Anggota Komisi IX DPR RI: Waktunya Perbaiki Sistem Pendidikan Dokter Spesialis
thedesignweb.co.id, Jakarta Pemeriksaan dr. Meninggalnya Olya Risma Listari, mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi (INDEP) Universitas Depungoro (INDEP) masih berlanjut.
Menurut Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto, kasus meninggalnya Rasma yang diduga akibat pelecehan saat masih menjadi mahasiswa PPDS bisa menjadi langkah untuk meningkatkan pelatihan dokter spesialis.
Eddy meminta Kementerian Kesehatan mengungkap bukti dr. Kematian Risma yang diserahkan kepada aparat penegak hukum (APH). Hal ini penting karena terdapat perbedaan pendapat antara Kementerian Kesehatan dan Fakultas Kedokteran mengenai penyebab bunuh diri Rasima.
“Kalau benar ada pelanggaran yang dilakukan oleh dokter senior, maka harus diberikan sanksi yang sangat tegas. Misalnya saja, batalkan STR (Surat Tanda Daftar) dan izinnya. Eddy bilang, “Kalau melanggar hukum ya silakan. APH menghadapinya.
Dia tidak ingin ada orang yang ragu untuk mengungkap masalah tersebut. Pengungkapan kasus ini merupakan pintu masuk untuk memperbaiki sistem pelatihan spesialis kedokteran di Indonesia. Tidak hanya dokter, tapi juga dokter gigi, perawat, dan apoteker.
Anggota DPRD dari daerah pemilihan Jawa Tengah III ini mengatakan, ada kendala yang selalu dihadapi mahasiswa program dokter spesialis.
“Iya, setannya memang aneh,” desak Eddy.
Artinya agresi untuk menakut-nakuti dan menakut-nakuti sebenarnya merupakan permasalahan nyata dalam dunia pendidikan profesi profesi kesehatan.
Seringkali guru dalam kursus kedokteran spesialis adalah mereka yang memiliki keterampilan klinis namun tidak dibekali dengan keterampilan yang diperlukan untuk menjadi guru. Pria yang memiliki gelar doktor di bidang pendidikan kedokteran ini mengetahui bagaimana pendidikan kesehatan bekerja.
Dalam kursus klinis khusus, guru yang tidak memiliki keterampilan pendidikan mengajar sesuai dengan pengalamannya.
“Dulu saya bisa mengajar oleh orang tua yang dibentak-bentak, jadi ketika saya menjadi guru, begitulah,” kata Eddy.
Eddy juga menyarankan agar instruktur klinis harus tersertifikasi. Artinya mereka harus mempelajari kembali teori pendidikan. Karena keterampilan klinis saja tidak cukup untuk mentransfer ilmu.
“Guru klinis harus punya metode untuk membimbing dan membimbing siswanya,” kata politikus PDI Perjuangan itu.
Menurut Eddy, peran perguruan tinggi diperlukan sesuai UU No. 17/2024 tentang Kesehatan. Dijelaskannya, perguruan tinggi mempunyai tugas pokok dan tanggung jawab menyusun standar pendidikan profesi, standar kompetensi profesi, dan proses pelatihan profesi dan spesialisasi. Serta penilaian atau tes kualifikasi nasional untuk pendidikan profesional dan khusus.
“Perguruan tinggi juga menerbitkan sertifikat kepada calon pengajar klinik,” kata Eddy.
Tak mau kalah, Eddy meminta Menteri Kesehatan Budi Ganadi Sadeghin mengeluarkan aturan turunan dari UU Kesehatan. Oleh karena itu, inisiatif Kementerian Kesehatan untuk menghilangkan pelecehan dalam program pendidikan khusus dapat berubah tergantung pada sistem yang disediakan oleh perguruan tinggi tersebut.
“Perguruan tinggi ini terdiri dari para profesor. Beliau menyampaikan: “Perguruan tinggi ini dapat menjadi instrumen pemerintah yang diharapkan dapat mengubah sistem pelatihan spesialis profesi kesehatan di Indonesia.”
Dengan keseriusan perubahan pendidikan profesi bagi profesi kesehatan, Eddy berharap mendapatkan pendidikan yang mampu menciptakan lingkungan belajar profesional yang menyenangkan, namun tetap profesional sebagai seorang klinisi.
“Mudah-mudahan lingkungan pembelajaran klinis berubah, artinya menjadi lebih nyaman, menyenangkan, mahasiswa semakin menikmatinya.”