Berita

Kemendikbudristek Terbitkan PPKSP untuk Wujudkan Lingkungan Satuan Pendidikan yang Aman, Nyaman, dan Inklusif

thedesignweb.co.id, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Jakarta telah menerbitkan Permendikbudristek Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Lingkungan Hidup (PPKSP) Departemen Pendidikan tahun 2023. Kebijakan ini merupakan landasan penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman dan inklusif bagi semua. 

Salah satu aspek penting dalam peraturan PPKSP Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah pembentukan tim pencegahan dan pemantauan kekerasan (TPPK) di setiap departemen akademik. Sejak diberlakukannya aturan pada 8 Agustus 2023, saat ini (10/10/2024) tercatat 404.956 satuan studi (93,71%) yang terdaftar sebagai pembentuk TPPK. Selain itu, pemerintah daerah juga berperan aktif dengan membentuk kelompok kerja PPKSP yang meliputi 27 kelompok kerja provinsi (71,05%) dan 441 kelompok kerja kabupaten/kota (85,79%). 

“Pembentukan TPPC dan Satgas merupakan langkah awal pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan. Setelah itu, pencegahan dan penanganan kekerasan akan menjadi perjuangan kolaboratif jangka panjang.” katanya. Sekretaris Utama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Suharti selama beberapa waktu.

Pembentukan gugus tugas PPKSP pemerintah daerah dan satuan pendidikan PPKSP menjamin respon cepat terhadap kejadian kekerasan. Peran efektif seluruh ekosistem pendidikan dalam mencegah dan memberantas kekerasan sangat penting untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang aman, mendukung, dan inklusif. 

Kepala SMPN 1 Bintan Kepulauan Riau Bapak Lestari berbagi praktik baik komunikasi antar teman melalui kampanye PPKSP dan kegiatan praktik.

“Dampaknya lebih besar, artinya transparansi dan keterbukaan terhadap pemberitaan kekerasan.” Pendekatan peer-to-peer teaching membuat siswa nyaman dan cepat memahami,” ungkapnya.

Namun pembentukan Satgas TPPK dan PPKSP saja tidak cukup. Penguatan kapasitas semua pihak yang terlibat dalam penerapan pendidikan non-kekerasan adalah kuncinya. Melalui Platform Merdeka Mengajar (PMM), sekitar 1 juta guru telah mengirimkan dan mengakses berbagai modul terkait pencegahan kekerasan, termasuk pencegahan kekerasan, kekerasan seksual dan intoleransi, untuk belajar mandiri. 

Mulai tahun 2023, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melibatkan fasilitator nasional di berbagai tingkatan dan fasilitator lokal untuk melatih mereka menggunakan modul pencegahan dan pengelolaan kekerasan. Pelatihan ini dilaksanakan bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan berbagai organisasi/komunitas yang bergerak di bidang perlindungan anak. 

Selain itu, pada tahun 2024, Kementerian Pendidikan dan Teknologi, Pokja TPPK dan perwakilan seluruh wilayah Indonesia telah melaksanakan modul peningkatan kapasitas penanggulangan kekerasan di lingkungan dinas pendidikan, termasuk UPT dan pelaksana teknis daerah Kementerian. Pendidikan. dan Budaya. Departemen Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), dan Jaringan Komunitas Perlindungan Anak dan Keberagaman. 

Kepala Dinas Pendidikan dan Kabupaten Bolang Mongondo Selatan Rante Hattani mengatakan, kebijakan PPKSP tidak hanya sekedar pembentukan TPPK atau gugus tugas, melainkan perubahan paradigma nyata di lingkungan pemerintah daerah atau sekolah.

“Jika kita melihat sebelum penerapan kebijakan PPKSP, kondisi keamanan sekolah dalam laporan pendidikan daerah kita sudah pasti termasuk dalam kategori waspada. Namun atas semangat kita, implementasi kebijakan PPKSP dan dukungan terhadap tata kelola yang baik, terjadi perubahan paradigma dalam lingkungan pemerintah daerah atau sekolah, rapor pendidikan kita juga berubah menjadi hijau.”

PPKSP bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Agama (Kmenag), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KmenPPA) dan Kementerian Sosial (Kmenzos). Permendikbudristek. Di Indonesia, Komisi Perlindungan Anak (KPAI), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), serta Komisi Nasional Disabilitas (Komnas Disabilitas). Untuk mendukung pembelajaran yang optimal, program pencegahan dan penanganan kekerasan dapat dilaksanakan secara komprehensif untuk menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, beragam, dan aman. 

Bekerja sama dengan UNICEF, Kementerian Pendidikan dan Teknologi menyelenggarakan program anti-intimidasi yang disebut “Roots”, yang akan dilaksanakan mulai tahun 2021. Dirancang untuk guru dan siswa sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, dan sekolah kejuruan, program ini memberikan keterampilan untuk mengidentifikasi, mencegah, dan merespons penindasan di lingkungan pendidikan. Pada tahun 2024, program tersebut telah menjangkau lebih dari 33.777 satuan pendidikan di 509 kabupaten/kota di 38 provinsi. 

Dalam survei tahun 2022 yang dilakukan oleh media U-Report UNICEF, 42% siswa mengatakan bahwa program ROOTS telah membawa perubahan positif di lingkungan sekolah. Selain itu, 32% siswa merasa bahwa penindasan telah berkurang setelah intervensi program ROOTS.

Masayu Mutia Maharani Mufti, salah satu siswa yang menjadi agen perubahan radikal asal Banten, menceritakan pengalamannya melihat dampak penerapan program ini di sekolahnya.

“Setelah mengikuti program ROOTS, saya menyadari bahwa pencegahan dan pencegahan kekerasan di sekolah harus dilakukan bersama-sama dengan teman-teman. Hasil yang didapat dengan saling membantu akan lebih efektif. “Saya tahu bahwa siswa yang melanggar peraturan sekolah atau diintimidasi perlu didisiplinkan agar bisa berbuat lebih baik.” 

Menyadari pentingnya pendidikan yang andal, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menawarkan saluran pengaduan yang mudah diakses melalui kemdikbud.lapor.go.id. Saluran ini memungkinkan siswa, orang tua, dan masyarakat untuk melaporkan insiden kekerasan di sekolah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga telah meluncurkan portal PPKSP yang menyediakan berbagai konten pendidikan, termasuk video dan poster anti kekerasan, yang dapat digunakan dalam pengajaran di kelas.

Ketua Pusat Pengembangan Karakter (Kapuspeka) Rusprita Putri Utami mengatakan pentingnya kerja sama antarlembaga dalam pelaksanaan Program Pencegahan dan Pengendalian Kekerasan Lingkungan (PPKSP) Kementerian Pendidikan. Ia mengatakan, tanpa dukungan pihak-pihak terkait, program ini tidak akan terlaksana dengan baik.

“Hal ini tentu tidak bisa kita lakukan sendirian. Kita selalu mengikuti filosofi Hajar Devantara yang menekankan pentingnya ketiga pusat pendidikan ini dalam membentuk karakter anak-anak kita,” kata Ruspritha.

Selain itu, Kapuspeka mengatakan sekolah, keluarga, dan masyarakat merupakan tiga faktor penting yang harus saling berhubungan.

“Jadi kita semua, sebagai guru, orang tua, dan anggota masyarakat, harus berperan dalam mencegah dan memerangi kekerasan di lingkungan pendidikan jika kita ingin memastikan anak-anak kita mendapatkan pendidikan yang aman dan berkualitas. kata Utami, putri Ruspreeta.

Melalui berbagai inisiatif tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berkomitmen untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan mendukung perkembangan siswa yang lebih baik. Dengan kerja sama semua pihak diharapkan kekerasan di dunia pendidikan dapat berkurang dan setiap siswa dapat belajar dalam lingkungan yang nyaman dan aman.

Silakan kunjungi merdekadarikekerasan.kemdikbud.go.id untuk informasi dan konten pendidikan terkait pencegahan dan pemberantasan kekerasan di departemen pendidikan.

 

(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *