Ajak Investor di China Investasi, Bank Indonesia Beberkan Sejumlah Keuntungannya
thedesignweb.co.id, Jakarta – Bank Indonesia mengajak investor di China untuk memanfaatkan peluang investasi di Indonesia, khususnya pada proyek strategis energi terbarukan, teknologi digital, dan outsourcing industri.
Hal tersebut disampaikan Deputi Gubernur Bank Indonesia Doni P. Joewono pada Indonesia-China Business Forum (ICBF) 2024 yang digelar pada 25-27. September 2024 di Tiongkok.
Doni menjelaskan ICBF merupakan forum untuk memperkuat kerja sama ekonomi bilateral antara Indonesia dan Tiongkok serta mendorong investasi di sektor-sektor strategis.
Dalam forum strategis bertema “Managing New Horizons: Memanfaatkan Peluang Investasi di Indonesia untuk Stabilitas dan Pertumbuhan Berkelanjutan” ini, Bank Indonesia memaparkan Proyek Investasi Strategis Pembangkit Panas Bumi (Geothermal) di Candi Umbul Telomoyo, Jawa Tengah kepada investor dan asosiasi dunia usaha/ dipresentasikan kepada para investor dan asosiasi dunia usaha. industri. serta perwakilan pemerintah yang menangani kebijakan ekonomi, investasi manufaktur, dan ekonomi hijau di Tiongkok.
Doni mengatakan Indonesia selalu menjadi salah satu negara tujuan investasi paling menjanjikan bagi Tiongkok. Beliau juga menjelaskan beberapa hal penting yang dapat menjadi pertimbangan investor ketika berinvestasi di Indonesia.
Pertama, Rupiah menjaga stabilitas dan likuiditas yang memadai, dengan langkah-langkah untuk mendorong penggunaan transaksi pertukaran mata uang lokal (LCT) untuk perdagangan bilateral dan investasi.
“Sejak tahun 2021 hingga Juli 2024, nilai transaksi antara Indonesia dan Tiongkok menggunakan mata uang lokal mencapai 1,2 miliar dolar, dengan rata-rata pengguna bulanan mencapai lebih dari tiga ratus perusahaan,” kata Doni, di Tiongkok, Jumat (27/9/2024). 2024).
Kedua, fundamental makroekonomi Indonesia cukup kuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Ketiga, komitmen penuh pemerintah Indonesia terhadap reformasi struktural, terutama dalam hal menciptakan lingkungan investasi yang lebih menguntungkan bagi industri hilir dan meningkatkan nilai tambah perekonomian. Keempat, pertumbuhan digitalisasi yang signifikan.
Dalam setahun terakhir, pertumbuhan transaksi pembayaran digital berbasis kode QR mencapai 200% dengan total lebih dari 52 juta pengguna dan 33 juta merchant. Kelima, komitmen Indonesia untuk mengembangkan ekonomi inklusif dan hijau.
Dalam hal ini, Bank Indonesia berperan penting dalam memberikan dukungan kerangka kebijakan makroprudensial untuk pertumbuhan.
Disampaikan Doni, topik forum ICBF 2024 antara lain peluang investasi pada surat berharga Bank Indonesia, serta peran LCS dalam mengurangi ketergantungan terhadap mata uang asing lainnya seperti USD, untuk mengurangi risiko fluktuasi nilai tukar dan meningkatkan efisiensi silang . – Negosiasi perbatasan.
Selain itu, Bank Indonesia juga menerima beberapa pernyataan ketertarikan, baik langsung dari Bank Indonesia maupun bank perantara, untuk membeli Surat Berharga Bank Indonesia. ICBF 2024 terselenggara atas kerja sama Bank Indonesia dengan UOB China dan Bank Mandiri Shanghai, didukung oleh Konsul Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Shanghai dan Duta Besar Indonesia untuk Republik Rakyat Tiongkok.
“Forum ini diharapkan dapat membuka lebih banyak peluang bagi pelaku usaha dan investor kedua negara, serta memperkuat landasan kerja sama yang menguntungkan dan berkelanjutan,” tutup pidatonya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia membuka resmi China Indonesia Energy Forum (ICEF) ke-7 pada Selasa (3/9/2024).
Terkait hal tersebut, Bahlil menyatakan Indonesia berkomitmen menjaga stabilitas investasi Tiongkok di Tanah Air agar dapat berjalan dengan baik.
“Saya sampaikan kepada mitra investasi China saya potensi-potensi yang bisa kita kembangkan bersama. Pertemuan ini untuk mencari formulasi yang tepat untuk pengembangan bisnis bersama,” kata Bahlil saat membuka acara.
Behlil melanjutkan, sektor energi mempunyai peran penting dalam mendorong pemulihan ekonomi dan pengembangan teknologi antara kedua belah pihak. “Kami berkomitmen untuk mendorong tujuan bersama, yang mencakup pengembangan energi berkelanjutan, inovasi teknologi, dan pertumbuhan ekonomi,” tegasnya.
Bahlil menggambarkan transisi energi sebagai keberhasilan besar dalam memenuhi komitmen global untuk mencapai dekarbonisasi. Indonesia pun menunjukkan sikap serius terhadap pemerintah Tiongkok terhadap upaya tersebut.
“Kami telah mengembangkan rencana komprehensif untuk Zero Emission (NZE) di sektor energi,” ujarnya.
Dalam hal ini, pemerintah Indonesia menawarkan peluang kerja sama kepada Tiongkok. Usulan ini didasari oleh besarnya potensi sumber energi baru terbarukan (EBT) yang dimiliki Indonesia, seperti pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Kayan (13.000 MW) dan Mamberamo, Papua (24.000 MW).
Bahlil mengatakan, “Ini merupakan potensi yang kita tawarkan kepada Tiongkok untuk bisa saling bekerja sama. Kita tidak bisa melakukan ini sendirian.”
Aspek lain yang menjadi fokus pemerintah ke depan adalah ketersediaan energi hijau bawah tanah dan industri hijau. “Kunci implementasi kebijakan ini adalah ketersediaan listrik,” imbuhnya.
Oleh karena itu, berdasarkan Peta Jalan Transisi Energi, pemerintah Indonesia menerapkan strategi untuk menjadi netral karbon dari sisi pasokan, seperti fokus pada pembangkit listrik tenaga surya, air, panas bumi, dan hidrogen. Selain itu, langkah lain yang dilakukan adalah penebangan pembangkit listrik tenaga batubara dan penggunaan teknologi rendah emisi yaitu teknologi CCS/CCUS.
Sedangkan dari sisi permintaan antara lain penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, penggunaan biofuel, dan penerapan manajemen energi.
Bagi Indonesia, kemampuan mencapai NZE pada tahun 2060 tetap harus memperhatikan keadaan nasional di masing-masing negara. Misalnya, Indonesia yang masih mengoptimalkan pengembangan energi fosil seiring dengan kemajuan besar dalam pembangunan infrastruktur energi ramah lingkungan.
Bahlil mengatakan, “Kami sekarang sedang mempelajari, menghitung, dan memperhitungkan kebutuhan (energi) dalam negeri melalui geopolitik ekonomi.”
Ia meyakini kerja sama dan program yang dihasilkan dalam kerangka bilateral antara Indonesia dan Tiongkok terus mengalami kemajuan yang signifikan. Kombinasi (kerjasama) ini tidak perlu diragukan lagi. Saya kira yang pertama dalam berinvestasi adalah kenyamanan. Dan Indonesia menawarkan rasa nyaman itu, tegasnya.
Ke depan, kerja sama di bidang energi harus saling menguntungkan. “Kami ingin menciptakan tempat berusaha yang terbaik di Indonesia dengan tetap fokus pada regulasi dan bermanfaat bagi semua orang,” ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan Direktur Administrasi Energi Nasional China (NEA) Zhang Jianhua. Pemerintah Tiongkok dikatakan melihat prospek cerah bagi hubungan bilateral.
Zhang mengatakan, “Indonesia dan Tiongkok memiliki konsep yang sama dalam proses pengembangan (energi).
Transfer teknologi dan sumber daya manusia (SDM) Tiongkok diharapkan dapat meningkatkan kapasitas manajemen keamanan energi dalam negeri. “Kerja sama di bidang energi merupakan kemitraan yang solid untuk mencapai keberhasilan kesejahteraan umat manusia,” tutupnya.
Diketahui, Indonesia-Tiongkok mempunyai forum bilateral reguler bernama Indonesia-Tiongkok Energy Forum (ICEF) yang diketuai oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia dan Direktur Badan Energi Nasional Tiongkok. (ICEF). NEA).
Forum ini pertama kali diadakan pada tahun 2002 dan dihadiri oleh sejumlah pejabat pemerintah dan pengusaha Indonesia dan Tiongkok. Pertemuan ICEF telah dilaksanakan sebanyak 6 kali, pertemuan ICEF yang ke 6 dilaksanakan antara tanggal 8-9 Juli 2019 di Beijing. Setelah Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan ICEF ke-7 tahun ini, NEA China akan menjadi tuan rumah ICEF ke-8 2025.