Beban Ganda Permasalahan Gizi di Indonesia: Stunting pada Anak dan Obesitas di Orang Dewasa
thedesignweb.co.id, Jakarta Guru Besar Universitas Gadja Mada (UGM) Siswanto Agus Volupo mengatakan Indonesia menghadapi masalah ganda gizi.
“Indonesia banyak menghadapi permasalahan gizi berupa stunting pada anak-anak dan obesitas pada orang dewasa,” kata Siswanto, Senin (12/8/2024) dalam rapat Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dalam keterangannya.
Menurutnya, meski angka stunting mengalami penurunan, namun angkanya masih tinggi berdasarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI 2023 dan SSGI 2022).
Targetnya 14 persen pada akhir tahun 2024. Namun pada akhir tahun 2023 masih berada di angka 21,6 persen. Di sisi lain, angka obesitas pada orang dewasa (18 tahun ke atas) masih tinggi yaitu sebesar 21,8 persen dan upaya penurunannya terus dilakukan pada akhir tahun 2024.
Profesor Siswanto menambahkan, penyebab stunting bersifat multifaktorial atau terkait antara kemiskinan, akses terhadap pangan, pola asuh orang tua, dan pola makan anak kecil.
Sedangkan faktor risiko obesitas disebabkan oleh kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi buah dan sayur. Juga tinggi konsumsi gula, garam dan lemak (GGL).
Kabar baiknya, obesitas dapat dicegah melalui upaya promosi dan pencegahan dengan membudayakan gerakan masyarakat pola hidup sehat (GRAMAS).
Permasalahan stunting di Indonesia mempunyai banyak segi dan perlu melibatkan berbagai sektor. Pemberian ASI erat kaitannya dengan tingkat kesehatan ibu dan anak yang membaik menurut Siswanto.
“Kalau ibu tidak sehat, anak tidak sehat, (juga) ibu tidak sehat jiwa, maka akan mempengaruhi perannya dalam membesarkan anak.” (KIE) Kegiatan peduli anak dalam rangka percepatan dan penurunan stunting di Majelis Perwakilan BKKBN DIY, Rabu, 7 Agustus 2024.
Oleh karena itu, menurut Siswanto, permasalahan gizi dan obesitas merupakan salah satu beban negara yang perlu diatasi.
Diperkirakan 90 persen penderita kekurangan energi kronik (KEK) diharapkan memberikan suplemen nutrisi dan tablet suplemen darah dalam 90 hari kehamilan.
Kegiatan ini, seperti yang disampaikan oleh Plt. Perwakilan BKKBN DIY M. Iqbal Aparyansia, mengajukan permohonan untuk meningkatkan upaya penurunan tingkat stunting. Mempertimbangkan pola pengasuhan anak usia dini dan menekankan atau memusatkan perhatian pada seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) sejak dalam kandungan hingga usia dua tahun.
“Fokus penyelesaian masalah tetap pada masa 1000 HPK hingga anak berusia 2 tahun sehingga memerlukan strategi dan inovasi baru. Pernyataan yang sama disampaikan Iqbal: termasuk informasi.”
Iqbal menambahkan, kebijakan pembangunan keluarga dilaksanakan melalui peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga.
Hal ini dilakukan dengan meningkatkan kualitas anak melalui akses terhadap informasi, pendidikan, konseling dan layanan terkait perawatan, pendidikan dan pengembangan anak.
Dalam pertemuan tersebut, dokter kandungan Mohammad Noorhadi Rehman merekomendasikan agar ibu yang melahirkan dini sebaiknya menggunakan alat kontrasepsi (KB setelah melahirkan).
Alat kontrasepsi IUD (IUD) dapat dipasang segera setelah melahirkan, dan alat kontrasepsi lainnya harus dipasang 28 hari setelah melahirkan, bukan 48 hari setelah melahirkan.
Noorhadi menjelaskan, “Jika dilakukan setelah 48 hari, maka akan terlambat untuk membuat rencana keluarga setelah melahirkan, karena ada kemungkinan ibu hamil lagi.”
Persiapan menikah penting untuk mempersiapkan kehamilan dengan melakukan pemeriksaan kesehatan dan menyelesaikan pola makan 90 hari sebelum menikah.
Selain itu, kebersihan diri dan organ reproduksi serta kebersihan juga harus diperhatikan untuk mencegah penyakit di kemudian hari.
Noorhadi mengatakan perempuan harus memperhatikan kesehatan reproduksi, terutama dengan mengenakan pakaian dalam dan menggunakan pembalut saat menstruasi agar bakteri tidak berkembang biak.
Sementara itu, Witriastuti Susani Anggraeni, ketua tim kerja KKPS yang mewakili BKKBN DIY, mengatakan berdasarkan data SKI, angka stunting di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meningkat dari 16,4 menjadi 18 persen pada tahun 2023. daerah Yang mengalami kemerosotan adalah Gongkidul dan Sulaiman.
Namun jika digabungkan dengan pengukuran surveilans bulanan oleh layanan kesehatan melalui Posyandu, angka stunting di DIY sebesar 10,3 persen.
Data ‘berdasarkan nama berdasarkan alamat’, yang merupakan hasil pengukuran di Posyandu yang dilaporkan melalui aplikasi Registrasi dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat Secara Elektronik (ePPGMB), merupakan alat untuk memberikan intervensi yang ditargetkan.
Upaya pencegahan yang dilakukan BKKBN salah satunya dengan memberikan informasi alamat by name melalui aplikasi Elsimil.
“Harapannya calon pengantin (Katin) bisa mendaftar di aplikasi Elisimil 90 hari sebelum akad nikah. Hal ini dilakukan tim pendukung keluarga sebagai persiapan kehamilan,” kata Vitriyastuti agar tidak melahirkan anak yang berisiko mengalami stunting.”