Lifestyle

Tren Pariwisata 2025 Bakal Lebih Personal, Wisata Alam dan Interaksi dengan Unsur Lokal Paling Diminati

thedesignweb.co.id, Jakarta – Indonesia Tourism Forecast 2025 menampilkan tren pariwisata tahun depan yang meliputi kustomisasi, personalisasi, lokalisasi, dan grup wisata yang lebih kecil. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno mengungkapkan, kini sebagian besar wisatawan juga akan memilih destinasi yang menerapkan aspek pembangunan berkelanjutan dan ingin berkontribusi terhadap perekonomian lokal.

Namun, pariwisata saja menghasilkan 8 persen emisi karbon global, sehingga pemerintah berupaya memastikan bahwa kegiatan pariwisata kini dapat mencakup lebih banyak elemen keberlanjutan. “Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif telah bekerja sama dengan Tracein untuk menghitung dan memantau jejak karbon kegiatan pariwisata di Indonesia dengan menggunakan Carbon Footprint Kalkulator,” kata Sandi tentang langkah yang memungkinkan pariwisata berperan dalam penerapan aspek keberlanjutan, ketika ia menghadiri Seminar Online Indonesia’s Tourism Outlook 2025 pada Kamis (10/10/2024). 

Direktur Kajian Strategis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Agustini Rahayu melanjutkan, minat terhadap destinasi berkelanjutan juga ditujukan pada pariwisata berkualitas. “Permintaan dalam Indonesia Tourism Outlook 2025 lebih pada wisata alam dan interaksi dengan masyarakat lokal. Oleh karena itu penting untuk mengubah pola pikir masyarakat agar lebih peduli terhadap lingkungan,” jelasnya.

Untuk itu, pemerintah memperkenalkan konsep Blue-Green Circular Economy (BGCE) yang mengedepankan perlindungan lingkungan. Dengan konsep ini, pelaku usaha pariwisata dan pendukungnya harus tetap mengedepankan prinsip ekonomi dan nilai manfaat sosial, ekonomi, dan lingkungan, yang harus melebihi biaya yang dikeluarkan.  

 

Jika dianalisa lebih lanjut dalam BGCE sendiri, ekonomi biru akan fokus pada perekonomian dan lingkungan hidup dalam konteks wilayah laut dan pesisir. Kemudian ekonomi hijau akan menekankan pada ekonomi, lingkungan hidup dan kepedulian. Ekonomi sirkular kemudian akan memprioritaskan aktivitas ekonomi dan kelestarian lingkungan melalui proses dan sirkulasi material untuk memaksimalkan fungsi ekosistem dan kesejahteraan manusia. 

Meski hal tersebut sudah digariskan dan minat wisatawan terhadap pariwisata berkelanjutan cukup tinggi, namun Agustini melanjutkan bahwa konsep keberlanjutan itu sendiri belum terkristalisasi di masyarakat, khususnya di kalangan industri. Dikatakannya, pariwisata memang merupakan suatu usaha yang memanfaatkan apa yang sudah ada, sehingga untuk terus melakukan perjalanan dimasa yang akan datang maka destinasi wisata tersebut harus dilestarikan.

“Destinasi itu diberikan, jadi cara mengelolanya perlu meningkatkan kesadaran,” jelas Ayu lagi.

Agustini menambahkan, mengukur implementasi BGCE merupakan sebuah tantangan karena hanya sedikit pemangku kepentingan industri pariwisata yang melakukan kegiatan BGCE secara konsisten dan spesifik. Selain itu, sulit untuk mengukur dampak kegiatan BGCE dan kurangnya kompetensi staf untuk mengukur dampak kegiatan BGCE. 

 

 

 

Menurut Agustini, regulasi yang mendukung pelaksanaan BGCE sangat diperlukan untuk memudahkan pencapaian tujuan tersebut. Namun demikian, masih perlu dilakukan upaya penyempurnaan terhadap regulasi yang ada, khususnya Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 9 Tahun 2021 agar lebih memperhatikan prinsip BGCE. 

Prinsip pariwisata berkelanjutan juga tertuang dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 1 Tahun 2021 tentang Program Evaluasi Usaha di Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Laut juga berlaku. 

Agustini menambahkan, pariwisata berkelanjutan dapat dicapai dengan regulasi yang mendukung, edukasi dan kesadaran masyarakat, kolaborasi dengan pemangku kepentingan, dan dukungan finansial. Yang tidak kalah pentingnya adalah meningkatkan kinerja SDN, transparansi produk atau destinasi, memastikan keamanan, memberdayakan komunitas lokal, perlindungan lingkungan secara keseluruhan, dan menegakkan hukum dan peraturan.

Sementara itu, pariwisata berkelanjutan tidak lagi menjadi pilihan, namun sudah menjadi inti pengelolaan sektor penting penyumbang devisa Indonesia. Untuk itu, Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) merilis Buku Putih Pengembangan Pariwisata di Labuan Bajo di sela perayaan Hari Pariwisata Dunia (WTD) di Taman Parapuar, Jumat malam, 27 September 2024. 

 

Pembukaan fasilitas tersebut dinilai menjadi tonggak penting pengembangan kawasan Labuan Bajo Flores sebagai destinasi pariwisata inklusif dan berkelanjutan dengan prioritas tertinggi. Berbagai pihak dilibatkan dalam proses persiapan tersebut, seperti instansi pemerintah, pelaku budaya, praktisi industri pariwisata dan beberapa sumber terkait. 

Dokumen yang disebut juga dengan Policy Statement ini bertujuan untuk memberikan informasi dan rekomendasi mengenai permasalahan pembangunan pariwisata dan merupakan wujud nyata dari serangkaian diskusi, penelitian, dan konsultasi mendalam dengan pemangku kepentingan dari berbagai sektor.

Tujuan utamanya adalah memberikan bimbingan dan arahan menyeluruh dalam pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan perlindungan lingkungan, alam, dan budaya lokal. Arahan ini akan efektif jika semua pihak yang terlibat berkomitmen tinggi dan bekerja sama untuk mewujudkannya.

“Buku putih ini diharapkan dapat menjadi titik awal pengembangan kebijakan terhadap isu-isu strategis yang mendesak dan berdampak pada seluruh kawasan Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Labuan Bajo dan Flores,” kata Plt. Direktur Jenderal BPOLBF Frans Teguh dalam sambutannya mengutip pesan yang diterima tim Lifestyle thedesignweb.co.id pada Minggu, 29 September 2024.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *