Bisakah Kolesterol Tinggi Menyebabkan Kanker Pankreas? Begini Penjelasan Pakar
thedesignweb.co.id, Jakarta – Kolesterol tinggi dan asam urat kerap disebut-sebut sebagai faktor risiko berbagai penyakit. Tidak hanya untuk penyakit jantung dan stroke, tapi juga banyak penyakit serius lainnya.
Lantas, apakah kolesterol bisa menyebabkan kanker pankreas? Menanggapi pertanyaan tersebut, Dokter Spesialis Penyakit Dalam RS Pondok Indah Subspesialis Gastroenterologi Hepatologi Dr. Dr. Hasan Maulahela, Sp.PD, Subsp.GEH(K), memberikan penjelasan.
Menurut Hasan, kolesterol tinggi tidak secara langsung menyebabkan kanker pankreas. Namun kadar kolesterol yang tinggi dapat memicu sindrom metabolik yang dapat meningkatkan sejumlah masalah kesehatan lainnya, seperti tekanan darah tinggi, diabetes, perlemakan hati, dan asam urat.
“Jadi kolesterol itu punya banyak teman kan? Setelah itu kolesterol, darah tinggi, lalu diabetes, perlemakan hati, dan asam urat. Nah, itu yang menyebabkan sindrom metabolik,” kata Hasan kepada Health thedesignweb.co.id di Jakarta, Senin. 11 November 2024.
Penyakit-penyakit ini saling terkait dan merupakan bagian dari sindrom metabolik, yang sering kali disertai dengan obesitas, yang diketahui merupakan faktor risiko kanker pankreas.
Meski kolesterol tinggi tidak secara langsung menyebabkan kanker pankreas, namun efek sampingnya dapat menyebabkan gangguan metabolisme yang meningkatkan risiko kanker ini, tambahnya.
Lebih lanjut Hasan menjelaskan kondisi yang disebut dengan penyakit pankreas berlemak. Seperti halnya perlemakan hati, kondisi ini menandakan penumpukan lemak di pankreas.
“Meski lemak pankreas tidak secara langsung menyebabkan kanker pankreas, namun dapat menimbulkan masalah pada pankreas yang pada akhirnya mempengaruhi fungsinya,” tambah Hasan.
Kanker pankreas memiliki angka harapan hidup yang rendah karena sering terdeteksi pada stadium lanjut. Hasan menjelaskan beberapa faktor risiko utama kanker pankreas, antara lain gaya hidup dan faktor genetik.
Kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol berlebihan dapat merusak pankreas, mempercepat kerusakan sel dan memicu peradangan kronis yang dapat berkembang menjadi kanker.
Diabetes tipe 2 juga meningkatkan risikonya karena kadar gula darah yang tinggi dapat merusak sel pankreas.
Faktor genetik memainkan peran utama, dengan perubahan pada gen BRCA2 dan kondisi seperti sindrom Lynch atau FAMMM yang meningkatkan kerentanan. Riwayat keluarga yang mengidap kanker pankreas juga mempunyai risiko.
Obesitas, terutama lemak perut, meningkatkan risiko sindrom metabolik dan stres pankreas, sedangkan usia di atas 65 tahun juga meningkatkan kemungkinan kanker pankreas.
Salah satu faktor yang berperan dalam berkembangnya kanker pankreas adalah faktor genetik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perubahan gen tertentu dapat meningkatkan risiko seseorang terkena kanker pankreas.
Salah satunya adalah gen BRCA2 yang juga dikaitkan dengan kanker payudara. Gen ini dapat meningkatkan kerentanan terhadap kanker pankreas, terutama pada mereka yang memiliki riwayat penyakit dalam keluarga.
Hasan menjelaskan, kanker pankreas bisa menyebar ke organ lain, terutama hati yang merupakan organ yang paling cepat terkena dampaknya.
Namun penyebaran ke organ lain, seperti paru-paru dan otak, juga mungkin terjadi. Pesatnya penyebaran dan sulitnya mendeteksi kanker pankreas membuat deteksi dini menjadi penting.
Ia menekankan pentingnya mengenali tanda-tanda peringatan atau “bendera merah” kanker pankreas. Gejala yang harus diwaspadai antara lain penurunan berat badan drastis, muntah berulang kali, dan anemia.
“Jika ada yang mengalami sakit perut yang tidak biasa disertai penurunan berat badan atau muntah terus-menerus, segera lakukan pemeriksaan lebih lanjut,” ujarnya.
Oleh karena itu, pengenalan dini terhadap gejala yang mencurigakan dan pemeriksaan rutin merupakan langkah penting dalam deteksi dini kanker pankreas dan pencegahan penyakit yang lebih serius.
Masalah pankreas bisa menimbulkan gejala yang mirip dengan sakit perut. Untuk membedakan masalah pankreas dengan masalah lambung, Hasan menyarankan penderitanya untuk lebih memperhatikan gejalanya.
Oleh karena itu, penting untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh dan berkonsultasi dengan dokter untuk menentukan pengobatan yang tepat.
Nyeri merupakan masalah paling umum yang dialami pasien kanker, yang dapat mengganggu kualitas hidup fisik dan mentalnya. Dokter Spesialis Anestesiologi dan Perawatan Intensif RS Pondok Indah Dr. Gusti Ngurah Akwila Dwiyundha, Sp. An-TI, nyeri pada pasien kanker dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang saling berkaitan.
Pasien kanker biasanya mengalami nyeri akibat dua hal utama, yaitu kerusakan jaringan dan efek samping pengobatan. Sel kanker yang tumbuh dan berkembang dapat merusak jaringan di sekitarnya, termasuk saraf, tulang, atau organ sehingga menimbulkan rasa sakit.
Kanker yang menyebar ke organ lain, seperti tulang, juga bisa menyebabkan rasa sakit yang parah. Selain itu, efek samping pengobatan kanker, seperti kemoterapi, radiasi, atau pembedahan, dapat menyebabkan kerusakan saraf sehingga meningkatkan rasa sakit pasien.
Lebih dari 50 persen penderita kanker stadium awal atau menengah mengalami rasa sakit, dan sekitar 90 persen pasien kanker mengalami rasa sakit yang sangat parah selama perjalanan penyakitnya.
Rasa sakit ini bisa berbeda-beda tergantung lokasi dan jenis kanker, serta seberapa jauh penyebarannya. Misalnya, kanker payudara yang telah menyebar ke tulang dapat menyebabkan nyeri tulang meskipun sel kanker aslinya ada di payudara.
Selain itu, nyeri pada pasien kanker dapat menimbulkan kecemasan dan depresi, terutama jika nyeri yang dirasakan sangat parah. Oleh karena itu, penatalaksanaan nyeri yang tepat sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Setiap pasien memerlukan pengobatan yang sesuai dengan kondisi dan tingkat keparahan nyerinya, dan pengobatan sering kali menggabungkan beberapa metode untuk mengatasi nyeri secara efektif.
Dalam pengobatan kanker, penting untuk memahami secara menyeluruh sumber nyeri agar dapat memberikan pengobatan yang optimal baik melalui terapi obat maupun pendekatan lain yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien.