Kesehatan

Ayah dan Ibu Pakai Kacamata Lantaran Rabun Jauh, Apa Anak Lebih Berisiko Alami Hal Serupa?

thedesignweb.co.id, Jakarta Ada berbagai faktor yang menyebabkan seorang anak menjadi rabun atau rabun. Salah satunya adalah faktor orang tua.

Dokter spesialis mata Andreas Surya Anugrah mengatakan jika salah satu orang tua, baik ayah atau ibu, menderita miopia, maka anak tiga kali lebih mungkin mengalami kondisi tersebut. Sebaliknya, jika ibu dan ayah sama-sama menderita rabun jauh, maka risiko anak mengalami rabun jauh juga meningkat.

“Kalau bapak dan ibu memakai kacamata rabun, peluang anak (menderita miopia) meningkat 6 kali lipat,” kata Andreas dalam siaran langsung Kementerian Kesehatan RI, ditulis Minggu, 24 November 2024.

Jika orang tua sudah memahami kondisi ini, mereka menyarankan untuk mengambil langkah-langkah untuk mengurangi risiko miopia pada anak.

“Modifikasi perilaku (seperti membatasi penggunaan gadget dan mengajak anak bermain di luar secara aktif) dan deteksi dini. Jika anak terdeteksi sejak dini, semakin dini ketahuan semakin baik,” tegasnya. Faktor lain pada anak mata minus

Selain faktor genetik, penyebab lain anak menjadi rabun jauh adalah kebiasaan sehari-harinya. Diantaranya:

Menggunakan perangkat terlalu lama

“Kalau kita lihat aktivitas anak-anak sekarang, berbeda dengan era milenial dan seterusnya. Di zaman saya, misalnya, tidak ada atau waktu pemakaian perangkat terbatas. Namun kini dari bayi sudah ada layar, baik di ponsel maupun laptop. dan mereka berteman dari hari ke hari,” lanjutnya.

Layar cenderung menyipit yang merupakan faktor risiko terjadinya miopia.

“Layar melihat dari dekat, jarak dekat, melihat dari dekat meningkatkan risiko miopia,” ujarnya.

Namun, katanya, hal ini bukan berarti tidak menyukai layar, melainkan Anda harus mengatur waktu menonton atau screen time Anda.

Berdasarkan konsensus global di kalangan dokter anak dan dokter mata, anak-anak di bawah usia dua tahun tidak disarankan menggunakan perangkat ini kecuali mereka melakukan panggilan telepon atau video call di bawah pengawasan ayah atau ibunya. Setelah itu, anak-anak berusia 2 hingga 5 tahun mendapat waktu menatap layar maksimal 1 jam per hari. 

Lagi-lagi terkait dengan kebiasaan melihat dari jarak dekat. Dimana saat ini lebih banyak aktivitas yang dilakukan di dalam rumah atau di dalam ruangan dimana sebagian besar orang mengawasi dengan seksama.

Berbeda dengan dulu yang aksinya melihat ke kejauhan, melihat alam, pedesaan, ujarnya.

Oleh karena itu, ia berpesan kepada para orang tua untuk sering mengajak anak keluar rumah. Misalnya mengajak anak keluar untuk berolahraga di pagi hari. Dorong anak untuk melihat benda-benda yang jaraknya jauh.

Anda juga bisa melihat pemandangan dari jendela, lalu melihat pemandangan di kejauhan.  

Saat ini, kasus miopia atau miopia semakin meningkat. Dalam praktik sehari-hari, Andreas menemukan bahwa dalam banyak kasus, anak usia enam tahun mengalami rabun jauh.

“Sekarang kadang di masa muda, miopia bisa muncul di usia 5 tahun. Lalu paling sering 6 tahun, ada juga yang sampai lima tahun, tapi kasusnya tidak banyak,” kata Andreas.

 

 

Kesulitan melihat jarak jauh tentu saja membuat anak kesulitan dalam belajar dan bermain. Jika tidak terdeteksi, banyak kasus anak dikatakan malas belajar karena tidak bisa melihat apa yang ditulis guru di papan tulis.

“Kadang anak terlihat malas, sepertinya tidak bisa mengikuti. Mereka mengira malas, padahal sebenarnya karena tidak bisa menindaklanjuti,” kata Andreas.

Oleh karena itu, ia berpesan kepada para guru sekolah agar peka terhadap permasalahan tersebut. Begitu pula para orang tua, jika ada keluhan, periksakan kesehatan mata anak ke dokter spesialis mata.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *