Regional

Kisah Kristina Balagaize, Penjaga Warisan Bahasa Malind Merauke

thedesignweb.co.id, Merauke – Mata Bunda Kristina berkaca-kaca. Hatinya diliputi rasa syukur dan kegembiraan ketika mendengar penggunaan bahasa Malind dalam doa umat pada Misa khidmat yang dipimpin Bapa Suci Paus Fransiskus di Gelora Bung Karno Jakarta pada 5 September 2024.

Bahasa Malind merupakan salah satu dari 5 bahasa daerah yang digunakan dalam doa-doa rakyat saat misa. Nahan ke Nanggo, Bangsa Indonesia: Allawi, ahep ghr’aupakeh nok’ken bangsa yang harmonis, pololi yah hyakod bekai hyakod rasa yah ehe bangsa a’negara’ ehe otih anim mbya waninggap ti kanap kaghr’nahibe yum’lik anim perlu sene , hayatla, a’ paz,” ujar pembaca sholawat jemaah yang umumnya mendoakan bangsa Indonesia.

Melalui doa tersebut, masyarakat berharap Tuhan memberikan keharmonisan, gotong royong, dan perasaan dalam masyarakat Indonesia.

“Bahasa Malind harus dilestarikan. Kami sangat bangga dengan penggunaan bahasa Malind dalam Misa Agung. “Saya bermimpi bahasa Malind tidak hanya dikenal di Merauke atau Provinsi Papua Selatan, tapi juga luar daerah,” kata Mama Kristina.

Semangat Mama Kristina Balagaize, 41 tahun, tak pernah goyah dalam memperjuangkan kelangsungan bahasa Malind. Ia terus menggunakan bahasa ibunya dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya setiap kali bertemu seseorang, ia selalu menyapanya dalam bahasa Malind, bahasa suku Malind yang tinggal di Kabupaten Merauke, provinsi Papua Selatan.

“Au ul, ndasabakap wa ola. Namahgra hgranid ehe waninggap ka ai. (apa kabar, semoga harimu menyenangkan). Begitulah cara ibu Kristina menyapanya jika bertemu seseorang di jalan atau di tempat lain.

Saya ingin bahasa Malind dikenal tidak hanya di Merauke atau Provinsi Papua Selatan. Tapi saya ingin bahasa Malind dikenal. luar daerah,” kata Mama Kristina.

Faktanya, bahasa Malind sangat jarang digunakan, hanya sedikit penuturnya yang berusia di atas 60 tahun. “Saya khawatir dengan keadaan ini. Penutur bahasa Malind yang aktif di perkotaan sangat jarang. Penuturnya kebanyakan di pedesaan, itupun sudah berusia lanjut,” ujarnya.

 Tonton video pilihan ini:

Melihat kondisi tersebut, ibu Kristina berusaha keras untuk menjaga bahasanya tetap vulgar. Upaya yang dilakukan sangat bervariasi, dimulai dari pengajaran bahasa Malind di Escola da Natureza Paraíso yang berlangsung setiap hari Sabtu sore.

Siswa itu berbeda-beda, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Tak hanya itu, Kristina bersama tim di Sekolah Alam Paradise Merauke menerjemahkan bahasa Indonesia ke bahasa Malind untuk membuat buku catatan dan mendistribusikannya ke sekolah-sekolah di Merauke.

“Saya berharap dengan buku-buku bersampul yang kami bagikan di sekolah-sekolah, generasi Milenial hingga Generasi Z dapat menggunakan bahasa Malind dalam percakapan sehari-hari. Atau setidaknya memahami bahasa ibu,” ujar perempuan yang hanya mengenyam pendidikan dasar itu.

Karena saat ini sangat sulit menemukan generasi muda di Merauke yang menguasai penggunaan Malind dalam percakapan sehari-hari. “Bahasa Malind dianggap tidak populer, ketinggalan jaman oleh sebagian besar generasi milenial bahkan generasi milenial pun bangga menggunakan bahasa Malind,” jelasnya.

Untungnya, Pemerintah Daerah Kabupaten Merauke bersama DPRD setempat juga melakukan perjuangan yang sama seperti Mama Kristina untuk melindungi bahasa Malind dari kepunahan.” Tahun ini peraturan daerah tentang perlindungan sastra dan bahasa daerah telah disetujui. “Kami berharap pemerintah dan semua pihak bisa menyelamatkan lidah jahat dari kepunahan,” ujarnya.

Upaya lain yang terus dilakukan Kristina adalah dengan memperbanyak lagu berbahasa Malind yang dapat dinyanyikan di lingkungan masyarakat atau pemerintah maupun di sekolah, sebelum atau sesudah memulai aktivitas.

“Termasuk berkolaborasi dengan berbagai pihak dalam menjaga bahasa ini agar tidak punah. Kerja sama dengan pemerintah, akademisi, LSM, dan pihak lainnya. “Karena di mana kita menginjakkan kaki di bumi, disitu ada langit, termasuk pelestariannya bahasa daerah”, ungkapnya.

Upaya ini secara bertahap membuahkan hasil. Saat ini sekolah-sekolah di Merauke mengajarkan bahasa Malind dalam muatan lokal (mulok) untuk pengenalan bahasa Malind sejak tingkat dasar.

“Namahgra mbyame, ta ndasambie, nok ke mbya make, tikasibie” (Kalau bukan sekarang, kapan lagi. Kalau bukan kami, siapa lagi. Terima kasih telah berjuang bersama melestarikan bahasa Malind).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *