Lifestyle

Curhat Perempuan Enggan Menikah karena Trauma KDRT Orangtuanya, Begini Reaksi Mamah Dedeh

thedesignweb.co.id, Jakarta – Setiap pasangan yang berpacaran biasanya ingin menikah dan membangun keluarga. Namun masyarakat semakin enggan menikah karena berbagai alasan.

Beberapa orang mempunyai masalah ekonomi dan traumatis di masa kanak-kanak, biasanya karena menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga (DV) yang dilakukan oleh ibu mereka, dan masalah ini berlanjut hingga dewasa. Lalu bagaimana pandangan Mama Dede dari sudut pandang Islam?

Dalam video yang dibagikan di akun Instagram @lambegosiip beberapa waktu lalu, ustaza kondang itu menjelaskan bahwa pernikahan dalam Islam adalah sunnah. Oleh karena itu, seseorang yang memilih untuk tidak menikah dianggap bukan pengikut Nabi Muhammad SAW.

“Yang paling banyak (pertanyaan apa jadinya kalau perempuan tidak menikah) adalah pernikahan itu sunnahku. Yang tidak mengikuti sunnahku itu bukan umatku,” kata Mama Dede pada 2024. Diunggah pada 28 Desember.

Meski demikian, Mama Dede menambahkan, setiap orang berhak memilih dan mengambil keputusan. Misalnya, jika orang tua atau ibu Anda pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga di masa lalu dan Anda memilih untuk tidak menikah. Menurut Mama Dede, orang tersebut tidak bersalah.

“Setiap orang punya pilihan dan latar belakangnya masing-masing. Kalau punya anak perempuan yang tumbuh dalam rumah tangga yang orang tuanya terus-menerus bertengkar, dal del dor, ini yang akan kamu pikirkan. ‘Bu, kenapa aku menikah? ‘kekerasan dalam rumah tangga di tangan ayahnya,” kata Dede Rosida bernama asli Dede Rosida.

“Jadi ibu dimarahi bapaknya dan memilih tidak menikah. Jadi pilihannya ada, tapi tidak berdosa,” sambungnya.

Postingan ini mendapat beragam komentar dari warganet. Kebanyakan orang sependapat dengan Mama Dede dalam mengambil keputusan menikah.

“Saya memilih untuk tidak menikah. Alhamdulillah keluarga saya Semara, tapi sepertinya banyak kejadian KDRT yang aneh-aneh,” komentar salah satu warganet.

“Umurku diatas 40 tahun tapi belum menikah.. Aku melihat RT suka bertengkar, pelit dan jahat pada orang tua/mertuaku dengan cara yang berbeda-beda. Aku trauma..jadi aku tidak ada niat untuk menikah.. Aku lebih memilih menjaga ibu tercinta 😍,” tulis netizen lainnya.

“Makanya aku paling tidak suka mengkritik pilihan hidup orang, apalagi wanita yang belum menikah, jadi aku usahakan untuk tidak menanyakannya,” sahut netizen lainnya. “Piskis artinya Yesus,” kata yang lain.

“Allah memberiku kekuatan untuk mandiri.. Aku tidak mengerti, tapi Tuhan yang berkuasa 🙏😁😁,” sahut netizen lainnya.

Beberapa bulan lalu, netizen di media sosial ramai membahas tren “nikah itu menakutkan”. Tren viral ini banyak diikuti oleh pengguna media sosial, khususnya platform TikTok. Orang-orang yang mengikuti tren ini menulis “Pernikahan itu menakutkan” di awal video dan kemudian menjelaskan bahwa mereka takut menikah.

Tren ini belakangan semakin populer setelah adanya kabar duka perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga dari suaminya. Berdasarkan pengamatan saya, tren ini bermula dari banyaknya video yang memuat gagasan bahwa pernikahan itu menakutkan terutama bagi perempuan.

Ketakutannya digambarkan dalam video dalam beberapa cara. Misalnya, jika pengguna bertemu dengan pasangan yang suka selingkuh, mereka membayangkan akan mengkhawatirkan pernikahannya. Pengguna lain membayangkan ketakutan mereka terhadap pasangannya yang tidak membantu pekerjaan rumah. Banyak pengguna TikTok, terutama wanita, mengetahui ketakutan yang sama.

Mulai dari perceraian hingga beranjak dewasa, permasalahan keluarga menjadi tanggung jawab banyak pihak. Itu sebabnya Kementerian Agama (Kemenag) bekerja sama dengan Gerekan Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama (GKMNU) memperkuat program pemulihan keluarga untuk menyelesaikan masalah perceraian, pernikahan anak, dan stunting.

Bapak Qamaruddin Amin, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Dilgen Bimas Islam), Kementerian Agama, menekankan pentingnya kerja sama antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan masyarakat lokal untuk menyelesaikan permasalahan keluarga.

“Tingginya angka perceraian, kasus perkawinan anak, dan prevalensi stunting yang lebih dari 20 persen menjadi tantangan serius. Kemenag akan bekerja sama dengan NU untuk menyelesaikan permasalahan tersebut guna mencapai Indonesia Emas 2045. Kami berkomitmen untuk melakukannya,” kata Kamaruddin. dalam pidato. Kamis 5 Desember 2024 dalam Program Pemulihan Keluarga di Makassar mengutip website Kementerian Agama.

Sementara Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya mendorong GKMNU membentuk satuan tugas (Satgas) dari tingkat kecamatan hingga desa. Ia menekankan pentingnya pembangunan keluarga sebagai awal perkembangan peradaban. “Membangun peradaban harus dimulai dari keluarga,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *