Bagaimana Seni Pertunjukan Tradisional Bisa Berkembang di Era Gen Z?
thedesignweb.co.id, Jakarta – Indonesia memiliki banyak kekayaan budaya, salah satunya seni pertunjukan tradisional yang berubah seiring perkembangan zaman. Bagaimana seni pertunjukan tradisional berkembang di era digital saat ini, dan apakah masih populer di kalangan generasi muda khususnya generasi Z?
Ketertarikan generasi Z terhadap kesenian tradisional masih terus berlanjut hingga saat ini, menurut Sanggar Wayang Ajen, seorang pelestari budaya wayang di Bekasi, Jawa Barat. Hal ini terlihat dari besarnya minat generasi muda untuk mengikuti dan berlatih seni tari dan pedalangan (Watang Gulak).
“Mereka sangat antusias untuk mengikuti program pelatihan rutin, seperti pelatihan seni tari setiap hari Selasa, Kamis, dan Jumat, serta pelatihan pedalangan setiap hari Sabtu dan Minggu. Untuk kota besar seperti Bekasi yang sebagian besar settingnya berada, yaitu Ajen Wayang Admin Studio Kamis 29 Agustus 2024 Kepada thedesignweb.co.id, mereka menjelaskan bahwa mereka sangat multikultural dan modern, dan mereka sangat bersyukur “masih ada anak-anak Gen Z yang tertarik dengan seni tradisional.”
Ia menambahkan, hal ini disebabkan adanya upaya melakukan penelitian khusus terhadap seni pertunjukan tradisional melalui survei dan wawancara terhadap beberapa keluarga di lingkungan sekitar dan sekitarnya.
Kita tidak mempertanyakan mengapa generasi muda menyukai kesenian tradisional, tapi mengapa generasi muda saat ini atau kota-kota besar kurang tertarik dengan kesenian tradisional. mereka bertanya.
Sanggar Wayang Ajen telah menemukan banyak jawaban atas pertanyaan mengapa generasi muda kurang tertarik dengan seni wayang. Alasannya, wayang membosankan, bahasa sulit dipahami, cerita berbelit-belit dan berat, waktunya panjang dan monoton, serta tokoh-tokohnya asing dengan dunianya. Selain itu, jika mencoba berlatih memegang boneka tersebut, boneka tersebut sulit digerakkan karena berat. Sarana dan prasarana pendidikan tentu juga menjadi kunci dalam menentukan minat atau ketidakpedulian anak Generasi Z.
Untuk itu mereka melakukan reformasi untuk menjawab permasalahan mereka. Mereka menemukan dan mencapai solusi dengan menerapkan infrastruktur dan metode yang mudah dan menarik bagi Gen Z.
Misalnya saja konsep permainan boneka yang membuat latihan keterampilan menjadi lebih mudah dan menyenangkan, sehingga anak-anak akan senang melakukannya di studio atau di rumah. Bahasa dan sastra juga menjadi lebih ringan, namun tetap memperhatikan prinsip-prinsip pokok. Mereka berusaha untuk fleksibel dan tidak kaku dalam memahami apa itu seni tradisional dan bagaimana seni itu dilakukan.
Keberhasilan merekrut generasi muda Gen Z tidak lepas dari upaya periklanan media sosial. Melalui platform digital atau media sosial melalui Instagram, Tik Tok, WhatsApp (WA) atau YouTube, Anda dapat mempengaruhi ketertarikan Generasi Z terhadap seni tradisional dengan membuat konten dan desain template serta melalui adaptasi yang berkelanjutan. Tentunya konten materi iklan kreatif harus terus diperbarui untuk menarik dan menggugah minat generasi muda terhadap seni tradisional.
Ki Dalang Wayang Ajen, pendiri dan pemilik Sanggar Wayang Ajen mengaku sangat optimis seni pertunjukan tradisional dapat terus berkembang dan tetap populer di kalangan anak muda, termasuk Generasi Z.
Salah satu siswa, Ki Dalang Wawan Aje, mengatakan: “Yang kami coba lakukan dan buktikan, misalnya sejak tahun 2022 ketika kelas pelatihan pedalangan pertama kali diluncurkan, semakin banyak orang yang tertarik dengan seni tradisional. dia menjelaskan. “Saya mendaftar.”
Padahal, dalam dua tahun ke depan, 2024, akan ada sekitar 20 siswa pedalangan yang mendaftar. Ini luar biasa mengingat pembayaran bunga di kota-kota besar seperti Bekasi. Selain itu, kursus pelatihan tari untuk para pecinta Gen Z juga semakin banyak, yang saat ini memiliki sekitar 40 siswa di Kota Bekasi dan sekitarnya.
Dalam perwujudan undang-undang pemajuan kebudayaan khususnya kesenian tradisional yang dapat terlaksana, terdapat efek sinergi dan terwujudnya dukungan terhadap program pelayanan pendidikan dan kebudayaan pemerintah daerah, khususnya Kota Bekasi dan Provinsi Jawa Barat. mengharapkan. Secara nyata dan seragam.
Sementara itu, kelompok teater tradisional Lodrok Bodhi Wijaya di Jumbang, Jawa Timur, mengatakan generasi muda, khususnya generasi Z, mulai mengikuti atau setidaknya ingin melihat pertunjukan Lodrok Bodhi Wijaya, meski peminatnya sedikit di sana.
Ia bahkan memiliki penggemar berat bernama Sabuw (kakak Bodi Wijaya) menjelang Hari Kemerdekaan Indonesia pada Agustus lalu. Banyak dewan pemuda atau kelompok pemuda membawa rombongan untuk menikmati acara 17 Agustus di kotanya.
Kamis, 29 Agustus 2024 Salah satu cara menarik Gen Z ke Ludruk adalah dengan berani mengubah penampilan, menurut Budi Wijaya, Ludruk Group Executive thedesignweb.co.id. Misalnya panggung yang dulunya menyerupai ring tinju kini menjadi panggung dengan rigging yang lebih modern, dan sound system yang menggunakan TOA kini memiliki suara yang lebih canggih.
“Dari segi pemainnya selalu kami tingkatkan dan kami mengundang mahasiswa STKW Surabaya jurusan tari dan teater untuk tampil di Ludruk Budi Wijaya. Dari segi penyajian musik/gamelan kami sudah berkolaborasi dengan Gamelan untuk menyuguhkan musik dan musik kekinian dari sini, aku juga bisa menyanyikan lagu-lagu lain.”
Mereka juga optimis generasi Z akan merangkul seni pertunjukan tradisional di masa depan, asalkan mereka mau/berani mengubah konsep pertunjukan/mau mengikuti namun tetap mempertahankan evolusi selera hiburan masyarakat saat ini. Itu prinsip awal mereka.
Bodhi Vijaya diklaim sedang dalam proses merekrut kembali pemain Lodrock untuk menarik minat mahasiswa teater dan menampung anak-anak desa yang berpikiran artistik yang ingin bergabung dengan rombongan Lodrock Bodhi Vijaya.