perasaan saya terluka karena saya di Bali, sedangkan Marchia di Yogyakarta, jelasnya.

Imelda sambil menahan air mata mengungkap peristiwa meninggalnya Marcia. Menurutnya, sejak Juni 2024, ia dan Marshia berada di Yogyakarta bersama putri sulungnya, Nada. Kakak Marcia pernah kuliah di Yogyakarta yaitu Institut Seni Indonesia (ISI).

Imelda dan Nada datang membantu dan mendukung Marchia dalam mempersiapkan segala kebutuhan pra kuliahnya, termasuk mencari kos.

Mereka juga menyempatkan diri mengunjungi lingkungan kampus UGM bulan Februari.

Marcia berfoto di depan gedung Pertamina Tower. Katanya kampusnya dingin dan dia merasa lemas,” kata Imelda.

Sebagai bentuk perayaan kesuksesan putrinya, Imelda pun merencanakan perayaan kecil-kecilan. Ia mengajak kedua putrinya mengunjungi Nepal Van Java Magelang. Saat itu, semuanya tampak baik-baik saja, tidak ada yang perlu dikeluhkan dari putri bungsunya. Namun sesampainya di penginapan, sesuatu yang tidak terduga terjadi. 

“Saat kami sampai di penginapan, Marchia bilang dia mau mandi. Setelah lebih dari 30 menit, dia tidak keluar, saya ketuk dan tidak ada respon dan akhirnya saya buka pintunya, Marchia sudah tidak sadarkan diri. , ” jelasnya.

Awalnya Imelda mengira putrinya sedang bercanda. Namun, saat terbangun dan tak sadarkan diri, petugas langsung memberikan pertolongan pertama dan membawanya ke Puskesmas terdekat sekitar 15 km dari penginapan. 

“Saat itu puskesmas terdekat sedang sepi karena libur Idul Adha. Sesampainya di sana, saya baru sadar Marcia tidak ada dan ternyata benar,” ujarnya.

Meski sulit, dia harus menerima kenyataan ini. Ia masih merasa bersyukur bisa bersama putrinya hingga saat-saat terakhir hidupnya.

Sebastian melanjutkan cerita istrinya tentang sosok Marcia. Putrinya adalah anak yang sangat antusias dan bertekad untuk mencapai impiannya termasuk masuk ke UGM. Marcia mempunyai kebiasaan belajar hingga larut malam dan terkadang kurang memperhatikan makanan sehingga menyebabkan asam lambung. 

“Jadikan pengalaman Marchia ini lebih apresiatif dan peduli. Semoga bisa menjadi bahan renungan, agar kita lebih memanfaatkan waktu dan tidak menyia-nyiakan makanan serta menerapkan pola hidup sehat,” sarannya.

Mahasiswa baru yang merupakan teman Marcia menitikkan air mata setelah mendengar cerita ini. Bahkan dosen kelas, Rina Herani, S.E., M.Sc pun tak kuasa menahan air matanya dan suaranya bergetar hebat saat menceritakan kisah Marchia, yang menjadi pengingat bagi para mahasiswa untuk memanfaatkan waktu dengan bijak. 

“Jangan buang-buang waktu untuk belajar. Belajar di sini bisa, ini kesempatan yang luar biasa karena tidak semua orang bisa merasakannya, jadi jangan sia-siakan kesempatan itu,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *