Kesehatan

Takut BPA Sebabkan Kanker dan Pubertas Dini? Ini 5 Fakta Ilmiahnya yang Jarang Diketahui

thedesignweb.co.id, Jakarta – Isu Bisphenol-A (BPA) yang merupakan zat berbahaya penyebab berbagai penyakit seperti kanker, diabetes, dan gangguan hormonal menjadi perbincangan. Banyak dari kekhawatiran ini berasal dari paparan BPA, yang ditemukan dalam produk sehari-hari, mulai dari kemasan makanan hingga peralatan medis.

Namun, apakah BPA benar-benar buruk? Penjelasan ilmiah mendalam mengenai masalah ini diberikan oleh dua orang ahli di bidang polimer dan endokrinologi dalam perbincangan kesehatan yang digagas konferensi LSMBRAS.

Pakar teknik pengolahan pangan dari IPB, Prof. Dr. Nugraha Eddie Suyat dan ahli endokrinologi-metabolisme, Dr. Dr. Laurentius Aswin Pramono Sp.PD-KEMD memaparkan kebenaran BPA yang menyesatkan. Apa yang dimaksud dengan BPA?

BPA adalah bahan kimia yang digunakan dalam produksi plastik polikarbonat dan resin epoksi. Plastik polikarbonat yang kuat dan tahan lama ini terdapat pada botol air, kemasan makanan, dan alat kesehatan seperti selang. Selain itu, BPA juga ditemukan pada kertas termal yang digunakan untuk keranjang belanja dan kertas ATM.

Namun kekhawatiran muncul ketika BPA diidentifikasi sebagai pengganggu endokrin, yaitu zat yang mengganggu sistem hormonal tubuh. Menurut banyak sumber, BPA diyakini mirip dengan hormon estrogen yang menyebabkan pubertas dini pada anak perempuan dan dapat menyebabkan masalah kesehatan lain seperti kanker prostat pada pria.

 

Meskipun pertanyaan mengenai bahaya BPA semakin meningkat, Profesor Nugraha dan Aswin menegaskan bahwa tidak ada bukti ilmiah yang kuat untuk mendukung klaim ini. Menurut Aswin, penelitian ilmiah tercanggih yang dikenal di bidang kedokteran adalah meta-analisis, yang menggabungkan hasil berbagai penelitian untuk mengambil keputusan yang lebih baik.

“Saat ini belum ada bukti ilmiah bahwa BPA menyebabkan kanker atau diabetes pada manusia,” kata Aswin. 

Ia menjelaskan, penelitian pada hewan dengan BPA dosis tinggi menunjukkan adanya gangguan kesehatan, namun belum berdampak pada manusia. “Studi yang ada saat ini tidak cukup kuat untuk mendukung kemungkinan ini,” tambahnya.

 

Salah satu kekhawatiran yang dapat muncul adalah potensi BPA larut dari kemasan makanan menjadi makanan atau minuman, terutama jika terkena panas.

Meski demikian, Nugraha menjelaskan risiko migrasi BPA sangat rendah. “Polikarbonat memiliki titik leleh yang sangat tinggi, sekitar 200 derajat Celcius. Dalam kondisi normal, termasuk terkena panas saat pendistribusian, BPA tidak keluar dari pengumpulnya,” ujarnya.

Padahal, jika BPA masuk ke dalam tubuh, tubuh manusia memiliki kemampuan yang sangat kuat untuk memetabolisme zat tersebut. BPA diserap dan dipecah oleh hati dan dikeluarkan melalui urin atau feses, mencegahnya terakumulasi di dalam tubuh.

“Hati kita sangat baik dalam memecah BPA sehingga tubuh bisa membuangnya dengan cepat,” kata Aswin.

 

Salah satu mitos yang paling banyak dikaitkan dengan BPA adalah kemampuannya menyebabkan penyakit degeneratif seperti diabetes, kanker, dan gangguan hormonal lainnya. Namun menurut Aswin, belum ada bukti ilmiah yang mendukung klaim tersebut.

“Diabetes bukan disebabkan oleh BPA, tapi karena gaya hidup yang buruk dan berkurangnya produksi insulin,” ujarnya. Hal ini juga telah dikaitkan dengan kanker, obesitas dan infertilitas, karena alasan selain BPA.

Nugraha juga mengatakan, hasil penelitian di Indonesia menunjukkan tingkat degradasi BPA dari kemasan pangan jauh di bawah ambang batas yang ditetapkan BPOM.

“Sebuah penelitian di Makassar menunjukkan bahwa uji jatuh BPA berkisar antara 0,0001 – 0,0009 mg/kg, jauh di bawah batas aman yaitu 0,05 mg/kg,” ujarnya.

 

Dalam urusan kesehatan, penting agar kita tidak mudah terpengaruh dengan informasi yang belum benar. Para ahli menyarankan untuk mencari sumber informasi yang terpercaya dan berdasarkan bukti ilmiah.

Saat itu, Aswin mengingatkan, “Jangan terlalu khawatir dengan hal-hal tersebut. Masih banyak zat lain yang lebih berbahaya, seperti asap rokok, sedangkan BPA belum masuk kategori kematian.”

Oleh karena itu, meski BPA sering disalahkan atas berbagai masalah kesehatan, bukti ilmiah saat ini menunjukkan bahwa risiko BPA sangat rendah dan belum terbukti menyebabkan kanker atau diabetes pada manusia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *