Babe Haikal Tegaskan Produk Non-Halal Tak Wajib Sertifikasi Halal, tapi…
thedesignweb.co.id, Jakarta – Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Haikal Hassan alias Babe Haikal mengatakan, semua produk yang masuk, didistribusikan, dan dijual di Indonesia harus memiliki sertifikat halal yang terbatas dan jelas ketentuannya. Hal ini berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
Artinya dari produk makanan, minuman, kosmetika, obat-obatan, kecil tapi penting. Ini yang produk dan masyarakatnya yang diedarkan, diedarkan, diperjualbelikan di Indonesia, harus ada izin halalnya, kata Haikal, Jumat (1). . /11/2024).
Ia juga menjelaskan, bagi mereka yang melakukan usaha yang menghasilkan produk dari bahan tidak halal atau tidak halal sebenarnya dikecualikan untuk mengajukan izin halal. Hal ini mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2024 Pasal 2 Ayat 2 yang menyatakan produk yang terbuat dari bahan terlarang dikecualikan dari kewajiban memperoleh sertifikasi halal.
Namun produk tersebut harus diberikan pernyataan tidak halal sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 ayat 3 PP 42/2024. Bagaimana dengan yang tidak halal? Lihat Pasal 2 Ayat 2 dan produk yang tergolong tidak halal dihilangkan, kata Haikal.
“Jadi penjual daging babi, mohon maaf, tolong jangan repot-repot, kami bilang itu daging babi,” imbuhnya.
Terkait hal tersebut, Haikal mengaku sempat mendapat pesan di Tiktok yang menyebutkan ada seorang perempuan yang menjual kuas dan kuasnya disebut-sebut ‘terbuat dari bulu laut’. Ia menilai hal tersebut merupakan hal yang tepat untuk dilakukan karena sejalan dengan proses.
“Ini hal yang benar, demi melindungi seluruh tumpah darah Indonesia. Itulah hukum negara dan hukum UUD 1945 yang kini dijalankan kabinet ini,” jelas Hasan.
BJPPH melakukan pekerjaan sertifikasi produk halal secara sah dan bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat sebagai konsumen, sehingga memudahkan konsumen dan juga produsen produk.
“Perlu dipahami bahwa proyek sertifikasi halal jelas ditujukan untuk mendukung konsumen dan memberikan kualitas bagi produsen produk. Bukan sebaliknya.” ujar Haikal.
Penjual wajib secara hukum menjamin ketersediaan dan jaminan kehalalan produk yang diinginkannya. Produsen yang pandai menghasilkan produk berkualitas diberi nilai tambah karena berstandar halal.
“Sekaligus memberikan pelayanan prima bagi konsumen,” kata Babe Haikal.
Penyelenggaraan sertifikasi produk halal (JPH) oleh Pemerintah juga mempertimbangkan berbagai aspek teknis terkait hal tersebut. Tujuannya adalah agar pelayanan sertifikasi halal terlaksana tanpa menimbulkan kendala bagi dunia usaha, salah satunya adalah pelayanan sertifikasi halal terkait produk mempunyai batasan yang jelas.
“Pasal 4 UU Nomor 33 Tahun 2014 menegaskan bahwa semua produk yang masuk, beredar, dan dijual di wilayah Indonesia harus bersertifikat halal, dengan batasan dan syarat yang jelas. Ini ketat, tidak ada kontrak.” ujar Haikal.
Mengenai produk, menurut Pasal 1 Undang-undang adalah produk dan/atau jasa yang berkaitan dengan makanan, minuman, obat-obatan, kosmetika, produk kimia, produk biologi, produk genetik, dan benda yang dipakai, dipakai, atau dipakai. publik. Saat ini, operasinya meliputi pemotongan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, distribusi, penjualan dan/atau presentasi.
Jadi salah kalau ada yang bilang laptop dan sejenisnya juga perlu bersertifikat halal. Ini salah tafsir, kata Haikal.
Haikal mengingatkan, dalam undang-undang disebutkan bahwa konsumen yang memproduksi produk dari bahan tidak halal atau tidak halal sebenarnya dikecualikan untuk mengajukan sertifikasi halal.
“Sertifikat halal bisa digunakan untuk mendistribusikan konsumsi produk halal. Produk nonhalal juga bisa didistribusikan asalkan mencantumkan pernyataan tidak halal,” kata Haikal.
Haikal menjelaskan, bagian lain dari kemudahan sertifikasi halal adalah proses sertifikasi halal dilakukan secara bertahap. Pasal 160 Undang-Undang Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2024 mengatur penghapusan kewajiban menjadi lembaga sertifikasi halal produk pangan, produk daging, produk daging, dan jasa rumah potong hewan yang berlangsung mulai 17 Oktober 2019 hingga 17 Oktober 2024.
Artinya, mulai tanggal 18 Oktober 2024, salah satu dari ketiga produk tersebut harus memiliki sertifikat halal. Jika tidak, bersiaplah dikenakan pembatasan administratif berupa teguran tertulis, dan/atau penghapusan iklan produk. .” jelas Haikal.
Usaha kecil dan menengah yang terlibat dalam proses perolehan sertifikasi halal untuk produk makanan, minuman, produk daging dan jasa pemotongan mulai tanggal 17 Oktober 2019 sampai dengan 17 Oktober 2026. Pelayanan disetujui halal untuk produk makanan, minuman, produk pemotongan dan pemotongan . Pekerjaan dari luar negeri ditetapkan oleh menteri paling lambat tanggal 17 Oktober 2026 setelah mempertimbangkan selesainya kerja sama dan penerimaan sertifikasi halal.
“BPJPH terus melakukan edukasi kepada pelaku usaha yang produknya harus sah untuk mendapatkan sertifikasi halal dan pengetahuan yang utuh. Jangan jadikan sertifikasi halal sebagai beban, menjalankan pekerjaan administratif, atau sekadar masalah administratif. Apalagi saat ini konsumen sudah semakin sadar akan halal. produknya,” kata Haikal.
Permohonan sertifikasi halal dapat dilakukan melalui ptsp.halal.go.id. Untuk informasi lebih lanjut mengenai pengajuan sertifikasi halal, pengusaha dapat mengakses website halal.go.id dan/atau melalui akun media sosial BJPPH.
“Saya berpesan agar sertifikasi halal dijadikan sebagai nilai tambah untuk meningkatkan kualitas produk dan daya saing. Juga untuk memperluas pasar. Jangan sampai produk halal kita kalah bersaing dengan produk halal negara lain.” Selesai Haikal.