Cuaca Hari Ini Selasa 8 Oktober 2024: Jabodetabek Bakal Cerah Berawan di Siang Nanti
thedesignweb.co.id, Jakarta – Pada pagi hari ini, Selasa (10/8/2024), cuaca cerah berawan dan kabut diperkirakan terjadi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Berikut ramalan cuaca hari ini.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan Jakarta siang ini akan berawan dan cerah. Demikian pula prakiraan cuaca di Kepulauan Seribu, Bekasi, Depok, Kota Bogor, dan Tangerang.
Untuk malam ini, cuaca di Jakarta diperkirakan cerah berawan oleh BMKG, kecuali Kepulauan Seribu cerah berawan.
Di wilayah penyangga yakni Bekasi, Depok, dan Kota Bogor, Jawa Barat, diperkirakan masih berawan dan berawan pada malam hari.
Tak banyak perbedaan di Kota Tangerang, Banten juga diprakirakan cerah pada malam hari di BMKG.
Prakiraan cuaca thedesignweb.co.id dari website BMKG www.bmkg.ID Jakarta Timur Cerah Berkabut Jakarta Utara Cerah Berawan Cerah Berawan Cerah Kepulauan Seribu Cerah Berawan Cerah Berawan Bekasi Berkabut Cerah Cerah Cerah Cerah Berawan Kota Bogor Berawan Padat Sebagian Akan berawan dari Tangerang Akan berawan berawan Akan berawan
Badan Meteorologi, Iklim, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan kekeringan tahun ini akan berlangsung lebih lama, yakni pada Mei hingga Oktober 2024.
Jati Mardiatno, pakar mitigasi bencana Fakultas Geografi UGM, mengatakan prediksi BMKG tidak sepenuhnya salah karena indikator iklim berubah-ubah dan mempengaruhi perubahan musim di Indonesia sehingga mitigasi kekeringan penting dilakukan.
Jati pada Jumat, 20 September 2024 mengatakan: “Tingkat kekerasan tidak dapat diprediksi seperti sebelumnya.”
Menurut Jati, perubahan iklim terjadi karena kondisi geografis dan hidrologi Indonesia yang berbeda sehingga menyebabkan kekeringan di beberapa tempat, sedangkan daerah lain masih belum tergolong bencana kekeringan.
Ia mencontohkan seperti Gunung Kidul dan Nusa Tenggara Timur yang sumber airnya dinilai sulit didapat, terutama pada musim kemarau dan musim kemarau berlangsung lebih lama dibandingkan daerah lain.
Jati mengatakan, untuk menilai apakah suatu daerah rawan kekeringan, perlu mempertimbangkan jenis dan iklim daerah tersebut, material geologi yang terdapat di daerah tersebut, dan sistem alamnya. Selain itu, perubahan iklim juga mempengaruhi curah hujan di banyak tempat di Indonesia.
“Proyeksi iklim sebelumnya menunjukkan bahwa puncak musim kemarau akan terjadi pada bulan Agustus hingga September.”
Menurut Jati, bulan September merupakan bulan dimana sumber mata air mengalami kekeringan sehingga mitigasi kekeringan ini penting dilakukan oleh pemerintah atau masyarakat. Tidak ada kemungkinan hujan pada bulan Agustus-September karena perubahan iklim.
Banyak wilayah pertanian yang paling terkena dampak perubahan iklim, karena saluran irigasi tidak mencukupi, tanaman tidak dapat tumbuh, dan sawah mengering. Hal ini akan berdampak pada kekurangan pangan dan meningkatkan harga bahan pangan pokok. “Musim kemarau panjang tidak terlalu panjang sehingga kemungkinan gagal panen kecil,” ujarnya.
Menurutnya, pemerintah dan masyarakat waspada dan mengantisipasi datangnya musim kemarau panjang, mengairi sawah dan tidak hanya mengandalkan air hujan seperti sungai, danau, dan tambang. Jati mengatakan, jika kondisi geografis suatu daerah tidak memiliki sumber air alami, maka bisa menanam tanaman yang membutuhkan banyak air.
Untuk menghadapi ancaman kekeringan, cara yang paling mudah adalah dengan penyediaan air bersih dan pemompaan air tanah oleh pemerintah setempat. Misalnya saja, menurut Jati, Gunung Kidul memiliki potensi air bawah tanah yang bisa dimanfaatkan.
Secara geologis, tanah Gunung Kidul memiliki material batuan yang mudah larut dan memungkinkan air hujan yang masuk ke dalam tanah tertampung dalam jangka waktu lama di sungai bawah tanah dan gua-gua dengan kedalaman hingga 100 meter. “Minimalnya sekitar 50 meter, jadi sungainya dalam sekali,” kata Jati.
Pilihan lain yang bisa dilakukan untuk mengatasi kekeringan adalah dengan membuat sumber air buatan seperti waduk atau bendungan. Cara ini biasa digunakan di wilayah Nusa Tenggara Timur sebagai persiapan menghadapi bencana musim kemarau dan kekeringan.
Jati mengatakan: “Irigasi artinya menyimpan air pada musim hujan, agar nantinya dapat digunakan pada musim kemarau.”
Upaya mitigasi kekeringan ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, namun masyarakat juga dapat secara mandiri memenuhi kebutuhan airnya pada musim kemarau. Cara yang paling mudah adalah dengan melakukan pengaturan penampungan air hujan di waduk. Jika air ini diolah, maka dapat digunakan untuk irigasi dan kebutuhan rumah tangga seperti toilet dan memasak.
“Tidak harus selalu menunggu pemerintah, masyarakat justru bisa berpartisipasi secara leluasa,” kata Jati.
Badan Meteorologi, Iklim, dan Geofisika atau BMKG memperkirakan kekeringan tahun ini akan berlangsung lebih lama. Sebenarnya pada bulan Mei hingga Oktober 2024.
Terkait hal tersebut, Jati Mardiatno, pakar mitigasi bencana Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada atau UGM Yogyakarta, mengatakan prediksi BMKG tidak sepenuhnya salah. Sebab sinyal iklim berubah dan mempengaruhi perubahan musim di Indonesia.
Oleh karena itu penting untuk mengurangi kekeringan. “Tingkat keparahannya tidak sesuai harapan,” kata pakar mitigasi bencana UGM itu, Jumat, 20 September 2024.
Menurut Jati, perubahan iklim ini disebabkan oleh kondisi geografis dan hidrologi Indonesia yang berbeda sehingga menyebabkan kekeringan di banyak tempat. Sementara tempat lainnya masih belum ditandai sebagai bencana kekeringan.
Misalnya saja di Gunungkidul dan Nusa Tenggara Timur, sumber air diketahui sulit ditemukan. Apalagi saat musim kemarau tiba, musim kemarau berlangsung lebih lama dibandingkan daerah lain.
Menurut Jati, untuk menilai apakah suatu daerah rawan kekeringan, Anda harus mempertimbangkan iklim setempat, material geologi, serta jenis dan luasnya sistem alam yang terdapat di daerah tersebut. Selain itu, perubahan iklim juga mempengaruhi curah hujan di banyak wilayah di Indonesia.
“Prakiraan iklim masa lalu menunjukkan puncak musim kemarau akan terjadi pada Agustus hingga September,” kata Jati.
Jati juga mengatakan, bulan September merupakan bulan dimana sumber air mengering sehingga mitigasi kekeringan ini penting dilakukan oleh pemerintah atau masyarakat. Adanya perubahan iklim bukan berarti curah hujan akan berkurang pada Agustus-September.
BMKG telah mengeluarkan peringatan dini kemungkinan terjadinya kekeringan pada tahun ketiga September 2024. Area apa saja yang termasuk dalam kategori Siaga dan Peringatan? Baca selengkapnya pada rangkaian infografis di bawah ini.