Kerugian Akibat Ransomware Tembus Rp 703 Miliar di Paruh Pertama 2024
thedesignweb.co.id, Jakarta – Pada paruh pertama tahun 2024, korban ransomware membayar total $450 juta atau sekitar Rp 703 miliar kepada penjahat dunia maya.
Jika tren ini terus berlanjut, tahun ini dapat mencetak rekor baru pembayaran ransomware, mengalahkan rekor $1,1 miliar yang dicapai pada tahun 2023.
Dikutip dari Bleeping Computer, Jumat (23/8/2024), menurut laporan dari Chinalysis, pembayaran uang tebusan justru meningkat meski ada upaya penegakan hukum.
Salah satu alasannya adalah kelompok ransomware cenderung menargetkan organisasi besar yang mampu membayar uang tebusan dalam jumlah besar, seperti yang terlihat ketika sebuah perusahaan Fortune 50 membayar $75 juta kepada Dark Angels Group.
Pembayaran tebusan rata-rata meningkat dari $199.000 pada awal tahun 2023 menjadi $1,5 juta pada bulan Juni 2024.
Hal ini menunjukkan bahwa pelaku ransomware menargetkan perusahaan besar dengan kapasitas pembayaran lebih tinggi.
Meskipun serangan ransomware secara keseluruhan meningkat sebesar 10 persen dibandingkan tahun lalu, jumlah organisasi yang membayar uang tebusan menurun sebesar 27 persen.
Fenomena ini menunjukkan semakin banyak korban yang memilih untuk tidak menuruti tuntutan pungli.
Selain itu, laporan Chainalysis juga mengungkapkan bahwa jumlah mata uang digital yang dicuri meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun lalu, mencapai $1,58 pada Juli 2024.
Namun aktivitas ilegal di blockchain berjumlah 20%, menunjukkan bahwa penggunaan mata uang kripto yang sah berkembang pesat.
Serangan ransomware sebelumnya terhadap Pusat Data Nasional Sementara (PDSN) telah menimbulkan kekhawatiran akan serangan lain terhadap data kesehatan.
Ransomware adalah varian berbahaya dari malware (perangkat lunak berbahaya) yang digunakan korban untuk mengunci akses ke data korban dan meminta uang tebusan untuk pemulihan.
Menurutnya, tidak mudah untuk menerapkan seluruh langkah keamanan siber karena memerlukan investasi besar di bidang infrastruktur, teknologi, dan sumber daya manusia.
Di sisi lain, ancaman ransomware terus berkembang, dan peretas selalu mencari cara baru untuk melakukan pertahanan. Oleh karena itu, sangat penting untuk melakukan pendekatan proaktif, adaptif dan kolaboratif sejak masa kanak-kanak.
Upaya ini juga harus didukung oleh kolaborasi sektor swasta dan publik, dimana pemerintah bermitra dengan perusahaan teknologi dan organisasi non-pemerintah untuk berbagi informasi dan sumber daya guna mencegah ancaman dunia maya.
Inisiatifnya dapat berupa pembentukan National Cyber Attack Response Center, program pelatihan keamanan siber, dan inisiatif pengabdian masyarakat, ujarnya dalam siaran pers, Rabu (3/7/2024).