Bursa Asia Tak Mampu Mengekor Wall Street
thedesignweb.co.id, Jakarta – Pasar saham di kawasan Asia-Pasifik bergerak beragam pada pembukaan perdagangan Selasa. Investor pasar saham Asia relatif berhati-hati dalam bertransaksi, meskipun kenaikan Dow Jones Industrial Average pasca pemilu terus mendapatkan momentum hingga ditutup pada level tertinggi sepanjang masa.
Melansir CNBC, indeks saham acuan S&P/ASX 200 Australia turun 0,37% pada jam pertama perdagangan Selasa (11/12/2024).
Indeks Nikkei 225 Jepang naik 0,23% dan Topix naik 0,68%. Indeks Kospi Korea Selatan turun 0,36%, sedangkan Indeks Kosdaq turun 1,04%. Indeks Hang Seng Hong Kong diperdagangkan pada 20,324, lebih rendah dibandingkan penutupan terakhir HSI di 20,426.93.
Pelaku pasar Asia-Pasifik akan memantau serangkaian data ekonomi regional, termasuk survei kondisi bisnis National Australia Bank, penjualan ritel India pada bulan September dan indeks harga konsumen India pada bulan Oktober. OPEC juga akan merilis laporan pasar minyak bulanannya hari ini. Wall Street
Dow Jones Industrial Average melonjak lebih dari 300 poin pada hari Senin dan ditutup pada rekor tertinggi seiring berlanjutnya reli indeks pasca pemilu.
Dow dengan 30 saham naik 304 poin, atau 0,69%, menjadi 44.293,69. Keuntungan membawa indeks di atas 44,000 untuk pertama kalinya.
S&P 500 naik 0,1% untuk mengakhiri hari di 6.001,35 dan juga mencetak rekor hampir menembus 6.000 untuk pertama kalinya.
Namun, Nasdaq Composite tetap datar, naik 0,06% menjadi 19,298.76.
Bitcoin naik di atas USD 87.000, didorong oleh ekspektasi deregulasi. Saham terkait Cryptocurrency Coinbase dan Mara Holdings masing-masing naik 20% dan 30%.
Sentimen konsumen Australia naik 5,3% pada bulan November, menurut survei indeks Westpac-Melbourne Institute.
Matthew Hassan, kepala analis makro di Westpac Australia, menjelaskan bahwa angka tersebut datar pada bulan ini, mewakili kenaikan 6,2%.
Konsumen Australia kini lebih percaya diri terhadap prospek perekonomian, dengan semakin berkurangnya tekanan keuangan rumah tangga dan tidak lagi khawatir terhadap risiko kenaikan suku bunga lagi.
“Pemulihan konsumen memperoleh momentum dari Oktober hingga November, namun data survei menunjukkan sebagian dari momentum tersebut telah diredam oleh ketidakpastian baru setelah pemilu AS,” kata Hassan.