Cukai Rokok 2025 Tak Naik, Pelaku Industri Tunggu Disahkan Sri Mulyani
thedesignweb.co.id, Jakarta Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2025 menjadi angin segar yang melegakan industri tembakau. Selain itu, kebijakan tersebut dilatarbelakangi oleh situasi perekonomian yang sulit dan melemahnya daya beli masyarakat.
Ketua Gabungan Perusahaan Rokok Surabaya (GAPERO) Sulami Bahar mengatakan, di tengah kondisi perekonomian yang semakin sulit dan keterjangkauan yang semakin menurun, tidak adanya kenaikan cukai rokok pada tahun 2025 sangat melegakan para pelaku usaha.
“Karena kondisi industri saat ini sedang tidak bagus, banyak tekanan dari lesunya pasar, berkurangnya produksi, dan semakin banyaknya rokok ilegal. Tanpa adanya kenaikan cukai, kita bisa sedikit bernafas untuk ke depan. tahun, dan yang terpenting tahun depan (peningkatan tajam) tidak terpengaruh,” jelasnya
Kekhawatiran pelaku usaha terhadap ancaman kenaikan tarif cukai yang tajam pada tahun-tahun mendatang juga bersumber dari sejumlah kebijakan yang saat ini membebani industri tembakau. Misalnya, terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) dan rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) peraturan perencanaan rokok tanpa merek kemasan polos mendapat penolakan luas dari berbagai pihak mulai dari dunia usaha. Kepada pelaku, buruh, petani, pedagang.
Kebijakan ini dinilai dapat mengancam keamanan usaha dan kelangsungan ekosistem tembakau. “Peraturan ini sangat ketat. Harapannya, rencana pemerintah yang mengatur bungkus rokok polos tanpa merek bisa dibatalkan, ujarnya.
Oleh karena itu, Sulami berharap persetujuan Menteri Keuangan (PMK) terhadap kebijakan CHT untuk memberikan keamanan berusaha bagi pelaku industri tembakau dapat segera disahkan pada era kepemimpinan Prabowo-Gibran.
“Kita tunggu Menteri Keuangan baru segera menerbitkan PMK karena landasan kebijakan (tidak ada kenaikan cukai tahun 2025) tetap di PMK,” pintanya.
Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), I Ketut Budhyman Mudhara mengatakan, meski pihaknya agak lega karena tidak ada pertumbuhan di Jalur Bukit Chittagong pada tahun 2025, AMTI berharap tidak ada potensi lain. tekanan. Hal ini mengancam industri tembakau, termasuk tenaga kerja dan keberlanjutan petani tembakau.
“Kita menyambut baik tidak ada kenaikan tarif cukai rokok di tahun 2025. Tapi jangan sampai seperti tahun 2019 yang tahun ini cukainya tidak naik tapi tahun depan naik dua kali lipat. “Kami tidak ingin hal itu terjadi,” jelasnya.
Selain itu, Budhyaman juga menilai rencana pengaturan bungkus rokok polos dalam rancangan Menteri Kesehatan bisa mematikan industri tembakau. Sehingga dia berharap pemerintahan baru di bawah Probo-Gibran bisa lebih cerdas dalam menegakkan aturan yang melibatkan jutaan masyarakat.
“Banyak kalangan yang menyerukan agar peraturan kemasan polos tanpa merek dicabut. Karena peraturan ini akan membuka ruang seluas-luasnya bagi rokok ilegal, maka agenda pemerintah untuk menurunkan prevalensi merokok tidak akan tercapai dan pendapatan negara pun akan berkurang. “Jadi kalau pemerintah meloloskan, ketentuan itu berlaku, tapi justru rugi,” pungkas Budaman.
Sebelumnya, keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan Bea Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada tahun 2025 dinilai merupakan langkah yang tepat, apalagi kebijakan tersebut dapat memberikan jaminan bagi keberlangsungan industri tembakau dan para pekerjanya.
Namun industri tembakau masih dirundung berbagai kekhawatiran, mulai dari diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 28 (PP 28/2024) oleh Menteri Kesehatan untuk mengimbangi tingginya kenaikan cukai rokok. Pajak pada tahun 2026
Peneliti Ahmad Heri Ferdows dari Institute of Development Economics and Finance (INDEF) mengatakan kebijakan tidak menambah Chittagong Hill Tracts hingga tahun 2025 akan menjaga stabilitas industri tembakau.
Namun kebijakan ini sebaiknya ditindaklanjuti dengan penegasan kebijakan Chittagong Hill Tracts pada tahun depan untuk menjaga stabilitas industri tembakau. Jika tarif yang lebih tinggi dinaikkan pada tahun 2026, industri tembakau akan kembali terguncang.
Heri menyebutkan kejadian pada tahun 2019 dan 2020, dimana pada tahun 2019 tidak ada kenaikan cukai, namun karena adanya kenaikan cukai pada tahun 2020 lebih dari 20%, maka kompensasi cukai pada tahun 2019 tidak mengalami kenaikan. , efisiensi industri tembakau mengalami penurunan drastis yang pada akhirnya menjadi beban berat bagi industri tembakau.
Oleh karena itu Heri mendorong pemerintah untuk lebih fokus pada keamanan dunia usaha dalam jangka panjang.
“10% penerimaan pajak berasal dari cukai tembakau. “Jadi harus diberikan kepastian karena industrinya sangat diatur sehingga tergantung kebijakan pemerintah,” jelasnya seraya menambahkan, industri tembakau bisa merencanakan produksinya dengan pasti pada Senin (14/10/2024). Tindakan jangka panjang. Menurut Herry, ketidakpastian kebijakan cukai juga kemungkinan akan memberikan dampak negatif yang lebih besar terhadap industri tembakau.
Ia melanjutkan, selain kebijakan cukai, industri tembakau saat ini menghadapi rencana kemasan polos tanpa label yang tercantum dalam rancangan Menteri Kesehatan, yang dapat mengganggu perekonomian dan mendorong pemutusan hubungan kerja. “Kalau kinerja industri terdampak, tenaga kerja terdampak, ada ancaman PHK,” jelasnya.